Jepang Sahkan UU yang Perintahkan Konten Fitnah Segera Dihapus

Jakarta, IDN Times - Parlemen Jepang mengesahkan amandemen undang-undang (UU) yang mengharuskan media sosial, seperti Facebook dan X, untuk segera menghapus konten yang bersifat memfitnah dari platform mereka dengan lebih transparan
UU tersebut disetujui oleh Dewan Penasihat pada Jumat (10/5/2024), setelah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada 19 April 2024, dilansir Kyodo News.
Sebelumnya, hak untuk meminta penghapusan telah diakui oleh pengadilan. Namun, saat itu belum ada undang-undang yang secara jelas mengatur hak istimewa tersebut.
Dengan pengesahan undang-undang baru itu, diharapkan dapat memudahkan untuk meminta tanggapan cepat dari operator platform, khususnya yang berbasis di luar negeri.
1. Warganet harus mengetahui jika ada informasi yang dihapus
Undang-undang ini mengamanatkan operator platform tersebut untuk menetapkan titik kontak untuk menerima permintaan penghapusan dan mengungkapkan kriteria untuk menghapus unggahan.
Peraturan tersebut akan berlaku dalam waktu satu tahun. Perusahaan media sosial juga harus memberitahu netizen atau warganet dalam jangka waktu tertentu, sebelum menghapus konten mereka.
Anggota parlemen Jepang juga memberlakukan undang-undang baru yang mewajibkan pemerintah untuk memberikan izin keamanan karena alasan ekonomi.
Menurut aturan baru tersebut, pemerintah dapat memberitahukan informasi penting sebagai hal yang diklasifikasikan berdasarkan alasan keamanan ekonomi, untuk mencegah kebocoran ke luar negeri yang dapat merusak keamanan nasional Jepang, dikutip dari Anadolu Agency.
2. Para korban pencemaran nama baik kesulitan menghapus unggahan yang memfitnah

Upaya untuk memperkuat langkah-langkah melawan pencemaran nama baik secara online mendapatkan perhatian setelah kasus Hana Kimura. Dia merupakan seorang pegulat profesional dan pemeran dalam reality show Netflix yang populer saat itu, Terrace House, yang melakukan bunuh diri pada 2020 setelah menerima rentetan pesan kebencian di media sosial.
Banyak korban pencemaran nama baik yang berupaya agar unggahan semacam itu segera dihapus sebelum dapat disebarluaskan. Namun, mereka kesulitan menemukan kontak dan mengatakan bahwa aturan penghapusannya tidak jelas.
3. Penghapusan unggahan di media sosial dikhawatirkan melanggar kebebasan berekspresi

Meski begitu, terdapat kekhawatiran bahwa penyalahgunaan hak untuk meminta penghapusan dapat melanggar kebebasan berekspresi yang dijamin oleh konstitusi.
Kementerian Komunikasi Jepang menuturkan, jumlah laporan pencemaran nama baik secara online berada pada tingkat yang tinggi pada tahun lalu. Tercatat, hotline untuk informasi ilegal dan berbahaya yang ditugaskan oleh kementerian menerima 5.745 konsultasi terkait pada 2022.
Berdasarkan operator dan layanan, konsultasi tentang X menyumbang 15,3 persen dari total, lalu disusul oleh Google sebesar 9,6 persen, dan Meta (operator Facebook dan Instagram) sebesar 4,1 persen, Asahi Shimbun melaporkan.