Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kenya Akui Bantu Uganda Culik Pemimpin Oposisi di Negaranya

ilustrasi bendera Kenya (unsplash.com/aboodi_vm)

Jakarta, IDN Times - Kenya, pada Rabu (21/5/2025), untuk pertama kalinya mengakui telah membantu pemerintah Uganda dalam menculik pemimpin oposisi Uganda, Kizza Besigye yang mengungsi di negaranya. 

Besigye diculik oleh kelompok bersenjata saat berada di kediamannya di ibu kota Kenya, Nairobi pada November 2024. Keesokan harinya, mantan dokter pribadi Presiden Uganda Yoweri Musevini itu sudah berada di Pengadilan Militer Uganda. 

Sebelumnya, Kenya menolak tudingan terlibat dalam penculikan Besigye. Otoritas Kenya juga sudah membuka investigasi terkait kasus penculikan ini. 

1. Klaim Besigye tidak mencari suaka di Kenya

Menteri Luar Negeri Kenya, Musalia Mudavadi, mengatakan bahwa Kenya sudah bekerja sama dengan Uganda. Ia pun menyebut bahwa Uganda adalah negara sahabat Kenya. 

"Kenya bekerja sama dengan otoritas Uganda sebagai negara sahabat. Dia (Besigye) tidak mencari suaka di sini. Dia tidak mengatakan bahwa dia sedang mencari suaka di Kenya. Jika dia mengatakannya, mungkin situasinya akan berbeda," tutur Mudavadi, dikutip News Central Africa.

Ia menambahkan bahwa Kenya memiliki kepentingan strategis yang lebih luas. Mudavadi menyebut, Kenya harus bekerja sama dengan negara-negara di kawasan Afrika Timur dan harus berhubungan baik dengan negara tetangga.

2. Sebut Kenya mengakui sebagai negara pelanggar hukum

Pengakuan keterlibatan pemerintah Kenya terhadap penculikan Besigye menyulut kecaman dari pemimpin oposisi, Martha Karua. Ia mengklaim Kenya telah mengakui dirinya sebagai negara ancaman dan pelanggar hukum internasional. 

"Kenya telah mengakui menjadi negara pengancam. Pemerintah telah mengakui dirinya terlibat dalam penculikan lintas perbatasan. Tindakan ini benar-benar di luar hukum dan melanggar kedaulatan beserta prosedur hukum," tuturnya. 

Karua menampik justifikasi dari Mudavadi bahwa diplomasi regional adalah yang terpenting. Ia menekankan bahwa kerja sama antarnegara harus didasari pada penegakan hukum di masing-masing negara. 

Kontroversi ini memicu kekhawatiran terkait penurunan demokrasi di Afrika Timur. Tak hanya di Kenya dan Uganda, oposisi Tanzania juga menghadapi ancaman hukuman karena tuduhan pengkhianatan terhadap negara. 

3. Uganda kembalikan proses persidangan warga sipil di pengadilan militer

Sehari sebelumnya, Parlemen Uganda menyetujui pengembalian persidangan warga sipil di pengadilan militer. Dengan ini, warga sipil dapat didakwa di pengadilan militer jika mendukung atau memiliki asosiasi dengan seseorang yang berhubungan dengan hukum militer. 

Melansir Africa News, hukuman ini menimbulkan kritik keras dari tokoh oposisi dan aktivis di Uganda yang menyebut sebagai kemunduran demokrasi. Mereka mengklaim hukuman ini disahkan menjelang pemilihan umum (pemilu) pada 2026. 

Amnesty International memperingatkan bahwa proses persidangan warga sipil di pengadilan militer ini berfungsi meningkatkan tekanan kepada oposisi dan warga menjelang pemilu. 

Museveni yang sudah memimpin Uganda sejak 1986 itu kemungkinan akan menandatangani hukum tersebut dalam beberapa hari ke depan. Pemimpin berusia 80 tahun itu diperkirakan akan kembali mencalonkan dalam pemilihan presiden tahun depan. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rama
EditorRama
Follow Us