PM Estonia: Kebebasan Ukraina Lebih Berharga dari Gas Rusia!

Diplomasi dinilai tak dapat selesaikan konflik di Ukraina

Jakarta, IDN Times - Perdana Menteri Estonia Kaja Kallas, pada Senin (6/6/2022), menyatakan bahwa kebebasan Ukraina jauh lebih berharga dari gas Rusia. Hal ini disampaikannya mengingat adanya keretakan di dalam tubuh Uni Eropa terkait sanksi Rusia. 

Ia mengakui bahwa saat ini Uni Eropa semakin sulit menyatukan suaranya untuk mengecam Rusia. Perang Rusia-Ukraina telah mengakibatkan naiknya harga minyak dan gas (migas), pangan, inflasi serta naiknya biaya hidup.

Ketergantungan terhadap migas Rusia juga membuat negara Eropa ogah-ogahan untuk menerapkan sanksi. Akibatnya, sanksi yang diberikan tak berjalan efektif.

“Gas mungkin semakin mahal, tetapi kebebasan tidak ternilai harganya. Orang-orang yang hidup di dunia bebas tidak benar-benar memahami hal itu,” kata Kallas, dilansir dari The Guardian.

1. Sanksi Uni Eropa jadi senjata makan tuan

Kaja Kallas menyebut, sanksi Uni Eropa terhadap Rusia juga memberi dampak negatif bagi negara-negara Eropa. Sanksi yang tujuannya untuk memberi efek jera pada Rusia, malah jadi senjata makan tuan, yang juga mengakibatkan dampak negatif bagi perekonomian Benua Biru.

Namun, Kallas menegaskan bahwa negara-negara Uni Eropa harus tetap tegar dalam memerangi Rusia. Menurutnya ini adalah harga yang harus dibayar untuk memberi pelajaran bagi Rusia.

"Awalnya sanksi hanya berdampak bagi Rusia, tetapi sekarang kita sampai pada titik ketika sanksi itu menyakitkan bagi negara kita sendiri, dan sekarang pertanyaannya adalah seberapa besar rasa sakit yang mau kita tanggung?" kata dia. 

"Ini berbeda untuk setiap negara. Kebersamaan itu sangat sulit untuk dijaga. Ini semakin sulit karena inflasi yang tinggi, dan harga energi," tambah dia. 

Baca Juga: Rusia Bombardir Kiev, Hancurkan Pasokan dari Barat 

2. PM Estonia kritik Emmanuel Macron

PM Estonia: Kebebasan Ukraina Lebih Berharga dari Gas Rusia!Presiden Prancis, Emmanuel Macron. (twitter.com/Emmanuel Macron)

Pada kesempatan itu, PM Estonia juga mengkritik pembicaraan sia-sia antara Presiden Prancis Emmanuel Macron dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. 

Menurut Kallas, Perang Rusia-Ukraina tidak dapat diselesaikan dengan diplomasi. Penyelesaian konflik dengan diplomasi dinilai tidak akan memberi efek jerah kepada Putin.

Dalam wawancara dengan majalah Foreign Policy, Kallas juga menyampaikan bahwa syarat-syarat yang diajukan Rusia untuk perundingan sangat merugikan Ukraina. Rusia meminta agar Ukraina menyerahkan beberapa wilayahnya yang telah mereka kuasai.

"Saya tidak melihat ada gunanya berbicara dengannya (Putin) jika kita ingin menyampaikan pesan bahwa dia diasingkan, dan pesan bahwa dia tidak akan lolos tanpa hukuman untuk ini, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas semua kejahatan yang dilakukan," jelas dia. 

3. Koalisi pro-Rusia berpotensi kuasai Estonia

Saat ini, politik domestik Estonia sedang mengalami tantangan. Pada Jumat, Kallas mengeluarkan partai tengah dari koalisinya akibat dari perselisihan panjang. Hal ini membuat koalisi yang dimpimpin Kallas semakin melemah.

Partai tengah saat ini sedang berusaha membangun koalisi tandingan dengan partai-partai sayap kanan yang dikenal pro-Rusia.

Sayap kanan Estonia juga dikenal sebagai pendukung Donald Trump dan tidak mengakui Joe Biden sebagai Presiden Amerika Serikat.

Kallas menegaskan, jika ia gagal membentuk koalisi baru, maka Estonia akan dikuasai kelompok-kelompok politik yang akan mendukung Rusia.

Baca Juga: Macron: Rusia Bersalah Atas Invasi, Tapi Putin Jangan Dipermalukan

Leo Manik Photo Verified Writer Leo Manik

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya