Serangan Bom di Afghanistan Tewaskan Wakil Gubernur Kabul 

Penarikan pasukan AS di Afghanistan dikritik 

Kabul, IDN Times – Perwakilan kelompok Taliban dan pemerintah Afghanistan masih melakukan perundingan di Doha, Qatar. Kedua kelompok itu sedang membicarakan perdamaian tetapi belum ada kesepakatan gencatan senjata.

Ketika kedua kelompok seteru itu saling berunding, di Afghanistan, serangan bertubi-tubi dari kelompok-kelompok yang dicurigai berafiliasi dengan ISIS, masih melancarkan serangannya. Kabar terbaru dari Kabul, ibukota Afghanistan, sebuah bom telah membunuh wakil gubernur dan sekretarisnya.

Mahboobullah Mohebi, nama wakil gubernur Kabul, tewas di dalam mobil dalam sebuah serangan bom pada hari Selasa, 15 Desember 2020. Serangan tersebut juga melukai beberapa personel penjaga yang sedang berada di dekat lokasi kejadian.

1. Kekerasan masih terus berlanjut di Afghanistan

Serangan Bom di Afghanistan Tewaskan Wakil Gubernur Kabul Ilustrasi Detonator Bom (IDN Times/Mardya Shakti)

Meskipun sebuah perundingan sedang dijalankan di Doha, Qatar, oleh kedua belah pihak yakni pemerintah Afghanistan dan wakil kelompk Taliban, namun kekerasan masih terus berlanjut di negara ini. Kedua belah pihak, sudah mulai mencapai kesepakatan yang menggembirakan di awal-awal perundingan akan tetapi pembicaraan itu ditunda lagi hingga Januari 2021.

Melansir dari laman berita BBC, perwakilan dari kedua belah pihak belum mencapai kesepakatan dalam pembahasan gencatan senjata dan pembagian kekuasaan (15/12). Sedangkan aksi pembunuhan yang menyasar para pejabat Afghanistan masih terus berlanjut dan pembunuhan kali ini menjadi rangkaian tindakan kekerasan yang terus dilakukan.

Dalam tindakan kekerasan yang masih terjadi di Afghanistan, jurnalis, aktivis, dan tokoh politik lainnya telah menjadi sasaran aksi dalam beberapa pekan terakhir. Dalam serangan yang terbaru, bom rupanya dipasang di mobil dengan menggunakan semacam magnet yang berfungsi untuk melekatkan bahan peledak tersebut.

2. Belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas serangan

Serangan Bom di Afghanistan Tewaskan Wakil Gubernur Kabul Pembicaraan damai Afghanistan dan Taliban di Doha, Qatar. (twitter.com/Muhammad Najmuddeen Hamidi)

Ibukota Kabul, Afghanistan, masih terus diguncang serangan oleh para milisi. Serangan terbaru yang menggunakan bom magnet dan menewaskan wakil gubernur beserta sekretarisnya itu, belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab. Rentetan serangan terhadap tokoh politik di Afghanistan ini masih terus terjadi. Minggu lalu, menurut Gulf News, seorang jaksa penuntut pemerintah Afghanistan tewas ditembak di kota Kabul sebelah timur (15/12).

Pada hari Sabtu, 12 Desember 2020, serangan roket juga terjadi di ibukota Kabul. Ada sepuluh rentetan roket yang meluncur dan menghantam beberapa bagian kota. Melansir dari kantor berita Reuters, dalam serangan roket itu, setidaknya satu orang tewas dan dua lainnya terluka (12/12). Tidak jelas siapa pihak yang melakukan serangan. Juru bicara Taliban mengaku tidak melakukannya.

Satu bulan yang lalu pada bulan November, rentetan roket juga menghantam pemukiman penduduk di Kabul. Dalam serangan roket tersebut, delapan orang warga sipil dilaporkan meninggal dunia dan melukai sedikitnya 30 orang. Kelompok Negara Islam Khorasan, sempalan ISIS, mengaku bertanggung jawab dalam serangan itu.

Baca Juga: Puluhan Tentara Meninggal Karena Serangan Bom Mobil di Afghanistan 

3. Penarikan pasukan Amerika Serikat membuat kekhawatiran di Afghanistan

Serangan Bom di Afghanistan Tewaskan Wakil Gubernur Kabul Amerika Serikat akan menarik pasukannya dari Afghanistan pada pertengahan Januari 2021. Ilustrasi (pexels.com/pixabay)

Kelompok Taliban, sejak awal konflik di Afghanistan, menganggap bahwa pemerintah Afghanistan adalah pemerintahan boneka Amerika Serikat. Mereka tak pernah mau diajak dalam perundingan damai. Perundingan damai kali ini yang sedang berlangsung di Doha, adalah sebuah sejarah karena Taliban mau duduk bersama dalam satu meja dengan pemerintah Afghanistan. Amerika Serikat juga mengapresiasi hal tersebut.

Pada pertengahan bulan November, pemerintah Amerika Serikat mengumumkan akan mulai menarik pasukannya dari Afghanistan di pertengahan bulan Januari 2021. Melansir dari laman VOA, Donald Trump telah menginstruksikan untuk memindahkan sekitar 2.000 pasukannya di Afghanistan dan sekitar 500 pasukannya yang berada di Irak, untuk kembali (17/11).

Namun perintah penarikan pasukan Amerika Serikat oleh Donald Trump telah membuat kekhawatiran baru. Para pengamat meyakini bahwa militer Afghanistan tidak akan mampu memadamkan serangan-serangan pemberontakan yang dilakukan oleh kelompok milisi.

Langkah keputusan penarikan pasukan AS itu mendapat banyak kritik, tidak hanya dari kalangan Demokrat tetapi juga dari kalangan Republik. Adam Kinzinger, angota parlemen dari partai Republik mengatakan penarikan pasukan dari Afghanistan tanpa kondisi yang tepat di lapangan adalah “sebuah kesalahan”. 

Sedangkan senator dari Demoktrat, Tim Kaine, mengkritik keputusan yang dilakukan oleh Donald Trump. Menurutnya, “penarikan (pasukan) harus berdasarkan kondisi dan tidak sewenang-wenang, tapi ini lebih buruk dari kesewenang-wenangan. Ini murni politik” katanya seperti dikutip dari VOA (17/12). Amerika Serikat terus berambisi untuk menghancurkan ISIS dan jaringannya. Selama kelompok tersebut belum benar-benar kalah, perang melawan apa yang mereka sebut “terorisme” tidak seharusnya dihentikan.

Baca Juga: Jerman Tarik Pasukannya di Pangkalan Militer Kunduz, Afghanistan 

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya