Mahasiswa Kedokteran Korsel Akhiri Boikot Kelas Selama 17 Bulan

- Boikot massal terhadap kebijakan pemerintah
- Kurikulum pendidikan kedokteran menjadi sorotan
- Nasib 12 ribu dokter magang yang masih menolak kembali bekerja
Jakarta, IDN Times - Ribuan mahasiswa kedokteran Korea Selatan akan kembali ke kelas setelah 17 bulan memboikot perkuliahan, sebagai bentuk protes terhadap kebijakan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan sekolah kedokteran secara drastis.
Kabar ini dikonfirmasi oleh Asosiasi Medis Korea pada Senin (14/7/2025), menandai titik balik penting dalam kebuntuan berkepanjangan yang juga melibatkan aksi mogok para dokter muda.
“Para mahasiswa telah setuju untuk kembali ke sekolah,” ujar juru bicara Asosiasi Medis Korea, seraya menambahkan bahwa jadwal kepulangan mahasiswa diserahkan pada masing-masing fakultas kedokteran, dikutip dari CNA.
1. Alasan di balik boikot massal

Sebagai informasi, boikot bermula awal tahun lalu ketika Presiden saat itu, Yoon Suk Yeol, mengusulkan peningkatan besar dalam jumlah penerimaan sekolah kedokteran guna mengatasi kekurangan dokter di tengah populasi yang menua dengan cepat.
Namun, kebijakan tersebut memicu penolakan luas dari komunitas medis. Ribuan dokter muda mengundurkan diri dari rumah sakit, dan mahasiswa memilih meninggalkan bangku kuliah, mengakibatkan gangguan serius terhadap layanan kesehatan nasional.
Pemerintah kemudian melunak. Setelah pemakzulan Yoon akibat deklarasi darurat militernya yang kontroversial, Presiden baru Lee Jae-myung menawarkan pencabutan penuh kebijakan itu pada Maret 2025. Langkah ini diikuti dengan upaya meredakan ketegangan dan membangun kembali kepercayaan dengan tenaga medis.
2. Kurikulum pendidikan kedokteran di Korsel jadi sorotan

Menurut Asosiasi Mahasiswa Kedokteran Korea, keputusan untuk mengakhiri boikot diambil guna mencegah keruntuhan sistem medis. Sekitar 8.300 mahasiswa diperkirakan akan kembali, meski belum ada jadwal pasti yang diumumkan.
Dikutip dari ANN, jalan menuju normalisasi akademik masih penuh tantangan. Kurikulum kedokteran di Korea Selatan berjalan dalam siklus tahunan, dan banyak mahasiswa yang mundur dari semester lalu kini menghadapi status masa percobaan atau bahkan ancaman dikeluarkan. Kementerian Pendidikan mencatat hingga Mei, 46 mahasiswa terancam dikeluarkan.
Fakultas kedokteran harus menyusun ulang jadwal akademik agar dapat mengakomodasi mahasiswa yang kembali dengan tetap menjaga mutu pendidikan. Ketua Asosiasi Fakultas Kedokteran Korea, Lee Jong-tae, menyatakan bahwa revisi aturan akademik diperlukan untuk menghindari ketimpangan perlakuan di antara mahasiswa.
3. Dokter yang enggan kembali bertugas jadi persoalan

Sementara itu, kepulangan mahasiswa juga menyoroti nasib sekitar 12 ribu dokter magang yang masih menolak kembali bekerja. Meski ada indikasi positif dengan terpilihnya Han Sung-john, yang dikenal lebih terbuka terhadap dialog, sebagai ketua sementara Asosiasi Residen Intern Korea (KIRA), kepastian tentang kepulangan mereka masih belum tercapai.
KIRA mulai menjajaki syarat-syarat kepulangan, termasuk evaluasi reformasi layanan medis esensial dan jaminan kesinambungan pelatihan bagi dokter militer. Pada Senin, mereka dijadwalkan bertemu dengan anggota parlemen dari Partai Demokrat Korea, dan akan menggelar rapat umum pada 19 Juli untuk menentukan sikap negosiasi.
Namun, hasil survei internal menunjukkan bahwa lebih dari 70 persen dokter magang di bidang spesialisasi berat, seperti penyakit dalam dan bedah, masih enggan kembali karena khawatir terhadap tanggung jawab hukum dan rendahnya tingkat kompensasi.
Aliansi Organisasi Pasien Korea turut mengkritik kemungkinan adanya "tindakan preferensial" bagi mahasiswa dan dokter yang kembali belakangan, menyebutnya tidak adil bagi mereka yang lebih dulu kembali bertugas.