Media Tiongkok: Karena Iri, Amerika Serikat Intervensi Soal Uighur

Global Times tuding negara Barat bias terhadap Tiongkok

Beijing, IDN Times - Media pemerintah Tiongkok berbahasa Inggris, Global Times, menerbitkan posisi editorialnya mengenai perlakuan negara-negara Barat yang bias soal konflik etnis.

Menurut artikel yang diterbitkan pada Senin malam tersebut (16/12), Amerika Serikat berbeda sikap terhadap Tiongkok dan India yang sama-sama punya masalah bersinggungan dengan etnis dan agama.

Media itu menjadikan kerusuhan di Assam, India, sebagai salah satu contoh. Pengesahan Undang-undang Kewarganegaraan yang mengeksklusi Muslim dari kategori imigran atau pengungsi yang bisa mendapatkan status warga negara di India melahirkan unjuk rasa besar-besaran di wilayah itu.

Menurut laporan India Today, ada empat demonstran yang tewas ditembak polisi anti-huru-hara di wilayah yang sarat dengan tensi antara kelompok Muslim dan Hindu tersebut.

1. Global Times menilai Amerika Serikat tidak terlalu ikut campur terhadap urusan India

Media Tiongkok: Karena Iri, Amerika Serikat Intervensi Soal UighurSeorang pria berlari melewati bus yang dibakar oleh demonstran saat memprotes uu kewarganegaraan baru, di New Delhi, India, pada 15 Desember 2019. ANTARA FOTO/REUTERS/Adnan Abidi

Dalam UU yang diloloskan parlemen pada minggu lalu, pemerintah bisa memberikan paspor India kepada kelompok minoritas beragama yang dianggap jadi korban persekusi di negara tetangga, kecuali Islam.

Ada tiga negara yang masuk dalam daftar yaitu Pakistan, Bangladesh, dan Afganistan. UU itu juga berbasis kepada agama yang menetapkan penganut Hindu, Buddha, Sikh, Jain, Parsi, dan Kristen, sebagai orang-orang yang memenuhi kualifikasi untuk dilindungi. 

Pemerintahan Narendra Modi pun dituding semakin memarjinalkan warga Islam karena ideologi Hindu nasionalisnya yang mengakar di partainya. "Tapi, Modi beruntung karena intervensi negara Barat dalam urusan etnis dan agama di India masih terbatas," tulis Global Times.

Amerika Serikat, melalui Komisi Kebebasan Beragama Internasional "mengkritik India sebelum pembahasan RUU, khawatir pemerintah India memperkenalkan sebuah 'ujian keagamaan' untuk mendapatkan kewarganegaraan".

Media itu juga menyebut Washington hanya "mendorong India untuk melindungi hak beragama kelompok minoritas" tanpa membuatnya menjadi "krisis diplomatik" antara kedua negara.

Baca Juga: Protes UU 'Anti-Muslim' di India Tewaskan 6 Orang

2. Media pemerintah itu membela diri dengan menuding negara-negara Barat hanya iri kepada Tiongkok

Media Tiongkok: Karena Iri, Amerika Serikat Intervensi Soal UighurPresiden Amerika Serikat Donald Trump bertemu dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping di KTT G20 di Osaka, Jepang, pada 29 Juni 2019. ANTARA FOTO/REUTERS/Kevin Lamarque

Sementara itu, Global Times berargumen bahwa itu kontras dengan sikap Amerika Serikat kepada Tiongkok. "India adalah negara yang paling sering memutus akses internet untuk mengakhiri kerusuhan," lanjut editorial media yang berkantor di Beijing itu.

"Negara itu melakukan 134 pemutusan internet dari 196 yang terdata pada 2018. Meski begitu, kita jarang melihat opini negara Barat menjadikannya sebagai masalah." Menurut laporan Freedom House, India memang memimpin sebagai negara yang paling sering melakukan pembatasan internet pada tahun tersebut.

Global Times pun menegaskan kembali posisi pemerintah pusat bahwa Amerika Serikat "tidak seharusnya ikut campur" dan menyebut sikap terhadap apa yang terjadi di Provinsi Xinjiang sebagai "intervensi menjijikkan terhadap masalah etnis dan keagamaan di Tiongkok".

"Etnis minoritas di Wilayah Otonom Uighur Xinjiang menikmati kebijakan istimewa dalam hal melahirkan dan menerima pendidikan. Muslim di Tiongkok tak pernah didiskriminasi di bawah kebijakan dan hukum negara. Wilayah itu tak punya pilihan lain selain mengambil beberapa langkah untuk mengakhiri gangguan," tulisnya.

Media itu memiliki teori kenapa Amerika Serikat lebih fokus kepada isu di Xinjiang daripada Assam. "Tiongkok dan India diperlakukan berbeda bukan karena India adalah negara demokrasi di bawah konsep Barat, tidak juga karena prasangka ideologis yang mengakar kuat terhadap Tiongkok."

"Negara Barat mengaplikasikan standar ganda kepada Tiongkok sebab Amerika Serikat tak bisa menerima fakta Tiongkok sedang bangkit," tegasnya, kemudian melanjutkan bahwa Washington tidak memberi tekanan yang sama terhadap Myanmar atas apa yang dialami Rohingya dan Arab Saudi setelah jurnalis Jamal Khashoggi dibunuh.

3. Beberapa negara PBB memuji Tiongkok, sisanya menuntut adanya investigasi mandiri di Provinsi Xinjiang

Media Tiongkok: Karena Iri, Amerika Serikat Intervensi Soal UighurPresiden Tiongkok Xi Jinping saat melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. ANTARA FOTO/Sputnik/Alexei Druzhinin/Kremlin via REUTERS

Sementara itu, sebuah dokumen yang merinci tentang perlakuan pemerintah Tiongkok terhadap warga Muslim di Xinjiang bocor kepada International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) pada November lalu.

Dokumen sebanyak sembilan halaman tersebut ditandangani Deputi Sekretaris Partai Komunis di Xinjiang, Zhu Hailun, pada 2017. Zhu menginstruksikan kepada kepala kamp detensi di Xinjiang agar menjalankan fasilitas tersebut seperti penjara yang sarat dengan disiplin ketat, hukuman dan pelarangan untuk kabur.

Instruksi lainnya adalah agar pengelola fasilitas menjadikan Bahasa Mandarin sebagai prioritas bahan ajaran utama. Kemudian, seperti berbagai laporan selama ini, di dalam kamp-kamp detensi juga harus dipasang kamera-kamera pengintai di dalam asrama maupun ruang kelas. 

Menurut laporan PBB, ada hampir satu juta warga Muslim yang berada di kamp detensi di berbagai titik di Xinjiang. Sebanyak 22 negara anggota PBB pun sempat mengirimkan surat protes atas perlakuan pemerintah kepada mereka dan meminta adanya investigasi mandiri. Tidak ada Amerika Serikat di dalamnya.

Sebagai perlawanan, beberapa negara lainnya mendukung Tiongkok. Misalnya, Arab Saudi, Korea Utara dan Rusia. Mereka menilai Beijing sudah melakukan kebijakan yang benar terhadap Muslim Uighur dan minoritas lainnya di Xinjiang yang rentan terkespos ekstremisme dan radikalisme.

Baca Juga: Arab Saudi dan Rusia Puji Sikap Tiongkok Terhadap Uighur di Xinjiang

Topik:

  • Umi Kalsum
  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya