PBB: 142 Orang Sudan Selatan Diduga Lakukan Kejahatan Perang

Anggota pemerintah Sudan Selatan diduga terlibat

Jakarta, IDN Times - Komisi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Jumat (18/3/2022), memberikan laporan kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa. Dalam laporan itu, mereka menyusun daftar 142 orang untuk diselidiki atas pelanggaran HAM berat, setara dengan kejahatan perang.

Sudan Selatan mengalami perang saudara brutal pada 2013. Pasukan Presiden Salva Kiir dan wakilnya terlibat pertempuran. Konflik etnis yang mematikan mengikuti pertempuran itu, yang telah memaksa sekitar empat juta orang kehilangan rumah mereka.

Penyelidikan dugaan pelanggaran kejahatan dalam perang saudara itu telah dilakukan selama bertahun-tahun. Pada 2019 lalu, OHCHR juga pernah memasukkan 23 daftar nama untuk diselidiki, yang diduga memegang komando dalam serentetan pelanggaran kemanusiaan di negara tersebut.

Baca Juga: UNHCR: Satu Juta Orang Tinggalkan Ukraina dalam Sepekan

1. Dugaan kejahatan perang oleh individu di Sudan Selatan

PBB: 142 Orang Sudan Selatan Diduga Lakukan Kejahatan Perangilustrasi tenda-tenda pengungsi (Unsplash.com/Levi Meir Clancy)

Kekerasan bermotif politik di Sudan Selatan yang berlangsung beberapa tahun lalu telah diduga menjadi pelanggaran berat yang setara dengan kejahatan perang. Yasmin Sooka, ketua Komisi HAM PBB merinci laporan organisasinya tentang 124 orang untuk diselidiki atas kejahatannya.

Dilansir BBC, Sooka mengatakan orang-orang dalam daftar tersebut memerlukan "penyelidikan untuk berbagai kejahatan di bawah hukum nasional dan internasional, termasuk peran mereka dalam kekerasan bermotif politik."

Di antara kejahatan itu termasuk dugaan pembantaian, penyiksaan, penculikan, penahanan, penjarahan, pembakaran desa dan pemindahan paksa. Dugaan kejahatan lain adalah pemerkosaan dan kekerasan seksual.

Baca Juga: PBB Kecam Aksi Penangkapan Aktivis Perempuan di Sudan

2. Konflik Sudan Selatan terkait elite politik yang ingin berkuasa

Konflik di Sudan Selatan telah menimbulkan petaka penderitaan kemanusiaan dengan hampir 400 ribu orang terbunuh. Konflik itu menimbulkan salah satu krisis pengungsi terbesar di kawasan Afrika. Dari sekitar 8,9 juta orang yang butuh bantuan kemanusiaan, sekitar 1,.4 juta anak-anak dan hampir setengah juta perempuan menderita kekurangan gizi.

Dalam laporannya kepada Dewan HAM PBB, Yasmin Sooka menilai ada "alasan yang masuk akal untuk percaya bahwa anggota Pemerintah Sudan Selatan telah terlibat dalam tindakan yang merupakan kejahatan perang," kutip Al Jazeera. Insiden terjadi di beberapa tempat di negara tersebut.

Dalam pernyataan resmi yang dimuat di laman OHCHR, Sooka mengatakan bahwa konflik di negara itu "telah berkembang dari dekade perang antara elite politik yang mencari kontrol politik negara." Bahkan konflik merembet ke kelompok etnis yang sengaja dipersenjatai untuk membantu demi kepentingan kelompok tertentu, dan pembunuhan terhadap warga sipil.

Dalam laporan itu, Sooka juga menjelaskan kengerian kejahatan yang menargetkan perempuan dan anak perempuan. Mereka telah jadi sasaran rudapaksa massal oleh gerombolan kelompok bersenjata, penyiksaan seksual dan perbudakan seksual yang anggota keluarganya dipaksa untuk menyaksikan perilaku keji tersebut.

Baca Juga: Di Tengah Ketegangan Politik, PM Sudan Abdalla Mengundurkan Diri

3. Pasukan elite politik dinilai terlibat dalam aksi kekerasan

PBB: 142 Orang Sudan Selatan Diduga Lakukan Kejahatan Perangilustrasi milisi (Unsplash.com/Randy Fath)

Sudan Selatan terbilang sebagai salah satu negara yang masih muda. Negara itu meraih kemerdekaan pada 2011, dipimpin oleh Presiden Salva Kiir Mayardit dan Wakilnya Riek Machar. 

Pada 2013, kekerasan etnis terjadi ketika pasukan presiden dan wakilnya saling berperang. Negara yang kaya minyak itu kemudian terlibat kekacauan perang saudara, membuat banyak warga sipil terbunuh.

Beberapa upaya perdamaian telah dilakukan dan telah menyurutkan konflik. Tapi PBB bulan lalu memperingatkan, dilansir oleh TRT World, bahwa Sudan Selatan berisiko kembali perang karena kekerasan antaretnis dan pertikaian politik telah mengancam proses perdamaian yang rapuh.

Dalam laporan Yasmin Sooka, organisasinya juga menyalahkan pasukan yang setia kepada Kiir dan Machar, serta milisi afiliasi mereka masing-masing atas kekerasan tersebut.

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya