Kemlu Pulangkan 40 TKI Korban Tindak Perdagangan Orang dari Suriah

Mereka masuk Suriah melalui negara ketiga

Jakarta, IDN Times - Kementerian Luar Negeri pada 27 November 2020 lalu memulangkan 40 Tenaga Kerja Indonesia (PMI) yang diduga jadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dari Suriah. Mereka dipulangkan melalui negara ketiga agar bisa kembali ke Tanah Air. 

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pada Kamis, 3 Desember 2020 mengatakan, saat tiba di Jakarta, ke-40 TKI itu sudah menjalani tes swab untuk memastikan mereka negatif COVID-19. Di sisi lain, Menlu perempuan pertama di Indonesia itu langsung ambil sikap ketika pengiriman TKI masih saja terjadi meski moratorium masih berjalan. 

"Untuk itu pasca repatriasi Kemlu telah berkoordinasi dengan BP2MI (Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia) dan Bareskrim Polri agar mengusut tuntas pihak-pihak yang bertanggung jawab memberangkatkan mereka ke Timur Tengah," ungkap Retno. 

Lalu, bagaimana mereka bisa masuk ke negara yang masih berkonflik seperti Suriah?

1. Para TKI dikirim masuk ke Suriah dengan transit di negara ketiga di Timur Tengah

Kemlu Pulangkan 40 TKI Korban Tindak Perdagangan Orang dari SuriahIlustrasi pesawat (IDN Times/Arief Rahmat)

Baca Juga: Kemenaker Duga Ada TKI Magang ke Jepang dengan Tes COVID Palsu

Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha mengatakan puluhan TKI itu bisa dikirim masuk ke Suriah melalui negara ketiga yang masih membuka jalur penerbangan menuju ke ibu kota Damaskus. "Negara ketiga itu kebanyakan bekerja di Timur Tengah untuk dipekerjakan di Damaskus," ungkap Judha ketika berbicara dengan IDN Times melalui telepon pada hari Jumat (4/12/2020). 

Diplomat senior itu mengatakan TKI yang menjadi korban TPPO itu bekerja di teritori yang masih dikuasai pemerintah. Tidak ada yang diselamatkan dari area yang dulunya sempat diduduki oleh kelompok teroris ISIS. 

Berdasarkan data yang dimiliki IDN Times, dari 40 TKI itu sebanyak 17 orang berasal dari Jawa Barat dan 12 dari Nusa Tenggara Barat. "Mereka semua pekerja sebagai asisten rumah tangga," katanya lagi. 

Baca Juga: BNPT: 1.200 WNI di Irak-Suriah Korban Propaganda Medsos

2. Meski dilanda perang, Suriah juga terpapar pandemik COVID-19

Kemlu Pulangkan 40 TKI Korban Tindak Perdagangan Orang dari SuriahIlustrasi virus corona (IDN Times/Arief Rahmat)

Meski kelompok teroris ISIS sudah berhasil dikalahkan, bukan berarti peperangan di Suriah sudah berakhir. Situasi itu diperburuk lantaran negara yang diselimuti konflik sipil itu ikut terpapar COVID-19. 

Berdasarkan data dari World O Meter pada hari ini, 8.417 warga di sana sudah terpapar virus Sars-CoV-2. Bahkan, stasiun berita BBC pada awal Oktober lalu melaporkan pemerintahan Presiden Bashar al-Assad sedang bersiap menghadapi gelombang kedua pandemik COVID-19. 

Mereka menyiagakan rumah sakit darurat di kompleks olah raga Stadion Al-Faiha, Damaskus. Rumah sakit itu memiliki fasilitas 120 tempat tidur bagi dengan fasilitas oksigen. Selain itu, ada pula 100 tempat tidur tambahan. 

Di sisi lain, kuat dugaan angka yang dilaporkan oleh Pemerintah Suriah mengenai kasus COVID-19 tidak jujur. Menurut perwakilan Badan Kesehatan Dunia (WHO) di Suriah, Akjemal Magtymova, kemampuan tes COVID-19 di Suriah sangat terbatas. 

"Ada banyak kasus yang tidak dilaporkan dan kasus yang sebenarnya di lapangan jauh lebih tinggi," kata Magtymova. 

3. Dokter di Suriah tak mampu membeli masker berkualitas baik karena harganya mahal

Kemlu Pulangkan 40 TKI Korban Tindak Perdagangan Orang dari SuriahIlustrasi orang tertular virus corona (IDN Times/Sukma Shakti)

Stasiun berita Al Jazeera, 5 Oktober 2020 lalu melaporkan lantaran masih dirundung peperangan selama 9 tahun terakhir, perekonomian Suriah tak juga membaik. Situasi semakin memburuk ketika pandemik COVID-19 melanda. 

Di Suriah, perlengkapan medis dan pasokan masker sangat minim. Fasilitas yang disediakan oleh pemerintah untuk menjalani karantina mandiri pun tidak layak huni. Alhasil, banyak pasien yang mengalami gejala tetapi tidak melaporkannya ke otoritas kesehatan setempat. 

Untuk mengisi celah tersebut, kelompok di Facebook yang terdiri dari dokter muncul dan memberikan nasihat medis secara daring. Begitu juga bisnis penyewaan tank gas oksigen untuk penggunaan pasien di rumah. 

"Warga lebih memilih meninggal (akibat COVID-19) daripada datang ke rumah sakit," ungkap Mustofa, seorang dokter yang bekerja di rumah sakit di Damaskus. 

Ia mengaku sering dihubungi oleh warga untuk meminta nasihat medis. Namun, ia mengatakan tidak bisa menemui mereka secara langsung karena harga pakaian perlengkapan medis dan masker sangat mahal. Harga masker dengan kualitas baik yang harus diganti setiap hari mencapai 5.000 Poundsterling Suriah atau setara Rp141 ribu. 

"Itu terlalu mahal untuk saya. Bisakah Anda bayangkan? Seorang dokter saja bahkan tidak mampu membeli masker berkualitas baik," ungkap Mustofa yang digaji 96 ribu Poundsterling Suriah atau setara Rp2,6 juta. 

Baca Juga: Mahfud: Teroris ISIS Eks WNI Pulang Lewat Jalur Gelap Akan Ditangkap 

Topik:

  • Umi Kalsum

Berita Terkini Lainnya