Palestina Peringati Hari Nakba dengan Kunci, Apa Artinya?

- Setiap tahun, warga Palestina memperingati Hari Nakba, hari di mana mereka diusir otoritas Israel dari rumah masing-masing pada 14 Mei 1948.
- Hari Nakba diperingati dengan demonstrasi dan memegang kunci rumah mereka yang dulu.
- Istilah Hari Nakba dibuat pada 1998 oleh pemimpin Palestina saat itu, Yasser Arafat.
Jakarta, IDN Times - Setiap tahun, warga Palestina memperingati Hari Nakba, yaitu hari di mana mereka diusir dari rumah sendiri setelah Israel meneriakkan kemerdekaannya. Kemerdekaan itu diterima Israel usai memperoleh mandat dari Inggris untuk mendirikan negara Yahudi di Palestina pada 14 Mei 1948.
Israel mendeklarasikan negaranya yang kemudian memicu perang Arab-Israel pertama.
Melansir Al Jazeera, Kamis (16/5/2024), peristiwa pengusiran ini disebut Nakba, memiliki arti malapetakan dalam Bahasa Arab. Kala itu, lebih dari 700 ribu warga Palestina diusir dari tempat tinggal mereka yang kini menjadi wilayah Israel.
Warga Palestina juga berdemonstrasi setiap Hari Nakba sambil memegang kunci rumah mereka dulu. Mereka diusir dan tidak pernah bisa kembali sampai hari ini.
Mereka masih menyimpan kunci rumah dari 76 tahun yang lalu lantaran masih ada harapan untuk kembali. Kunci ini adalah simbol dari rumah mereka, meski tak diketahui apakah kediaman itu masih ada atau sudah hancur.
Di Hari Nakba ini, warga Palestina menuduh tentara Israel mengusir mereka, tetapi otoritas Israel mengelak. Israel menyebut negara-negara Arab yang meminta warga Palestina untuk meninggalkan tanah dan rumah mereka agar tidak terkena efek perang.
1. Nakba sebagai hari hilangnya tanah Palestina
Istilah Hari Nakba dibuat pada 1998 oleh pemimpin Palestina saat itu, Yasser Arafat. Ia menetapkan tanggal tersebut sebagai hari resmi peringatan hilangnya Tanah Air Palestina.
Sebagian besar warga Palestina menjadi pengungsi tanpa kewarganegaraan di Jalur Gaza, Tepi Barat, dan negara-negara tetangga. Hanya sebagian kecil yang pindah lebih jauh ke luar negeri.
Hingga saat ini, hanya sebagian kecil dari generasi penerus Palestina yang mengajukan atau menerima kewarganegaraan lain. Akibatnya, sebagian besar dari sekitar 6,2 juta warga Palestina di Timur Tengah masih tidak memiliki kewarganegaraan hingga generasi ketiga atau keempat.
2. Warga Palestina punya hak untuk kembali ke tanah airnya

Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), pada 2022, memberikan bantuan dan mengoperasikan ratusan sekolah dan fasilitas kesehatan untuk 2,3 juta pengungsi Palestina di Yordania, 1,5 juta pengungsi di Gaza, 870 ribu pengungsi di Tepi Barat yang diduduki, 570 ribu pengungsi di Suriah, dan 480 ribu pengungsi di Lebanon.
Kamp terbesar di masing-masing negara adalah Baqa’a di Yordania, Jabalia di Gaza, Jenin di Tepi Barat yang diduduki, Yarmouk di Suriah, Eand di El Hilweh di Lebanon.
Menurut hukum internasional, pengungsi mempunyai hak untuk kembali ke rumah dan punya hak atas harta benda yang dijarah. Banyak warga Palestina yang masih berharap untuk kembali ke negaranya.
3. Serangan di Gaza dianggap sebagai 'Nakba kedua'

Sementara itu, warga Palestina menganggap serangan demi serangan Israel ke Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 sebagai Nakba kedua. Bagaimana tidak, mereka diusir dari utara Gaza oleh tentara Zionis yang berdalih memburu pejuang Hamas.
Menggeser para warga Palestina ke tengah hingga ke selatan Gaza. Namun sekarang militer Israel mulai memasuki Kota Rafah yang berada di ujung selatan Gaza di mana ada sekitar lebih dari 1 juta pengungsi Palestina tinggal di sana, dengan alasan ingin memburu Hamas sampai habis.