Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG_8273.jpeg
Wamenlu RI Arrmanatha Nasir. (IDN Times/Marcheilla Ariesta)

Intinya sih...

  • Pembahasan ISF di PBB jadi fokus utama

  • Mandat, stabilitas, dan jalur kemanusiaan

  • Posisi Indonesia dan rencana keterlibatan

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Indonesia menegaskan, fokus utama saat ini adalah perkembangan pembahasan International Stabilization Force (ISF) di Dewan Keamanan PBB. Wakil Menteri Luar Negeri, Arrmanatha Nasir, mengatakan pemerintah Indonesia saat ini masih menunggu arah resmi dari pemerintah Palestina sebelum mengambil langkah lanjutan terkait kehadiran pasukan internasional di Gaza.

Arrmanatha menekankan, berbagai isu yang beredar, termasuk mekanisme pengiriman bantuan maupun pembahasan pasukan internasional, belum dapat diputuskan tanpa permintaan dan persetujuan otoritas Palestina. Dia juga menegaskan, Indonesia belum menerima informasi detail mengenai pengaturan teknis apa pun.

Pemerintah Indonesia sempat menegaskan kesiapan berkontribusi pada upaya stabilisasi Gaza. Namun, langkah itu harus berada dalam kerangka resolusi yang jelas, mandat kuat, dan mekanisme sesuai dengan kesepakatan internasional.

Hingga kini, Indonesia memantau ketat dinamika di PBB, termasuk proses Konsultasi Dewan Keamanan PBB (UNSC) yang kini membahas peran ISF sebagai komponen pengamanan pascagencatan senjata.

1. Pembahasan ISF di PBB jadi fokus utama

Menlu Sugiono dalam pertemuan DK PBB membahas AI. (IDN Times/Marcheilla Ariesta)

Arrmanatha menjelaskan, Indonesia kini memusatkan perhatian pada pembahasan ISF yang tengah diproses di Dewan Keamanan PBB. Baginya, isu tersebut lebih mendesak ketimbang spekulasi mengenai skema lain yang belum memiliki dasar resmi.

"Ini kan sekarang sedang dibahas saat ini adalah bagaimana kami menjaga disarmament yang ada dan bagaimana sekarang sedang ada proses pembahasan resolusi di Dewan Keamanan PBB terkait dengan ISF, International Stabilization Force," ujarnya kepada IDN Times, Senin malam (17/11/2025).

Pembahasan ISF, dijelaskannya, berkaitan langsung dengan stabilitas keamanan Gaza setelah masa perang yang berkepanjangan sejak Oktober 2023. Karena itu, Indonesia memposisikan diri untuk mendukung proses yang menjamin perdamaian jangka panjang.

"Jadi, itu yang kami fokuskan sekarang. Lainnya kami tunggu apa yang diinginkan, diarahkan, oleh pemerintah Palestina," ujar Arrmanatha.

2. Mandat, stabilitas, dan jalur kemanusiaan

Arrmanatha menilai, keberadaan ISF pada akhirnya harus memastikan terjaminnya stabilitas kawasan serta perlindungan bagi penduduk Gaza. Baginya, aspek kemanusiaan dan rekonstruksi menjadi bagian tak terpisahkan dari mandat pasukan tersebut.

"Harapannya itu berdampak, menjadi terus menjaga stabilitas, menjaga perdamaian, menjaga gencatan senjata. Sehingga proses perdamaian dapat terus berlangsung di Gaza," kata Arrmanatha.

Dia menyatakan, jalur bantuan kemanusiaan menjadi elemen penting lain yang harus dipastikan berfungsi. Stabilitas kawasan akan menentukan apakah rekonstruksi Gaza dapat berjalan tanpa hambatan.

Indonesia, ditekankan Arrmanatha, menyambut langkah-langkah yang menguatkan akses terhadap humanitarian aid serta rebuilding efforts, yang selama ini menjadi bagian besar dari aspirasi masyarakat internasional.

3. Posisi Indonesia dan rencana keterlibatan

Presiden RI Prabowo Subianto berpidato di PBB (IDN Times/Marcheilla Ariesta)

Pernyataan Arrmanatha hadir di tengah meningkatnya perhatian global terhadap kemungkinan pembentukan pasukan internasional pascagencatan senjata. Pemerintah Indonesia telah menyatakan kesiapan memberikan kontribusi signifikan jika ISF benar-benar terbentuk.

Sebelumnya, Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menyatakan kesiapannya mengirim hingga 2.000 personel pasukan penjaga perdamaian sebagai bagian dari misi internasional bila dibentuk oleh PBB. Dia menekankan kontribusi itu adalah wujud komitmen Indonesia terhadap perdamaian dunia.

Namun Arrmanatha menegaskan, keputusan akhir tetap membutuhkan permintaan resmi dari Palestina serta kesepakatan negara kawasan. Karena itu, Indonesia menempatkan diri lebih berhati-hati, siap berkontribusi, tetapi mengutamakan mandat internasional dan legitimasi politik dari pihak yang berhak.

Editorial Team