Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi bendera Iran. (dok. Pixabay/jorono)
Ilustrasi bendera Iran. (dok. Pixabay/jorono)

Intinya sih...

  • Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi mengirim surat kepada Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres terkait pemberlakukan kembali sanksi tersebut.

  • Tiga negara Eropa dianggap sudah gagal memenuhi kewajiban dan janjinya

  • AS dituding sebagai penghambat

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Iran kembali menerima sanksi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sebelumnya, Dewan Keamanan PBB sempat menolak rancangan resolusi untuk melanjutkan keringanan sanksi terhadap Iran.

Tiga negara Eropa yakni Inggris, Jerman dan Prancis mendesak kembali dijatuhkannya sanksi terhadap Iran dengan tudingan pelanggaran perjanjian yang ditujukan untuk menyetop aksi Iran mengembangkan nuklir.

“Upaya memberlakukan lagi resolusi yang sedang diberhentikan ini tidak memiliki dasar hukum. Tidak bisa diterima dari sisi moral dan logika,” sebut pernyataan dari Kementerian Luar Negeri Iran, dikutip dari The Guardian, Minggu (28/9/2025).

Iran juga siap membela hak dan kepentingan nasionalnya. Mereka juga siap merespons dengan tegas segala aksi yang dianggap merugikan rakyat Iran.

Sanksi PBB untuk Iran kembali dihidupkan per Minggu (28/9/2025) waktu setempat, untuk pertama kalinya dalam satu dekade terakhir. Sanksi ini melarang semua aktivitas terkait program nuklir dan rudal Iran. Hal ini tentu bisa berdampak terhadap ekonomi Teheran.

1. Menlu Iran bersurat ke Sekjen PBB

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi dengan cepat langsung mengirim surat kepada Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres terkait pemberlakukan kembali sanksi tersebut. Menurut Iran, tiga negara Eropa (Inggris, Jerman, Prancis) menggunakan mekanisme snapback berdasarkan Resolusi 2231 untuk kembali menjatuhkan sanksi. 

“Inggris, Jerman dan Prancis yang sudah melanggar kesepakatan di bawah perjanjian JCPOA dan Resolusi 2231. Mereka sengaja menyalahgunakan proses dan perjanjian,” demikian isi surat Araghchi kepada Guterres. 

2. Eropa gagal penuhi janji dan kewajiban

Selain itu, ia menilai bahwa negara-negara Eropa sudah gagal memenuhi kewajiban dan janjinya. Mereka juga tidak menempuh mekanisme penyelesaian sengketa usai serangan Amerika Serikat (AS) dan Israel terhadap Iran pada Juni 2025.

JCPOA diteken oleh Iran dan lima Anggota Tetap DK PBB yakni AS, Inggris, Rusia, Prancis dan China. Lalu di luar itu ada Jerman dan Uni Eropa. Perjanjian ini disepakati pada 2015.

3. AS dituding sebagai penghambat

Berbicara usai menghadiri Sidang Majelis Umum PBB di New York, Presiden Iran Masoud Pezeshkian menegaskan bahwa AS adalah penghambat dalam upaya mengaktifkan lagi kesepakatan tersebut.

Menurut dia, Inggris, Jerman dan Prancis mendapatkan informasi terkait kesiapan Iran untuk bekerja sama dengan Badan Energi Atom Nasional atau IAEA.

“AS selalu mencegah tercapainya kesepakatan dengan mengeluarkan alasan yang tidak masuk akal. Mereka sengaja ingin melemahkan kami,” ucap Pezeshkian.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team