Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi warga Palestina di Gaza (pixabay.com/hosnysalah)
ilustrasi warga Palestina di Gaza (pixabay.com/hosnysalah)

Intinya sih...

  • Puluhan keluarga Palestina di Gaza tinggal di tenda sementara setelah serangan Israel, menyebabkan kekurangan air bersih, makanan, dan infeksi kulit pada anak-anak.
  • Krisis limbah di Gaza diperparah oleh serangan Israel yang menghancurkan infrastruktur pembuangan sampah, menciptakan tempat berkembang biak bagi penyakit.
  • Situasi semakin tidak terkendali dengan akses terhalang ke tempat pembuangan sampah utama, menimbulkan ancaman bencana lingkungan dan kesehatan yang lebih luas.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Di sekitar tempat pembuangan sampah di pusat Kota Gaza, puluhan keluarga Palestina dilaporkan mendirikan tenda-tenda tipis sebagai tempat tinggal sementara. Mereka tidak punya tempat lain untuk mengungsi setelah Israel melanjutkan serangan besar-besaran ke Jalur Gaza pada 18 Maret 2025.

“Air bersih tidak ada, makanan tidak cukup, lalat dan tikus ada dimana-mana,” kata Eman Awad, ibu empat anak yang melarikan diri dari Beit Lahia setelah desanya dibom, kepada The New Arab.

Anak-anaknya kini menderita ruam kulit dan gangguan pernapasan. Putrinya yang paling kecil juga sering terbangun karena batuk. 

“Saya tidak bisa tidur di malam hari karena takut digigit tikus atau serangga. Anak saya menggaruk kulitnya hingga berdarah. Saya merasa seperti dihukum atas sesuatu yang tidak saya lakukan," tambah Awad.

1. Banyak warga alami infeksi kulit

Di tenda lainnya, Nisreen al-Kahlout duduk di tanah di samping putranya yang berusia 7 tahun. Bocah itu menggaruk kulitnya yang meradang, dengan tubuhnya dipenuhi bentol merah.

“Sebelum perang, kami menjalani kehidupan yang stabil di Beit Hanoun. Kami tinggal di sisa-sisa rumah kami setelah pengeboman sebelumnya, tetapi setidaknya itu masih rumah,” kata Nisreen.

Namun, rasa aman itu lenyap dalam semalam ketika militer Israel membombardir desa mereka secara tib-tiba. Nisreen dan keluarganya pun terpaksa melarikan diri di tengah serangan dengan hanya membawa beberapa lembar pakaian.

Sejak tiba di tempat pembuangan sampah ini, suami dan anak-anaknya telah mengalami infeksi kulit yang parah.

“Lalat tak henti-hentinya. Tikus keluar di malam hari dan merangkak ke dalam tenda. Kami tidak bisa tidur karena banyaknya tikus, serangga, dan suara pesawat tempur yang terus-menerus terdengar di atas,” tuturnya

2. Krisis limbah makin parah akibat hancurnya infrastruktur

Krisis limbah di Gaza sudah terjadi sebelum perang, namun kehancuran infrastruktur akibat serangan Israel telah mendorong krisis ini ke tingkat bencana. Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), serangan Israel terhadap jaringan pembuangan limbah dan fasilitas pengolahan sampah telah menyebabkan runtuhnya ekosistem Gaza yang sudah rapuh.

Penutupan jalan dan pos pemeriksaan militer Israel menghalangi akses ke dua tempat pembuangan akhir utama di Gaza. Akibatnya, otoritas setempat terpaksa membuat tempat pembuangan sementara di dekat permukiman warga, yang lambat laun berubah menjadi sarang penyakit.

“Tempat pembuangan sampah di sebelah lokasi para pengungsi ini mengandung sekitar setengah ton limbah padat yang terkontaminasi bahan berbahaya, termasuk limbah medis, plastik, dan bahan kimia industri. Kondisi ini menciptakan tempat berkembang biak yang ideal bagi tikus dan nyamuk, sehingga meningkatkan risiko penyebaran penyakit,” demikian laporan PBB.

3. Anak-anak dan perempuan rentan terhadap masalah kesehatan akibat limbah

Bencana lingkungan di Jalur Gaza menjadi semakin parah akibat perang dan blokade. Hosni Muhanna, Direktur Hubungan Masyarakat Kota Gaza, memperingatkan bahwa situasi semakin tidak terkendali.

"Kami memiliki tiga tempat pembuangan akhir utama: Juhor al-Dik di pusat, Jabalia Timur di utara, dan Tel al-Zaatar di selatan. Namun, semuanya kini hampir tidak dapat diakses akibat operasi militer Israel. Kami telah berusaha mencari solusi alternatif, tetapi perang membuatnya mustahil," ungkapnya.

Selain tidak higienis, tumpukan sampah ini juga mematikan. Muhanna menjelaskan bahwa limbah medis dan pembakaran plastik melepaskan gas beracun yang dapat memicu masalah pernapasan dan infeksi kulit, terutama pada anak-anak dan perempuan.

Ia pun mendesak intervensi darurat agar krisis ini tidak berkembang menjadi bencana lingkungan dan kesehatan yang lebih luas.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team