Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi bendera Korea Selatan. (pexels.com/byunghyun lee)
Ilustrasi bendera Korea Selatan. (pexels.com/byunghyun lee)

Jakarta, IDN Times - Pemimpin Oposisi Korea Selatan (Korsel), Lee Jae-myung, menyerukan kepada Korsel dan Korea Utara (Korut) untuk menghentikan serangkaian tindakan pembalasan. Hal ini termasuk siaran pengeras suara ke arah Korut dan kampanye balon sampah Pyongyang.

"Apa yang dimulai sebagai selebaran pada akhirnya dapat meningkat menjadi perang lokal atau perang. Kita harus menghentikan permainan ayam yang kekanak-kanakan ini, di mana Pyongyang dan Seoul sama-sama kalah," ungkapnya dalam pertemuan Dewan Tertinggi, dikutip dari Yonhap, pada Senin (10/6/2024).

1. Siaran pengeras suara Korsel ke arah Korut merupakan perang psikologis

Pada Minggu, Kepala Staf Gabungan (JCS) Korsel mengumumkan dimulainya kembali operasi perang psikologis, di dekat zona demiliterisasi (DMZ) antara kedua negara. Melalui pengeras suara, pihak militer memutarkan 'Voice of Freedom', sebuah program radio yang diproduksi oleh unit perang psikologis Kementerian Pertahanan Korsel.

"Sepenuhnya bergantung pada Korut, apakah operasi pengeras suara tambahan akan dilakukan di DMZ. Korut bertanggung jawab atas situasi saat ini," kata JCS, dikutip dari KBS World.

Selain itu, siaran Korsel memuat berita dunia dan informasi tentang masyarakat demokratis dan kapitalis dengan perpaduan musik K-pop. Suara tersebut diyakini menyebar lebih dari 20 km ke Korut.

2. Siaran propaganda Korsel ke Korut sempat dihentikan pada 2018

Ilustrasi bendera Korea Utara (kiri) dan bendera Korea Selatan (kanan). (pixabay.com/www_slon_pics)

Untuk pertama kalinya dalam enam tahun, Seoul melanjutkan siaran propaganda melalui pengeras suara di dekat perbatasan antar-Korea. Ini merupakan pembalasan terhadap peluncuran hampir 1.000 balon Korut yang membawa sampah ke Korsel sejak akhir Mei.

Siaran tersebut dimulai setelah Presiden Korsel Yoon Suk Yeol pekan lalu, mendukung mosi untuk sepenuhnya menangguhkan pakta militer 2018 yang bertujuan mengurangi ketegangan di Semenanjung Korea.

Pyongyang mengklaim bahwa balon-balon tersebut merupakan pembalasan atas selebaran anti-Korut yang diterbangkan oleh aktivis Korsel sebagai bagian dari kampanye propaganda.

Korut telah menunjukkan beberapa reaksi marah terhadap kampanye selebaran dan siaran pengeras suara, yang sebelumnya mengancam akan melakukan serangan artileri terhadap unit pengeras suara kecuali jika dimatikan.

3. Ini peringatan Korut terhadap Korsel

Pada Sabtu malam dan Minggu pagi, Korut dilaporkan meluncurkan lebih dari 300 balon, kendati ada peringatan berulang kali dari Korsel. Balon terbaru itu berisi limbah yang memuat kertas bekas dan plastik. Sejauh ini, tidak ada bahan beracun yang terdeteksi.

Kim Yo Jong, adik perempuan pemimpin Korut Kim Jong Un, telah memperingatkan akan ada tanggapan baru terhadap Seoul, jika terus menyiarkan melalui pengeras suara dan menyebarkan selebaran di tengah ketegangan yang memuncak.

"Jika Korsel secara bersamaan melakukan penyebaran selebaran dan provokasi yang menyiarkan melalui pengeras suara melintasi perbatasan, mereka pasti akan menyaksikan tindakan balasan baru dari Korut," ujarnya, dikutip dari Reuters.

Salah satu juru bicara utama rezim Kim Yo Jong mengatakan, kampanye balon terbaru Korea Utara direncanakan berakhir pada 9 Juni. Namun, dengan dimulainya kembali siaran melalui pengeras suara, situasinya telah berubah, dikutip dari The Straits Times.

Dalam beberapa tahun terakhir, hubungan antara kedua Korea ini berada pada titik terendah. Serta, dalam beberapa minggu terakhir keduanya telah terlibat dalam kampanye saling balas peluncuran balon. Melihat hal ini, para analis memperingatkan bahwa siklus yang meningkat ini dapat berakhir dengan bentrokan militer yang sebenarnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team