Penikam Salman Rushdie Dijatuhi Hukuman 25 Tahun Penjara

Jakarta, IDN Times - Hadi Matar dijatuhi hukuman 25 tahun penjara atas percobaan pembunuhan penulis terkenal Salman Rushdie. Vonis maksimum ini dijatuhkan pada Jumat (16/5/2025) di pengadilan Chautauqua County, New York, Amerika Serikat.
Lelaki berusia 27 tahun itu juga menerima hukuman tambahan 7 tahun penjara karena menyerang Henry Reese, orang yang akan mewawancarai Rushdie saat insiden terjadi. Kedua hukuman ini akan dijalani secara bersamaan karena serangan terjadi pada waktu yang sama.
Serangan ini terjadi pada Agustus 2022 ketika Rushdie akan memberikan ceramah tentang kebebasan berekspresi di Chautauqua Institution. Rushdie dikenal sebagai penulis novel "The Satanic Verses" (1988) yang kontroversial.
1. Hakim menilai serangan mengancam kebebasan berekspresi
Persidangan berlangsung kurang dari dua minggu di kota kecil Mayville, sekitar satu jam selatan Buffalo. Jaksa memanggil beberapa saksi termasuk Rushdie sendiri, sementara pihak pembela tidak memanggil saksi.
Juri hanya membutuhkan waktu kurang dari dua jam untuk memutuskan Matar bersalah pada 21 Februari 2025. Saat sidang vonis, Hakim David W. Foley menyatakan bahwa serangan Matar bukan hanya terhadap seorang individu tapi juga terhadap kebebasan berekspresi.
"Serangan ini menyentuh inti dari apa yang menjadi pendirian negara kita. Hukuman 25 tahun diperlukan untuk mencegah Matar melakukan serangan tambahan, baik terhadap Rushdie atau orang lain," ujar Hakim Foley, dilansir NYT.
Tim pembela Matar, yang dipimpin Nathaniel Barone, telah mendesak pengadilan untuk hukuman lebih ringan yakni 12 tahun penjara. Mereka beralasan klien mereka tidak memiliki catatan kriminal sebelumnya dan masih berusia 24 tahun saat kejadian. Matar berencana mengajukan banding atas putusan tersebut.
2. Rushdie alami kebutaan akibat serangan
Rushdie bersaksi di awal persidangan. Dia mengaku ditikam dan disayat belasan kali sebelum pengunjung menarik Matar darinya. Penulis itu mengalami luka parah termasuk kebutaan permanen pada satu mata, kerusakan hati, dan kelumpuhan pada tangannya akibat kerusakan saraf.
Jaksa Jason Schmidt mengungkapkan bahwa serangan tersebut meninggalkan trauma mendalam bagi Rushdie. Penulis tersebut mengaku masih sering mengalami mimpi buruk tentang kejadian mengerikan itu.
"Dia masih trauma dan sering mengalami mimpi buruk tentang kejadian itu. Serangan ini sungguh berdampak buruk bagi Rushdie yang baru mulai bisa hidup normal di masa tuanya setelah bertahun-tahun harus bersembunyi," kata Schmidt, dilansir dari Al Jazeera.
Rushdie telah menuangkan pengalamannya dari serangan tersebut ke dalam sebuah memoar berjudul "Knife: Meditations After an Attempted Murder". Rushdie diketahui lahir di India dari keluarga Muslim dan mengidentifikasi dirinya sebagai seorang ateis.
3. Matar juga hadapi dakwaan terorisme
Selain tuntutan pidana, Matar juga menghadapi tiga dakwaan federal terkait terorisme di AS. Dakwaan tersebut meliputi memberikan dukungan material kepada teroris dan melakukan terorisme lintas negara.
Mantan Jaksa Agung AS, Merrick Garland, menyatakan bahwa serangan tersebut merupakan aksi terorisme atas nama Hizbullah, organisasi yang diduga terkait dengan rezim Iran. Namun, Iran telah membantah keterlibatan dalam serangan Matar terhadap Rushdie.
Sebelum vonis dijatuhkan, Matar sempat berbicara singkat di pengadilan.
"Salman Rushdie tidak menghormati orang lain. Dia ingin menjadi seorang bully, dia ingin merundung orang lain. Saya tidak setuju dengan itu," tutur Matar, dilansir BBC.
Novel Rushdie "The Satanic Verses" (1988) dianggap kontroversial oleh sebagian umat Muslim karena penggambaran fiksi Nabi Muhammad. Pada 1989, pemimpin tertinggi Iran mengeluarkan fatwa menentang Rushdie, menyerukan kematiannya. Fatwa ini memaksa Rushdie bersembunyi selama bertahun-tahun.