Uni Eropa Tuding Tiongkok Lakukan Kampanye Hoaks Soal Virus Corona

Tudingan kampanye hoaks juga ditujukan untuk Rusia

Brussels, IDN Times - Uni Eropa menuding Tiongkok berada di balik kampanye hoaks mengenai pandemik COVID-19 di kawasan tersebut. Ini pertama kalinya persatuan supranasional negara-negara Eropa itu secara terbuka menyebut Tiongkok sebagai aktor "gelombang besar" konten-konten palsu yang beredar luas selama beberapa bulan ini.

Selain Tiongkok, Uni Eropa juga menuduh Rusia melakukan perbuatan yang sama ketika Brussels berusaha menyelesaikan begitu banyaknya konten-konten disinformasi terkait virus corona. Pemerintah Tiongkok sendiri membantah tuduhan tersebut. Sedangkan Rusia pada bulan lalu menuding media Amerika Serikat, The New York Times dan Financial Times, mempublikasikan kebohongan soal Kremlin.

1. Uni Eropa mengaku memiliki bukti-bukti perbuatan Tiongkok

Uni Eropa Tuding Tiongkok Lakukan Kampanye Hoaks Soal Virus CoronaPerwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri Josep Borrell berbicara dalam konferensi pers video pada EU-China Strategic Dialogue ke-10, di Komisi Eropa di Brussels, Belgia, pada 9 Juni 2020. ANTARA FOTO/Kenzo Tribouillard/Pool via REUTERS

Menurut laporan The Guardian, sejumlah politisi di Prancis sangat geram dengan adanya konten di situs resmi Kedutaan Besar Tiongkok pada April lalu. Konten itu berisi klaim bahwa para pekerja kesehatan meninggalkan tanggung jawab mereka saat puncak pandemik di Eropa sehingga menyebabkan beberapa dokter residen meninggal.

Mereka juga marah sekali karena ada seorang diplomat Tiongkok yang tak disebutkan namanya berbohong tentang 80 anggota parlemen Prancis yang ia klaim memakai hinaan rasis untuk merujuk kepada Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus. Uni Eropa menilai ini adalah bukti-bukti solid bahwa Beijing sengaja menyebarluaskan disinformasi.

Bukti lain tentang Rusia, kata Uni Eropa, adalah munculnya klaim bahwa Amerika memiliki sejumlah laboratorium rahasia di negara bekas anggota Uni Soviet. Klaim tersebut juga digaungkan oleh para pejabat dan media pemerintah Tiongkok. "Saya percaya jika kita punya bukti, kita tak perlu malu menyebutkan nama dan mempermalukan mereka," kata Wakil Presiden Komisi Eropa, Vera Jourova.

Baca Juga: [UPDATE] Sebanyak 7,4 Juta Orang di Dunia Positif COVID-19  

2. Tiongkok membantah semua yang dituduhkan Uni Eropa

Uni Eropa Tuding Tiongkok Lakukan Kampanye Hoaks Soal Virus CoronaPresiden Tiongkok Xi Jinping memberikan suaranya mengenai peraturan keamanan nasional untuk Wilayah Administrasi Khusus Hong Kong pada penutupan sesi Kongres Rakyat Nasional (NPC) di Balai Agung Rakyat di Beijing, Tiongkok, pada 28 Mei 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Carlos Garcia Rawlins

Media pemerintah Tiongkok CGTN mengutip pernyataan seorang juru bicara pemerintah yang tak disebutkan namanya. Ia membantah tuduhan-tuduhan Uni Eropa kepada negaranya dan mengatakan bahwa Tiongkok justru merupakan korban disinformasi. Menurut si juru bicara, Uni Eropa dan Tiongkok bukanlah rival sistemik.

"Pertama, saya ingin menegaskan bahwa Tiongkok selalu menolak fabrikasi dan diseminasi disinformasi oleh individu atau organisasi mana pun. Tiongkok adalah korban disinformasi," kata dia. "Dalam situasi saat ini, menyebarkan disinformasi dan jual-beli tudingan takkan membantu perlawanan global terhadap pandemik."

Ia justru balik mempersoalkan mengapa Uni Eropa diam saja soal informasi yang ia klaim "anti-Tiongkok" selama pandemik berlangsung. "Komunikasi itu merujuk kepada Tiongkok secara selektif dan tak menyinggung satu kata pun soal mereka yang memfabrikasi disinformasi sesungguhnya yang anti-Tiongkok dan anti-sains. Kami harap Uni Eropa bisa membahas isu relevan dengan berbasis fakta, tak bias serta rasional," ujarnya.

3. Rusia sempat menuduh media Barat berbohong tentang respons pemerintah terhadap COVID-19

Uni Eropa Tuding Tiongkok Lakukan Kampanye Hoaks Soal Virus CoronaPresiden Xi Jinping tiba untuk sidang pembuka Konferensi Permusyawaratan Kongres Rakyat Nasional di Balai Agung Rakyat di Beijing, Tiongkok, pada 22 Mei 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Carlos Garcia Rawlins

Rusia sendiri belum mengeluarkan pernyataan soal tuduhan Uni Eropa. Namun, pada Mei lalu, pemerintah di Moscow menuding The New York Times dan Financial Times telah melaporkan berita palsu. Kedua media yang berkantor pusat di Amerika Serikat itu mempublikasikan berita bahwa sejumlah otoritas lokal di Rusia menutupi jumlah kematian akibat COVID-19 yang sebenarnya.

Ini kenapa, kata kedua media, tingkat mortalitas di Rusia relatif lebih rendah dibandingkan negara-negara Eropa. Kementerian Luar Negeri Rusia pun memprotes dua media tersebut.

"Walau mereka sebenarnya bisa melakukan asesmen situasi secara hati-hati dan jujur dan [mempertimbangkan] pengalaman Rusia, jurnalis dari sejumlah media Barat hanya bisa membuat usaha bias untuk mengalihkan perhatian publik dari masalah domestik ke cerita berkaitan dengan Rusia yang sensasional," kata Kementerian Luar Negeri, seperti dikutip kantor berita Tass.

Lebih lanjut, kementerian menuduh para wartawan media Barat tidak peduli pada kerja keras yang belum pernah terjadi sebelumnya di Rusia untuk memaksimalkan kapabilitas sistem layanan kesehatan demi merespons ancaman virus corona.

Baca Juga: Indonesia Turut Gandeng Tiongkok untuk Temukan Vaksin COVID-19

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya