Jakarta, IDN Times – Setiap September, New York seolah menjelma menjadi panggung utama diplomasi dunia. Presiden, perdana menteri, diplomat, aktivis, hingga jurnalis dari seluruh penjuru bumi berkumpul di kota itu demi menghadiri Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Di balik sorotan kamera dan pidato resmi, ada pula suasana khas yang tak pernah absen, lobi-lobi politik di hotel mewah, aksi protes di jalanan, serta kemacetan panjang yang melumpuhkan Midtown Manhattan.
Tahun ini, Sidang Majelis Umum PBB memasuki edisi ke-80. Agenda resmi dibuka pada 9 September lalu dan akan berlangsung hingga 30 September 2025.
Selama hampir sebulan, Manhattan kembali menjadi arena diplomasi global. Menjadi tempat harapan akan perdamaian diuji, sekaligus panggung rivalitas geopolitik yang kian tajam.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, kawasan Turtle Bay di tepi Sungai East River akan menjadi titik pertemuan para pemimpin dunia, termasuk dari Indonesia. Selama satu dekade terakhir, presiden Indonesia absen dalam pertemuan ini, lima tahun pertama diwakili Wakil Presiden, sementara lima tahun belakangan oleh Menteri Luar Negeri.
Namun, berbeda dengan tahun sebelumnya, tahun ini, Presiden RI Prabowo Subianto dijadwalkan naik ke podium Majelis Umum pada 23 September. Ia akan menjadi pembicara ketiga dalam Debat Umum setelah Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Pidatonya disebut akan menekankan posisi Indonesia dalam mendorong perdamaian dunia serta kerja sama pembangunan yang berkelanjutan.
“Sidang Majelis Umum selalu menjadi momentum strategis untuk memperkuat posisi Indonesia di dunia internasional. Kita bisa sampaikan pesan-pesan penting tentang multilateralisme, perdamaian, dan pembangunan,” ujar Dirjen Multilateral Kemlu RI, Tri Tharyat, dalam jumpa pers di Kementerian Luar Negeri RI pekan lalu.