Korsel Pertimbangkan Izinkan Kembali Warganya Berwisata ke Korut

- Wacana turisme ini sejalan dengan upaya deeskalasi lain yang sudah dijalankan pemerintahan Lee. Korsel telah menghentikan siaran propaganda anti-Korut dan meminta kelompok aktivis berhenti mengirimkan selebaran kritik.
- Perjalanan individual warganya tidak melanggar sanksi internasional, sementara Korut sangat membutuhkan sumber mata uang asing untuk menopang perekonomiannya.
- Negara itu berupaya menarik kembali wisatawan mancanegara dengan melonggarkan perbatasan.
Jakarta, IDN Times - Pemerintah Korea Selatan (Korsel) tengah mempertimbangkan untuk mengizinkan kembali warganya berwisata secara individual ke Korea Utara (Korut). Wacana ini merupakan bagian dari kebijakan Presiden Lee Jae-myung untuk meredakan ketegangan antar-Korea yang memburuk dalam beberapa tahun terakhir.
Presiden Lee telah mengangkat gagasan ini dalam rapat Dewan Keamanan Nasional pada 10 Juli. Kantor kepresidenan menyatakan, pemerintah sedang meninjau beragam rencana sekaligus untuk memperbaiki hubungan dengan Korut, dilansir Al Jazeera pada Senin (21/7/2025).
1. Presiden Lee ingin redakan ketegangan dengan Korut
Wacana turisme ini sejalan dengan upaya deeskalasi lain yang sudah dijalankan pemerintahan Lee. Sebelumnya, Korsel telah menghentikan siaran propaganda anti-Korut melalui pengeras suara di perbatasan.
Kelompok aktivis juga telah diminta untuk berhenti mengirimkan selebaran kritik ke wilayah Korut. Sementara, opsi pariwisata ini diharapkan dapat mencairkan kembali dialog yang telah lama mandek.
Juru bicara Kementerian Unifikasi Korea Selatan, Koo Byung-sam, membenarkan adanya rencana ini, tetapi enggan mengungkap rinciannya.
"Pemerintah merumuskan dan menjalankan kebijakan terhadap Korea Utara dengan tujuan meredakan ketegangan di Semenanjung Korea serta memperbaiki hubungan antar-Korea. Berbagai langkah sedang dipertimbangkan dalam proses ini," ujar Koo Byung-sam, dilansir Yonhap.
2. Korut andalkan sektor pariwisata
Menurut pejabat Seoul, perjalanan individual warganya tidak akan melanggar sanksi internasional yang berlaku saat ini. Sanksi Dewan Keamanan PBB hanya menargetkan transfer uang tunai dalam jumlah besar, bukan pengeluaran pribadi wisatawan.
Di sisi lain, Korut sangat membutuhkan sumber mata uang asing untuk menopang perekonomiannya. Setelah pandemi, negara itu berupaya menarik kembali wisatawan mancanegara dengan melonggarkan perbatasan.
Korut baru saja membuka resor pantai Wonsan-Kalma pada awal Juli untuk memikat turis. Namun, kompleks pariwisata tersebut justru menangguhkan sementara akses bagi pengunjung asing tak lama setelah dibuka.
Seorang peneliti senior di Institut Korea untuk Unifikasi Nasional, Cho Han-bum, menilai Pyongyang akan menyambut rencana Korsel ini.
"Meskipun hubungan antar-Korea berada di titik terendah, Korea Utara tetap sangat membutuhkan mata uang asing, dan pariwisata tidak dibatasi oleh sanksi internasional saat ini. Jika Seoul memberikan tawaran yang tulus, Pyongyang mungkin akan menerimanya," ujar Cho Han-bum, dilansir Korea Times.
3. Dibayangi insiden penembakan turis Korsel di Korut pada 2008
Rencana ini dibayangi oleh insiden tragis tahun 2008 yang menghentikan semua program turisme resmi dari Selatan. Saat itu, seorang turis wanita Korsel tewas ditembak oleh tentara Korut ketika mengunjungi kawasan resor Gunung Kumgang.
Pyongyang mengklaim bahwa turis tersebut telah memasuki zona militer terlarang. Peristiwa tersebut merusak upaya rekonsiliasi antar-Korea yang paling menonjol selama bertahun-tahun.
Pada 2023, pemimpin Korut Kim Jong Un juga telah menetapkan Korsel sebagai musuh utamanya. Akibatnya, wisatawan dari Selatan kemungkinan akan diperlakukan sebagai warga negara asing biasa, tanpa ada lagi hubungan istimewa antar-Korea.
Sebelumnya, mantan Presiden Korsel Moon Jae-in telah berupaya melakukan pemulihan yang sama, tetapi gagal karena kurangnya respons dari Pyongyang. Saat itu, AS sempat mengungkapkan kekhawatirannya akan rencana tersebut.