Bunuh 58 Orang karena Motif Politik, Filipina Vonis Satu Klan Penguasa

32 korban adalah jurnalis dan pekerja media

Manila, IDN Times - Pengadilan Quezon City, Filipina, memutus tiga anggota klan berkuasa di Maguindanao bersalah dan menghukum mereka seumur hidup pada Kamis (19/12). Ketiganya, Datu Andal "Unsay" Ampatuan Jr, Zaldy Ampatuan, dan Anwar Ampatuan Sr dari klan Ampatuan.

Mereka terbukti memerintahkan dan melakukan pembunuhan terhadap 58 orang di kota Ampatuan pada 23 November 2009. Sebanyak 32 korban merupakan jurnalis dan pekerja media. Sisanya, anggota keluarga Esmael "Toto" Mangudadatu dan beberapa warga sipil.

Mereka diserang di tengah jalan saat akan mendampingi Toto mendaftarkan pencalonan dirinya sebagai kandidat gubernur di Provinsi Maguindanao yang berlokasi di Wilayah Otonom Mindanao.

1. Mengapa pembunuhan terjadi?

Bunuh 58 Orang karena Motif Politik, Filipina Vonis Satu Klan PenguasaIlustrasi salah satu sudut kota di Filipina. unsplash.com/Eugenio Pastoral

Berdasarkan bukti-bukti yang disampaikan di pengadilan, klan Ampatuan dianggap sebagai keluarga paling berkuasa di Mindanao. Toto, saat ini adalah Wakil Wali Kota Buluan, bersikeras mencalonkan dirinya pada Pemilihan Gubernur 2010. Klan Ampatuan tidak terima karena menganggap ini membahayakan kekuasaan mereka.

Datu Andal Sr adalah petahana. Sedangkan putranya, Datu Andal "Unsay" Ampatuan Jr, saat itu adalah Wali Kota Datu Unsay dan berniat meneruskan ayahnya sebagai gubernur. Toto mengaku keputusannya untuk tetap mencalonkan diri adalah untuk mengakhiri politik dinasti klan Ampatuan yang berlangsung selama dua dekade.

Dilansir CNN, salah satu saksi kunci, Sukarno Badal, mengaku bahwa ia mengetahui secara langsung saat Datu Andal Sr. bertemu dengan sejumlah keluarga, penasihat politik dan rekan-rekannya pada 20 Juli 2009 untuk merencanakan pembunuhan Toto. Datu Andal Sr. sendiri telah meninggal di penjara pada 2015 lalu.

Baca Juga: 3 WNI Disandera Abu Sayyaf, Polri: Filipina Terus Berupaya Membebaskan

2. Siapa saja yang terlibat?

Bunuh 58 Orang karena Motif Politik, Filipina Vonis Satu Klan PenguasaIlustrasi kota Metro Manila di Filipina. unsplash.com/Eldon Vince Isidro

Dari ringkasan persidangan yang dirangkum Center for Media Freedom and Responsibility (CMFR) dan diterima IDN Times, pembunuhan terjadi ketika konvoi keluarga Toto melintas di sebuah rute yang dijaga oleh polisi. 

Pengadilan pun menemukan bahwa ada setidaknya 60 anggota Kepolisian Nasional Filipina (PNP) termasuk ke dalam orang-orang yang dinyatakan terlibat, salah satunya adalah Inspektur Sukarno Dicay. Mereka membantu klan Ampatuan untuk mengeksekusi rencana keji itu.

Proses persidangan yang berjalan satu dekade ini juga mengidentifikasi tersangka-tersangka lainnya. Terakhir, jumlahnya mencapai 101 orang di mana tujuh di antaranya merupakan bagian dari klan Ampatuan.

Ketujuh orang itu adalah: 

1. Akmad "Tato" Ampatuan Sr 

2. Andal "Unsay" Ampatuan Jr

3. Anwar Ampatuan Sr 

4. Anwar Ampatuan Jr

5. Anwar Sajid "Ulo" Ampatuan 

6. Sajid Islam Ampatuan

7. Zaldy "Puti" Ampatuan

Sajid Islam, Akhmad Tato, Anwar Ampatuan Jr, dan Anwar Sajid dinyatakan tidak bersalah dan bebas dari tuduhan pembunuhan. Sementara itu, tim kuasa hukum terdakwa mengatakan kepada para reporter di pengadilan bahwa mereka akan mengajukan banding dalam 15 hari ke depan.

3. Apa dampaknya bagi profesi jurnalis?

Bunuh 58 Orang karena Motif Politik, Filipina Vonis Satu Klan PenguasaIlustrasi kota Manila di Filipina. unsplash.com/Charles

Menurut laporan Human Rights Watch, saking berkuasanya klan Ampatuan di Filipina, keluarga tersebut sampai memiliki tentara sendiri yang terdiri dari 5.000 milisi, polisi sampai personel militer. Mereka dikaitkan dalam sejumlah pembunuhan, pemerkosaan sampai penculikan.

Polisi dan pemerintah tidak melakukan tindakan apa pun untuk menghukum mereka sampai insiden yang disebut sebagai "pembunuhan paling brutal" di Filipina itu terjadi dan mengungkap ke permukaan seperti apa kekuasaan mereka.

Dengan hilangnya nyawa 32 awak media yang tengah bertugas, pembunuhan tersebut juga disebut sebagai "serangan paling mematikan dalam sejarah terhadap anggota pers". Bahkan sampai 2018, International Press Institute (IPI) menempatkan Filipina sebagai negara paling berbahaya di Asia Tenggara bagi para jurnalis.

Baca artikel menarik lainnya di IDN Times App, unduh di sini
http://onelink.to/s2mwkb

Baca Juga: WNI Disandera Abu Sayyaf, Polri Gandeng Badan Anti Penculikan Filipina

Topik:

  • Umi Kalsum

Berita Terkini Lainnya