Presiden Palestina: Hamas Tak Boleh Lagi Memerintah Gaza

- Abbas ingin hanya ada satu pemerintahan di Palestina
- Ia juga mengusulkan konferensi perdamaian internasional di New York.
- Perpecahan antara Fatas dan Hamas telah berlangsung hampir dua dekade, dimulai dari peristiwa saat Hamas mengambil alih kendali Gaza dari Fatah pada 2007.
Jakarta, IDN Times - Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyatakan Hamas tidak akan memerintah Jalur Gaza lagi setelah perang berakhir. Pernyataan ini disampaikannya saat bertemu mantan Perdana Menteri (PM) Inggris, Tony Blair, di Amman, Yordania, pada Minggu (14/7/2025).
Ia menuntut Hamas menyerahkan seluruh senjatanya kepada Otoritas Palestina (PA). Hamas juga diminta untuk berpolitik di bawah naungan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), yang diakui secara internasional.
Menurut Abbas, solusi konflik satu-satunya adalah penarikan total pasukan Israel dari Gaza agar PA dapat mengambil alih pemerintahan. Pengambilalihan tersebut memerlukan dukungan dari komunitas Arab dan internasional.
1. Abbas ingin hanya ada satu pemerintahan di Palestina
Abbas juga menyuarakan kembali seruan kemanusiaan untuk gencatan senjata segera di Gaza. Ia mendesak agar semua penyeberangan dibuka untuk melancarkan aliran bantuan bagi warga sipil.
Sebagai langkah menuju solusi damai, Abbas mengusulkan penyelenggaraan konferensi perdamaian internasional di New York. Konferensi ini bertujuan membahas implementasi solusi dua negara berdasarkan inisiatif perdamaian Arab.
Menurutnya, Palestina harus berada di bawah satu otoritas.
"Hamas harus terlibat dalam kegiatan politik sesuai program PLO dan legitimasi internasional. Harus ada satu rezim dan satu senjata yang sah di Jalur Gaza," kata Abbas, dilansir The New Arab.
2. Fatah dan Hamas sudah lama berkonflik
Perpecahan antara Fatas dan Hamas sendiri telah berlangsung hampir dua dekade. Konflik memuncak pada 2007 saat Hamas mengambil alih kendali Gaza dari Fatah.
Perebutan kekuasaan itu terjadi setahun setelah Hamas memenangkan pemilu legislatif pada 2006. Kemenangan tersebut memicu ketegangan yang berujung pada bentrokan bersenjata antara kedua faksi.
Hingga kini, Hamas dan Jihad Islam masih beroperasi di luar kerangka PLO. Kedua kelompok tersebut menolak seruan untuk bergabung dengan PLO yang kerap dianggap sebagai perwakilan sah rakyat Palestina.
Di sisi lain, Otoritas Palestina sendiri menghadapi tantangan legitimasi. Sejumlah laporan dan jajak pendapat menyebut pemerintahan Abbas tidak populer dan diwarnai isu korupsi.
3. Israel tidak suka rencana Abbas
Sebelumnya, visi seperti yang diajukan Abbas ini pernah ditolak oleh pemerintah Israel. PM Benjamin Netanyahu telah menyampingkan gagasan terkait peran PA dalam pemerintahan Gaza.
Sikap Netanyahu didukung oleh mitra koalisi sayap kanannya. Para politisi tersebut justru mendorong pendirian kembali pemukiman Israel di wilayah Gaza, dilansir Times of Israel.
Sementara itu, Presiden AS Donald Trump menyiratkan adanya perkembangan dalam negosiasi Hamas-Israel. Ia menyebut kesepakatan gencatan senjata mungkin dapat tercapai dalam waktu sepekan.
Negara-negara Arab seperti Mesir juga telah mengajukan inisiatif terpisah untuk mencari jalan keluar dari konflik ini. Rencana tersebut mencakup pembentukan komite teknokrat di bawah naungan PA untuk mengawasi rekonstruksi Gaza, dilansir Middle East Eye.