Dibanding Laki-laki, Perempuan Lebih Banyak Belajar di Kala Pandemik

Tapi kesenjangan digital sangat dirasakan anak-anak muda

Jakarta, IDN Times - Pandemik COVID-19 menyadarkan banyak orang bahwa banyak hal yang bisa dilakukan dengan bantuan teknologi dan internet.

Misalnya, yang paling kentara adalah bagaimana pekerjaan-pekerjaan tertentu bisa diselesaikan tanpa harus datang ke kantor, atau aktivitas belajar-mengajar dapat dilangsungkan tanpa berada di dalam ruang kelas yang sama.

Berdasarkan ASEAN Youth Survey 2020 yang dikerjakan oleh Sea, perusahaan internet konsumer, melalui kerja sama dengan World Economic Forum, anak-anak muda adalah generasi yang sangat memanfaatkan teknologi untuk belajar kemampuan dan pengetahuan baru selama pandemik COVID-19.

Mayoritas juga mengaku akan meneruskan apa yang mereka pelajari hingga masa setelah pandemik berakhir.

Survei sendiri dilakukan terhadap 68.574 millennials dan Gen Z berusia 16 hingga 35 tahun di 6 negara ASEAN. Sebanyak 20.000 di antaranya merupakan anak-anak muda Indonesia.

1. Perempuan lebih banyak belajar dibanding laki-laki

Dibanding Laki-laki, Perempuan Lebih Banyak Belajar di Kala PandemikIlustrasi masker (IDN Times/Dwi Agustiar)

Dalam pemaparan yang disampaikan saat webinar bersama IDN Times pada Kamis 23 Juli 2020, Group Chief Economist Sea Santitarn Sathirathai mengungkapkan bahwa di seluruh area, persentase perempuan muda yang mempelajari kemampuan baru lebih tinggi dibandingkan laki-laki muda.

Misalnya, sebanyak 63 persen perempuan belajar pembukuan usaha dibandingkan 53 persen laki-laki. Kemudian, sebanyak 63 persen perempuan belajar tentang pentingnya memiliki tabungan darurat dibandingkan hanya 47 persen laki-laki.

"Ini adalah hasil yang luar biasa. Ini nyata di seluruh area," kata Santi.

Baca Juga: Prihatin Lihat Pelajar Belajar Daring, Warkop Ini Berikan Wifi Gratis

Dibanding Laki-laki, Perempuan Lebih Banyak Belajar di Kala PandemikInfografik yang Menunjukkan Anak Muda Lebih Banyak Belajar Selama Pandemik COVID-19 (IDN Times/Arief Rahmat)

2. Kesenjangan digital sangat terlihat selama pandemik COVID-19

Dibanding Laki-laki, Perempuan Lebih Banyak Belajar di Kala PandemikPelajar mengikuti pembelajaran secara daring di Pos Kamling Digital di Arjosari, Malang, Jawa Timur, pada 21 Juli 2020. ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto

Meski banyak yang bisa dipelajari selama pembatasan jaga jarak dan imbauan untuk tetap tinggal di rumah, akan tetapi kesenjangan digital juga begitu terasa selama pandemik COVID-19. Santi menjelaskan temuannya bahwa para pelajar di negara-negara ASEAN adalah yang paling mengalami ini.

Sebanyak 69 persen anak muda mengaku sulit belajar daring atau bekerja jarak jauh, termasuk tujuh persen yang mengatakan itu tidak mungkin dilakukan. Tantangan terbesar adalah soal bagaimana sulitnya beradaptasi dengan kebiasaan baru yang memerlukan keterampilan dan perlengkapan baru.

Sebanyak 84 persen anak muda mengungkap bahwa mereka tidak memiliki cukup keterampilan digital sehingga kesulitan bekerja secara jarak jauh. Kemudian, sebanyak 79 persen mengatakan tidak mempunyai akses internet yang memadai sehingga pekerjaan atau pembelajaran jadi terhambat.

Kedua tantangan itu sangat dirasakan oleh anak-anak muda yang tidak atau belum kuliah. Secara wilayah, mereka yang  berada di luar ibu kota adalah yang menghadapi tantangan-tantangan tersebut. 

3. Pemerintah perlu menutup kesenjangan digital

Dibanding Laki-laki, Perempuan Lebih Banyak Belajar di Kala PandemikKemenkominfo memberikan stimulus dan memfasilitasi UMKM dan ultra mikro untuk memakai teknologi serta membeli produk dalam negeri. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Dengan mengamati temuan-temuan tersebut, Santi merekomendasikan kepada pemerintah untuk segera menutup kesenjangan yang ada. Ia menyebut perlunya ketersediaan akses internet yang berkualitas dengan harga terjangkau.

Lalu, seluruh masyarakat butuh mendapatkan literasi digital mendasar dengan serta dibekali pola pikir yang tangguh agar kreatif selama pandemik. Berikutnya, pemerintah juga harus memberikan bantuan finansial jangka pendek serta implementasi kebijakan inovatif jangka panjang.

"Untuk jangka panjang, menjadi pertanyaan besar bagaimana kita meningkatkan inklusi finansial sehingga lebih banyak orang mempunyai akses terhadap pendanaan sosial," kata Santi.

4. Anak-anak muda butuh dukungan pemerintah dalam menghadapi tantangan digital selama pandemik

Dibanding Laki-laki, Perempuan Lebih Banyak Belajar di Kala PandemikSuasana belajar di rumah selama pandemik COVID-19. ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas

Pentingnya peran pemerintah untuk membantu menutup kesenjangan digital juga diakui oleh Menteri Riset, Teknologi dan Kepala Badan Riset Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro yang mengatakan akselerasi digital terjadi selama pandemik COVID-19. Ia menyebut pemerintah harus lebih memberi perhatian terutama di ranah edukasi .

"Pemerintah perlu melakukan lebih dalam memberikan dukungan digital di bidang pendidikan, sekarang tak hanya di level universitas, melainkan sampai Sekolah Dasar semuanya harus dilakukan secara online," ujarnya pada kesempatan yang sama.

Ia mengakui bahwa luasnya wilayah Indonesia berdampak kepada akses digital yang tidak merata.

"Pemerintah harus turun tangan tidak hanya untuk menyediakan infrastruktur, tapi juga menyediakan dukungan langsung bagi penyediaan akses internet," tambahnya.

Berdasarkan survei UNICEF pada 18 hingga 29 Mei dan 5 sampai 8 Juni 2020 kepada 4.000 pelajar dari 34 provinsi di seluruh Indonesia, sebanyak 38 persen mengaku kesulitan belajar jarak jauh karena tak mendapatkan bimbingan yang cukup dari para guru.

Sementara, 35 persen mengatakan mereka tak memiliki akses internet yang berkualitas. Jika sekolah terus ditutup dan aktivitas belajar harus dilakukan dari rumah, sebanyak 62 persen meminta dukungan lebih baik soal kuota internet. Apalagi, pemerintah terus menggaungkan soal Revolusi Industri 4.0. yang mengandalkan teknologi.

"Seiring negara mulai melonggarkan pembatasan, sangat penting untuk memprioritaskan pembelajaran anak-anak--baik di sekolah mau pun secara jarak jauh," kata perwakilan UNICEF Debora Comini, seperti dikutip situs resmi organisasi PBB khusus pendidikan itu.

"Anak-anak yang paling rentan adalah yang paling terdampak oleh penutupan sekolah, dan kami tahu dari krisis-krisis sebelumnya bahwa semakin lama mereka tak sekolah, semakin sedikit kemungkinan mereka kembali," tambahnya.

Baca Juga: Bahas Kendala Belajar di Papua, Nadiem 'Ditantang' Kepala Dinas

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria
  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya