SpaceX Digugat karena Diskriminasi Merekrut Pekerja Migran

SpaceX disebut ogah menerima pekerja migran

Jakarta, IDN Times - Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS) menggugat SpaceX, perusahaan milik milyader Elon Musk, pada Kamis (24/8/2023). Departemen menuduh SpaceX menolak mempertimbangkan pencari suaka dan pengungsi untuk dapat pekerjaan karena masalah status kewarganegaraan.

Dalam gugatan itu, sejak September 2019 hingga Mei 2022, perusahaan dituduh secara rutin melarang pencari suaka dan pengungsi untuk mengajukan permohonan kerja.

Selain itu, perusahaan juga menolak untuk mempekerjakan atau mempertimbangkan mereka. Hal tersebut dianggap melanggar Undang-Undang Imigrasi dan Kebangsaan.

1. Praktik perekrutan tenaga kerja diskriminatif

SpaceX Digugat karena Diskriminasi Merekrut Pekerja Migranilustrasi (Unsplash.com/Jérôme Boursier)

Departemen Kehakiman telah melakukan penyelidikan terhadap SpaceX sejak 2020. Itu dilakukan setelah mengetahui dugaan praktik perekrutan tenaga kerja diskriminatif oleh perusahaan tersebut.

Dilansir VOA News, penyelidik menemukan SpaceX telah gagal mempertimbangkan atau mempekerjakan para pencari suaka serta pengungsi secara adil.

Asisten Jaksa Agung Kristen Clarke mengatakan, hal itu karena perusahaan mempertimbangkan status kewarganegaraan mereka dan memberlakukan larangan mempekerjkan mereka, terlepas dari kualifikasi yang dimiliki. Itu melanggar hukum federal.

"Penyelidikan kami juga menemukan bahwa perekrut SpaceX dan pejabat tingkat tinggi mengambil tindakan yang secara aktif membuat para pencari suaka dan pengungsi enggan mencari peluang kerja di perusahaan tersebut," kata Clarke.

Baca Juga: Pesawat Ruang Angkasa India Sukses Mendarat di Kutub Selatan Bulan

2. SpaceX keliru memahami aturan

SpaceX dianggap keliru mengaplikasikan undang-undang kontrol ekspor ketika melakukan perekrutan pekerja. Menurut perusahaan, mereka hanya dapat mempekerjakan warga negara AS dan pemegang kartu hijau (identitas tinggal tetap di AS).

Departemen Kehakiman menjelaskan, berdasarkan undang-undang kontrol ekspor, SpaceX atau perusahaan lain dapat mempekerjakan pencari suaka dan pengungsi.

Departemen menambahkan, lebih dari 10 ribu karyawan SpaceX yang direkrut antara 2018 dan 2022, perusahaan hanya mempekerjakan satu orang yang disebut sebagai penerima suaka.

"Dengan kata lain, catatan perekrutan SpaceX sendiri menunjukkan bahwa SpaceX berulang kali menolak pelamar yang diidentifikasi sebagai penerima suaka atau pengungsi, karena yakin bahwa mereka tidak memenuhi syarat untuk dipekerjakan karena aturan kontrol ekspor," kata gugatan tersebut, dilansir The Guardian.

3. Diskriminasi perekrutan pekerja terjadi di semua lini

SpaceX Digugat karena Diskriminasi Merekrut Pekerja MigranMisi komersial pertama Axiom bersama dengan SpaceX. Ilustrasi (instagram.com/spaceorama)

Salah satu orang yang ditolak bekerja di perusahaan itu adalah pencari suaka yang memiliki pengalaman 9 tahun di bidang teknik. Dia juga telah lulus dari Georgia Tech University.

Penyelidik Departemen Kehakiman melihat SpaceX melakukan diskriminasi di semua tingkatan posisi pekerjaan, tidak hanya di posisi yang membutuhkan gelar kesarjanaan tinggi.

Dilansir dari laman resminya, Departemen bersandar pada undang-undang kontrol ekspor bahwa perusahaan tidak boleh melakukan diskriminasi terhadap perekrutan pekerja, kecuali undang-undang, peraturan, perintah eksekutif atau kontrak pemerintah mengharuskan hal tersebut.

Sedangkan, SpaceX tidak memiliki hal itu yang mengharuskan atau mengizinkan perusahaan untuk terlibat dalam diskriminasi luas terhadap pencari suaka atau pengungsi.

Baca Juga: Tak Ada Kepastian Kapan Duel, Zuckerberg Tuding Elon Musk Tak Serius

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya