Ditengah Protes Anti-Prancis, Pakistan Blokir Sosial Media

Prancis desak warganya untuk meninggalkan Pakistan 

Islamabad, IDN Times - Pemerintah Pakistan melakukan pemblokiran terhadap media sosial yang beroperasi di negaranya. Hampir semua media sosial, yakni Twitter, Facebook, WhatsApp, Telegram dan YouTube tidak dapat dibuka selama beberapa jam pada hari Jumat (16/4).

Keputusan itu dilakukan oleh Pakistan karena protes kelompok sayap kanan di negara tersebut yang belum surut, khususnya di daerah Lahore timur. Media sosial dikhawatirkan menjadi media yang akan digunakan untuk menyebarkan propaganda protes.

Sejak hari Selasa (13/4), Pakistan diguncang demonstrasi besar dari pendukung sayap kanan. Mereka memprotes agar pemimpin mereka yang bernama Saad Hussain Rizvi dibebaskan. Rizvi ditangkap pada hari Senin (12/4). Dia adalah putra pendiri Tehreek-e-Labbaik Pakistan (TLP), partai politik sayap kanan Pakistan.

1. Media sosial diblokir agar tidak digunakan untuk mengganggu stabilitas

Demonstrasi besar yang melanda kota-kota besar di Pakistan terjadi. Para demonstran berasal dari pendukung partai kelompok sayap kanan, TLP. Selama demonstrasi sejak hari Selasa, banyak jalan raya yang diblokir oleh peserta demonstran, termasuk jalan menuju ibukota Islamabad.

Melansir dari laman Deutsche Welle, protes tersebut selain menuntut pembebasan pemimpin sayap kanan, massa juga menuntut pengusiran duta besar Prancis terkait pernyataan Emmanuel Macron tahun lalu yang dinilai menyinggung umat Islam.

Departemen Dalam Negeri mengarahkan Otoritas Telekomunikasi Pakistan untuk memblokir media sosial. Pejabat terkait mengatakan bahwa "media sosial telah diblokir selama beberapa jam sehingga pemrotes tidak dapat menggunakannya selama sholat Jum'at." Pemblokiran dilakukan selama empat jam.

Selama demonstrasi yang berlangsung sejak hari Selasa, empat polisi dilaporkan tewas dan ratusan lainnya terluka. Dari pihak demonstran, tiga orang dikabarkan tewas karena terlibat bentrok dengan petugas keamanan.

2. Pernyataan Saad Rizvi yang menyerukan pendukung untuk mundur

Baca Juga: Pakistan Hukum Mati 2 Pelaku Pemerkosaan

Demonstrasi yang dilakukan oleh pendukung kelompok sayap kanan itu pertama kali dilakukan tahun lalu pada bulan November. Mereka menuntut pemerintah Pakistan mengusir duta besar Prancis dan melakukan boikot terhadap produk Prancis. Pemerintah menanggapi akan membicarakan masalah tersebut dengan parlemen.

Tak lama setelah demonstrasi November, pemimpin TLP yang bernama Khadim Hussain Rizvi meninggal. Kepemimpinan dilanjutkan oleh putranya yang bernama Saad Hussain Rizvi.

Saad Rizvi dikabarkan menyerukan unjuk rasa kembali untuk menuntut pengusiran dubes Prancis yang menurut klaim, akan diusir sebelum tanggal 20 April. Namun dengan alasan ketertiban hukum, Saad Rizvi kemudian ditangkap.

Penangkapan itu justru memicu protes besar yang akhirnya berujung ricuh serta bentrok antara demonstran dengan petugas keamanan.

Melansir dari laman Associated Press, pemerintah Pakistan merilis pernyataan yang disebutkan, ditulis tangan oleh Saad Rizvi. Pernyataan tersebut berisi seruan agar pendukung membubarkan diri secara damai dan mundur.

Foto pernyataan yang diklaim ditulis oleh Saad Rizvi itu diunggah oleh penasihat Perdana Menteri. Meski begitu, baik Rizvi maupun pemimpin partai TLP lainnya tidak bersedia memberikan permintaan komentar.

Polisi saat ini akan menuntut Saad Rizvi dengan tuduhan menghasut yang menyebabkan kerusuhan dan membuat petugas polisi meninggal. 

3. Prancis desak warganya untuk meninggalkan Pakistan

Demonstrasi di Pakistan selama hampir satu minggu tersebut menjadi demonstrasi anti-Prancis. Karena itu, Prancis kemudian mendesak warganya yang berada di Pakistan untuk meninggalkan negara tersebut.

Menurut informasi yang diwartakan oleh BBC, Kedutaan Besar Prancis di Pakistan mengatakan pada hari Kamis (15/4) bahwa demonstrasi meningkat di seluruh negeri (Pakistan).

Kedubes Prancis kemudian menilai karena ancaman serius terhadap kepentingan Prancis di Pakistan, "warga negara Prancis disarankan untuk meninggalkan negara itu melalui maskapai penerbangan komersial yang ada."

Pada Oktober tahun lalu, Presiden Emmanuel Macron mendukung kebebasan berekspresi terkait pemuatan karikatur Nabi Muhammad oleh majalah satir Charlie Hebdo. Argumen Macron membuat hampir semua negara dengan mayoritas Muslim marah dan ramai-ramai melakukan boikot.

Imran Khan yang menjabat sebagai Perdana Menteri Pakistan juga ikut mengkritik Emmanuel Macron. Namun menurutnya belum ada kesepakatan yang dibuat terkait boikot produk Prancis yang dituntut oleh pendukung partai sayap kanan Pakistan.

Baca Juga: India-Pakistan Sepakati Pengawasan 'Ketat' Gencatan Senjata Kashmir

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya