AS Capai Rekor Angka Fertilitas Terendah pada 2024

Jakarta, IDN Times - Centers for Disease and Prevention (CDC) mengumumkan, angka fertilitas di Amerika Serikat (AS) mencapai rekor terendah baru pada Kamis (24/7/2025). Pada 2024, angka fertilitas di AS berada di bawah 1,6 anak per perempuan.
Angka ini menjadi sinyal bagi pemerintah AS untuk mencegah krisis demografi. Padahal, AS selama ini dipandang sebagai salah satu negara maju yang mampu mempertahankan angka fertilitas di angka 2,1 per perempuan. Temuan ini membuat angka fertilitas di AS hampir menyamai negara-negara Eropa Barat.
1. Sudah ada beberapa program pencegahan penurunan fertilitas
Pemerintahan Presiden AS, Donald Trump, sudah merespons penurunan angka fertilitas di AS dengan sejumlah program. Salah satunya menurunkan biaya in vitro fertilization (IVF) atau bayi tabung.
Selain itu, pemerintah juga sudah mengusulkan ide baby bonuses yang bertujuan meningkatkan jumlah keluarga. Kebijakan ini dengan memberikan insentif kepada perempuan sebesar 5 ribu dolar AS (Rp81,6 juta) setelah melahirkan, dilansir The Hill.
Namun, sejumlah pakar demografi menilai kebijakan baby bonuses tidak akan mendongkrak angka kelahiran. Sudah ada penerapan kebijakan yang sama di luar negeri yang tidak berdampak besar.
2. Pakar demografi dorong kebijakan yang lebih komprehensif
Kepala Population Center di Universitas North Carolina, Karen Guzzo, mengutarakan bahwa kebijakan yang dilakukan pemerintah AS saat ini tidak menyelesaikan struktur yang dalam.
“Banyak pemuda yang tidak siap berkeluarga karena ketidakjelasan finansial, kurangnya sistem dukungan, dan memilih menikah terlambat. Mereka khawatir untuk memiliki anak. Angka kelahiran beberapa kelompok usia tidak membaik,” terangnya, dikutip Newsweek.
Di sisi lain, peneliti kependudukan di Universitas Colorado Boulder, Leslie Root mengatakan adanya penundaan fertilitas di AS saat ini. Menurutnya, penduduk di AS masih tumbuh secara alami meski mengalami penurunan yang didorong oleh imigrasi.
Berdasarkan laporan terbaru, angka kelahiran di AS mengalami kenaikan 1 persen atau terdapat 33 ribu bayi yang lahir pada 2024. Namun, jumlah ini belum menunjukkan tingginya angka kelahiran.
3. Khawatir penurunan ekonomi imbas anjloknya kelahiran

Penurunan jumlah penduduk imbas turunnya angka kelahiran juga dikhawatirkan berdampak pada ekonomi. Semakin sedikit penduduk usia muda maka semakin sedikit kontribusi pada pertumbuhan ekonomi.
Kondisi ini akan berimplikasi pada sedikitnya populasi pebisnis maupun pekerja untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Alhasil, kondisi ekonomi tidak akan dapat menyamai level generasi sebelumnya.
Melansir CBS News, profesor dari Universitas New Hampshire, Ken Johnson mengatakan, fenomena ini disebut sebagai demographic cliff. Kondisi ini terjadi di mana populasi pemuda terus menurun.
Johnson menerangkan, akan ada jarak yang cukup besar setelah penurunan angka kelahiran di AS pertama pada 2008. Belum lagi, kebutuhan penduduk muda yang harus menanggung generasi tua untuk mempertahankan sistem jaminan sosial.