Perjuangan Eropa Tahan Serangan COVID-19 Gelombang Kedua

Virus corona tak memiliki kosakata “mundur” 

Jerman, IDN Times – Gelombang kedua COVID-19 yang menyerang Eropa membuat negara-negara di benua biru jatuh bangun untuk membangun benteng pertahanan. Gelombang kedua COVID-19 yang tak tertolak itu telah memaksa negara-negara Eropa untuk bertindak ekstra melakukan berbagai cara untuk menahan meluasnya infeksi.

Tiga cara yang paling diandalkan oleh politisi pemimpin negara di Eropa adalah jaga jarak, dilarang berkumpul lebih dari enam orang, penguncian terbatas pada wilayah tertentu. Dari tiga cara ini, pengetatan aturan dilakukan untuk penggunaan masker, larangan perjalanan dan untuk tempat hiburan dilakukan dengan menerapkan jam malam.

Jika infeksi virus corona tercatat terus melonjak, maka bukan suatu hal yang mustahil bahwa negara-negara di Eropa akan melakukan penguncian total dalam skala nasional. Pilihan terakhir itu adalah pilihan paling sulit untuk diputuskan karena ketakutan gejolak ekonomi yang akan menghadang.

1. Jerman menerbitkan larangan bepergian ke beberapa wilayah di negara di Eropa

Perjuangan Eropa Tahan Serangan COVID-19 Gelombang KeduaKasus infeksi COVID-19 di Jerman naik karena terpengaruh negara tetangga sehingga larangan perjalanan diberlakukan. Ilustrasi (unsplash.com/Angel Santos)

Jerman adalah salah satu negara Eropa yang memiliki efektifitas pengujian, sistem lacak dan telusur yang terbaik diantara negara-negara Eropa lainnya. Selain itu, infrastruktur kesehatannya juga memiliki kemampuan untuk melakukan tindakan yang cepat dalam pengobatan.

Gelombang kedua COVID-19 yang menyerang Eropa, membuat Jerman melakukan kewaspadaan baru. Melissa Godin, jurnalis Times memberikan penjelasan bahwa peningkatan kasus infeksi di Jerman karena dipengaruhi oleh meningkatnya kasus di negara-negara tetangga (23/9).

Karena itulah, pemerintah Jerman melarang warganya melakukan bepergian ke negara-negara tetangga di Eropa. Hal itu dilakukan dengan melihat perkembangan kasus gelombang kedua COVID-19 yang menyerang Eropa terus merangkak naik.

Wilayah-wilayah yang memiliki risiko tinggi, dimasukkan dalam daftar larangan oleh pemerintah Jerman agar warganya tidak mengunjungi wilayah tersebut. Melansir dari laman berita Deutsche Welle, Belgia, Islandia dan beberapa wilayah di Inggris seperti Wales dan Irlandia Utara masuk daftar larangan untuk dikunjungi (1/10).

Selain itu, Rumania, Hongaria, Kroasia, Slovenia, Estonia dan Lituania serta wilayah Prancis yang bernama Pays de la loire juga masuk dalam daftar larangan. Sebuah wilayah atau negara akan dinilai terlarang oleh pemerintah Jerman jika wilayah tersebut memiliki catatan kasus infeksi 50 dari 100 ribu orang. Selain itu, larangan tersebut dibuat agar warganya dapat membatalkan perjalanan secara gratis jika sudah terlanjur memesan tiket.

2. Madrid melarang warga bepergian kecuali dalam keadaan penting

Perjuangan Eropa Tahan Serangan COVID-19 Gelombang KeduaMadrid melarang warganya untuk bepergian kecuali untuk tujuan penting demi cegah infeksi kasus corona. Ilustrasi (unsplash.com/Michal Parzuchowski)

Salah satu negara di Eropa dengan tingkat infeksi tinggi adalah Spanyol. Di negeri para matador tersebut, ibukota Madrid adalah titik sentral yang memiliki tingkat infeksi dua kali lipat dari tingkat nasional. Pemerintah melakukan pelarangan bepergian secara ketat baik warga Madrid atau warga luar yang akan masuk Madrid.

Laman berita The Guardian menjelaskan, bahwa larangan tersebut segera akan dilakukan meski otoritas lokal mengatakan kebijakan tersebut tak memiliki dasar hukum jelas (1/10). Izin bepergian dan melewati batas ibukota hanya diperuntukkan kepada orang yang bekerja, sekolah, periksa dokter, belanja kebutuhan pokok. Selain itu, tidak diperbolehkan.

Madrid juga sudah menerapkan aturan jam malam lebih ketat untuk tempat hiburan seperti cafe dan pub, agar tutup pada pukul 10 malam. Sebelumnya, ada kelonggaran bahwa tempat hiburan malam boleh tutup jam 1 dini hari.

Menurut Pusat Pencegahan dan Kontrol Penyakit Eropa (ECDC), negara Spanyol hingga tanggal 30 September 2020 menduduki peringkat paling atas infeksi dengan jumlah total 758.172 kasus infeksi. Sementara Inggris memberlakukan denda bagi pelanggar aturan. 

Baca Juga: Inggris: Ribuan Demo Anti-Lockdown Ricuh, Belasan Orang Ditangkap 

3. Virus corona tak memiliki kosakata “mundur”

Perjuangan Eropa Tahan Serangan COVID-19 Gelombang KeduaPemerintah Inggris memberlakukan denda bagi pelanggar isolasi mandiri hingga 10 ribu poundsterling. Ilustrasi (unsplash.com/Yulia Chinato)

Di Inggris, serangan virus corona mengakibatkan kematian tertinggi dari semua negara di Eropa. Total kematian yang diakibatkan oleh virus dari Wuhan ini, mencapai 42.072 orang per 30 September 2020. Setelah Inggris ada Italia dengan 35 ribuan orang meninggal, Prancis dan Spanyol dengan kematian 31 ribuan orang meninggal, Belgia sebanyak 10 ribuan dan Jerman sebanyak 9 ribuan orang meninggal karena COVID-19.

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson harus menghadapi kritik keras dari para lawan politiknya dari kelompok sayap kanan karena sistem uji, tracing dan tracking yang masih bermasalah. Selain itu, Boris juga masih harus menghadapi orang-orang yang meyakini teori konspirasi corona dengan tidak mau mengenakan masker dan menolak jaga jarak.


Melansir dari laman berita CNN, per 28 September, pemerintahan Boris Johnson meberlakukan denda bagi siapapun yang melanggar aturan isolasi mandiri jika setelah diuji terbukti positif corona. Begitupun kontak terdekat dengan orang yang positif corona, harus melakukan isolasi mandiri. Jika melanggar akan didenda seribu poundsterling sampai 10 ribu pounsterling untuk pelanggaran berulang. Pemerintah akan mensubsidi separuh bagi orang berpenghasilan rendah (20/9).

Baca Juga: PM Boris Johnson Siapkan Rencana Lockdown untuk Inggris

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya