Muslim Ukraina Hadapi Ramadan yang Sulit di Tengah Serangan Rusia

Muslim Chechnya dan Tatar membantu perjuangan Ukraina 

Jakarta, IDN Times - Penduduk muslim di Ukraina tidak banyak, tapi ikut membentuk populasi keragaman agama di negara tersebut. Sejak Rusia melancarkan invasi ke Ukraina, umat muslim Ukraina sudah memiliki kekhawatiran tentang perang yang menyengsarakan.

Kini setelah lebih dari satu bulan invasi Rusia, ummat muslim Ukraina memasuki bulan suci Ramadan. Dalam pertempuran yang belum diketahui kapan berakhir, ummat muslim Ukraina menghadapi Ramadan dengan desing peluru dan bombardir pasukan Moskow.

Sebagian besar populasi muslim Ukraina dibentuk oleh etnis Tatar Krimea. Selain itu, warga keturunan Turki juga turut membentuk populasi masyarakat Islam di negara tersebut. Kini, mereka harus menyesuaikan diri dalam menjalani Ramadan ketika perang terus berkecamuk.

Baca Juga: Amerika Batal Uji Coba Rudal di Tengah Riuh Konflik Rusia-Ukraina

1. Muslim Ukraina membutuhkan dukungan

Muslim Ukraina Hadapi Ramadan yang Sulit di Tengah Serangan Rusiailustrasi (Pexels.com/Thirdman)

Lima minggu setelah Rusia menyerang Ukraina, lebih dari 10 juta penduduk telah meninggalkan rumah mereka. Sekitar empat juta orang mengungsi ke luar negeri. Mereka yang mengungsi, termasuk ummat Islam Ukraina.

Berdasarkan agama, populasi Ukraina didominasi oleh Kristen Ortodoks. Penduduk muslim hanya sebagian kecil, membentuk sekitar satu persen populasi. Akan tetapi dengan perang yang terjadi saat ini di Ukraina, mereka harus menghadapi Ramadan di waktu yang sulit.

Menurut Niyara Mamutova, ketua Liga Muslim Ukraina, dikutip dari Al Jazeera, dia mengatakan "banyak muslim pergi (mengungsi) ke luar negeri dan mereka yang masih di Ukraina membutuhkan dukungan."

Mamutova adalah keturunan Tatar Krimea yang tinggal di Zaporizhzhia, kota sebelah barat daya Mariupol yang terus dikepung Rusia. Dia terpaksa harus mengungsi ke Ukraina barat, tepatnya di kota Chernivtsi, dekat Rumania.

Baca Juga: Ukraina Klaim Berhasil Merebut Seluruh Kota-Desa Kecil di Sekitar Kiev

2. Muslim Ukraina saling berbagi dalam menjalani Ramadan di tengah serangan Rusia

Invasi Rusia ke Ukraina telah memiliki dampak yang luas khususnya di negara-negara Afrika dan Timur Tengah yang didominasi ummat Islam. Itu karena negara-negara tersebut memiliki ketergantungan terhadap produk gandum yang diimpor dari Ukraina atau Rusia. Kenaikan harga bahan pokok telah membuat penduduk muslim harus menghemat dalam Ramadan kali ini.

Di Jalur Gaza, penduduk di sana yang telah menderita karena pemblokiran Israel, juga menghadapi kenaikan pangan karena perang Ukraina-Rusia. Dikutip dari France24, "harga tinggi mempengaruhi dan merusak semangat Ramadan," kata Sabah Fatoum. Dia menjelaskan harga bahan konsumsi telah naik sebanyak 11 persen. 

Di Tunisia, Mohammad Malek, seorang sukarelawan yang aktif mengumpulkan sumbangan makanan ketika Ramadan, kali ini ia melihat suasana berubah. "Keranjang sumbangan kami biasanya penuh dalam satu jam, tetapi tahun ini tidak demikian," katanya.

Beberapa sukarelawan lain bahkan menyarankan agar mereka mencari makanan untuk diri mereka sendiri sebelum mencari makanan untuk memenuhi kebutuhan orang lain.

Jika negara-negara lain juga terdampak perang Ukraina-Rusia, di Ukraina sendiri tentu saja ummat muslim lebih menderita. Ramadan yang biasa meriah karena sajian makanan untuk buka puasa bersama, kini harus disesuaikan dengan keadaan.

Dilansir Al Jazeera, Mamutova menjelaskan sebelum perang, ada banyak jenis makanan yang disajikan dalam komunitas muslim yang beragam. Ada nasi biryani India, mantsev Palestina atau plov Uzbekistan.

"Sekarang kami tinggal bersembunyi saat mendengar sirene (tanda ada serangan). Kami tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Secara psikologis memang sulit. Sepertinya kami (merasa) telah 10 tahun sejak awal perang ini (dimulai)."

Isa Celebi, seorang penjual gorden dari Turki yang telah berada di Ukraina sejak 2010, menjelaskan akan berbagi persediaan makanannya dengan ummat muslim lainnya. Celebi mengatakan "perang sangat mempengaruhi kami dan kami berjuang untuk bertahan hidup. Tapi saya percaya kami akan melihat akhir, mungkin dalam satu tahun, mungkin dua, tetapi hari-hari baik akan kembali. Itu sebabnya saya tidak akan meninggalkan negara ini."

Baca Juga: Perundingan Rusia-Ukraina: Tuntutan Kiev dan Janji Deeskalasi Moskow

3. Muslim Chechnya dan Tatar membantu perjuangan Ukraina

Muslim Ukraina Hadapi Ramadan yang Sulit di Tengah Serangan Rusiailustrasi tentara Ukraina (Twitter.com/Defence of Ukraine)

Perang Rusia di Ukraina juga melibatkan umat muslim. Etnis Chechen dari Chechnya, disebut terdiri dari ribuan orang yang dikerahkan untuk membantu tentara Rusia. Ramzan Kadyrov, pemimpin Chechnya, disebut ikut datang ke Ukraina.

Meski begitu, ada juga orang Chechen penduduk Ukraina yang membela dan mempertahankan negara itu. Dilansir Deutsche Welle, Adam Osmayev, pemimpin Chechnya di Ukraina, mengatakan agar tidak percaya Kadyrov. Menurutnya, "mereka adalah pengkhianat, boneka Rusia."

Sambil berdiri memegang pistol dan mengenakan topeng, Osmayev dalam sebuah video mengatakan "orang-orang Chechen sejati berdiri bersamamu, berdarah-darah bersamamu, seperti yang mereka lakukan dalam delapan tahun terakhir." Ini merujuk perjuangan etnis Chechnya dalam bersatu dengan tentara Ukraina melawan pasukan pemberontak Donetsk dan Luhansk.

Seorang mufti atau pemimpin Islam di Ukraina etnis Tatar yang terkenal, Said Ismagilov, pada pertengahan Maret lalu ia mengenakan seragam militer. Ismagilov turut bertempur di medan perang.

Baginya, Rusia adalah penjajah. "Ini adalah pilihan setiap individu muslim, apakah dia ingin pergi ke Ukraina untuk berperang melawan penjajah Rusia. Namun, ada pembenaran al-Quran yang mendukung pilihan itu," katanya dikutip Middle East Eye.

Dalam penjelasan Ismagilov, Rusia telah menyerang negaranya, membunuh wanita dan anak-anak, menghancurkan rumah, rumah sakit dan infrastruktur penting. Dia juga mengkritik pemimpin Islam Rusia yang menyetujui invasi Moskow.

Said Ismagilov menegaskan "saya menyarankan mereka untuk melepas dan membuang turban mereka di tempat sampah, karena mereka tidak memiliki hak moral untuk disebut pemimpin agama."

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya