Tiongkok Siap Teken Perjanjian Hukum untuk Lindungi ABK Indonesia

Kemlu Tiongkok akan buat panduan bagi pemilik kapal ikan

Jakarta, IDN Times - Upaya Indonesia agar Tiongkok memberikan perlindungan hukum bagi para Anak Buah Kapal (ABK) ikan hampir membuahkan hasil positif. Dalam pertemuan virtual yang digelar pada 16 September 2020 lalu dan diikuti oleh instansi dari dua negara, Negeri Tirai Bambu menjanjikan siap meneken kesepakatan imbal balik bantuan hukum (MLA). 

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyambut baik hasil pertemuan itu sambil menanti hasil dari pertemuan lanjutan yang digelar pada Jumat (18/9/2020). Menlu perempuan pertama di Indonesia itu menjelaskan dalam pertemuan dua hari lalu instansi yang ikut antara lain Kemenlu, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Ketenagakerjaan, Kejaksaan Agung, Polri, Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kemenlu Tiongkok. 

"Dari pertemuan itu, kami menunggu hasil tindak lanjut antara lain pemulangan para ABK WNI yang masih stranded  di berbagai wilayah di dunia kembali ke Indonesia, kemudian penyelesaian kasus gaji para ABK yang belum dibayar," ungkap Retno dalam pertemuan virtual pada Kamis, 17 September 2020. 

Negeri Tirai Bambu, katanya, juga akan menyusun panduan bagi para pemilik kapal ikan untuk penanganan jenazah. Kapal penangkap ikan berbendera Tiongkok akhir-akhir ini disorot lantaran melarung jenazah ABK tanpa meminta persetujuan dari pihak keluarga. Padahal, sesuai aturan internasional, pelarungan jenazah dibolehkan namun ditempuh sebagai alternatif terakhir. 

Apakah ini bermakna Tiongkok serius menindaklanjuti permintaan Indonesia untuk melakukan investigasi banyaknya ABK WNI yang meninggal saat bekerja di kapal ikan?

1. Menlu Retno berupaya agar kematian ABK di kapal ikan berbendera Tiongkok tidak terulang

Tiongkok Siap Teken Perjanjian Hukum untuk Lindungi ABK IndonesiaMenteri Luar Negeri Retno Marsudi ketika memberikan briefing (Dokumentasi Kemenlu)

Menlu Retno mengatakan Pemerintah Indonesia serius menyikapi banyaknya ABK di kapal ikan berbendera Tiongkok yang meninggal. Berdasarkan daftar ABK yang dikompilasi oleh IDN Times hingga 18 Agustus 2020 lalu, tercatat sudah ada 19 orang yang hilang dan meninggal saat bekerja di kapal berbendera Tiongkok.

Daftar itu termasuk ABK bernama Aditya Sebastian dan Sugiyana Ramadhan yang bekerja di kapal Fu Yuan Yu 1218. Keduanya memilih lompat dari kapal tempat mereka bekerja pada 7 April 2020 lalu lantaran tidak tahan diperlakukan dengan kekerasan. 

Retno menjelaskan salah satu bentuk keseriusan pemerintah yakni dengan mengangkat isu ini ketika menggelar pertemuan virtual dengan Menlu Tiongkok, Wang Yi pada Agustus lalu. 

"Saya selalu menekankan bahwa investigasi menyeluruh atas berbagai kasus ABK WNI penting untuk dilakukan agar pihak-pihak yang bertanggung jawab dapat dibawa ke ranah hukum di kedua negara. Selain itu, saya berharap kasus serupa bisa dicegah di kemudian hari," kata Retno. 

Baca Juga: 4 ABK WNI Kembali Ditemukan Meninggal di Kapal Ikan Tiongkok

2. Daftar panjang ABK WNI yang meninggal di kapal ikan berbendera Tiongkok

Tiongkok Siap Teken Perjanjian Hukum untuk Lindungi ABK IndonesiaIlustrasi meninggal (IDN Times/Mia Amalia)

Berikut adalah daftar panjang ABK Indonesia yang bekerja di kapal ikan berbendera Tiongkok dan meninggal dunia. Dua ABK di antaranya bahkan belum ditemukan hingga kini karena melompat dari kapal. 

2 ABK yang lompat dari kapal dan hingga kini belum ditemukan yaitu: 

1. 7 April 2020 (lompat ke laut hingga sekarang belum ditemukan di perairan Selat Malaka)

Aditya Sebastian bekerja di Kapal Fu Yuan Yu 1218

2. 7 April 2020 (lompat ke laut hingga sekarang belum ditemukan di perairan Selat Malaka)

Sugiyana Ramadhan bekerja di Kapal Fu Yuan Yu 1218

Sementara itu, bila dihitung sejak periode November 2019, sudah ada 19 ABK yang bekerja di kapal penangkap ikan Tiongkok dan ditemukan meninggal dunia. Berikut daftarnya:

1. 22 November 2019 (jenazahnya dikubur di laut pada 23 Desember 2019)

Taufik Ubaidilah bekerja di Kapal Fu Yuan Yu 1218 

2. 21 Desember 2019 (jenazahnya dikubur di laut)

Sepri bekerja di Kapal Long Xing 629

3. 27 Desember 2019 (jenazahnya dikubur di laut)

Alfatah bekerja di Kapal Long Xing 802

4. 16 Januari 2020 (jenazahnya dikubur di laut)

Hardianto bekerja di Kapal Luqing Yuan Yu 623

5. 30 Maret 2020 (jenazahnya dikubur di laut)

Ari bekerja di Kapal Tian Yu 8

6. 27 April 2020 (meninggal di RS Busan, Korea Selatan)

Effendi Pasaribu 

7. 22 Mei 2020 (meninggal di Pakistan)

Eko Suyanto bekerja di Kapal FV Jin Shung

8. 26 Mei 2020 (meninggal di Fiji)

Abdul Wakhid bekerja di Kapal Lu Rong Yuan Yu 326

9. Mei - Juni 2020 (jenazah dilarung di Samudera Hindia dan Laut China Selatan)

ABK berinisial D bekerja di Kapal Han Rong 363 dan ABK berinisial AS, R dan W bekerja di Kapal Han Rong 368

10. 11 Juni 2020 (meninggal di Laut Australia)

Wiwi Suryono bekerja di Kapal Lu Rong Yuan Yu 619

11. 20 Juni 2020 (meninggal di atas kapal dan jasadnya disimpan di lemari pendingin)

Hasan Apriadi bekerja di kapal FV Lu Huang Yuan Yu 118

12. 20 Juni 2020 (meninggal di Peru)

Hendrik Bidori 

13. Agustus 2020 (jenazah dipindah ke kapal kecil dan dibawa ke rumah sakit)

ABK berinisial S, M dan DA bekerja di kapal Fu Yuan Yu 829

14. Agustus 2020 (jenazah masih di atas kapal Long Xin 629 di perairan Peru) 

ABK berinisial SA

3. Pemerintah akui peraturan untuk melindungi ABK WNI masih tumpang tindih

Tiongkok Siap Teken Perjanjian Hukum untuk Lindungi ABK IndonesiaIlustrasi kapal (IDN Times/Arief Rahmat)

Sementara, salah satu hambatan untuk memberikan perlindungan bagi ABK WNI ketika mengalami masalah di luar negeri adalah aturan di dalam negeri masih tumpang tindih. Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (B2PMI), Benny Rhamdani, mengatakan pengaturan tata kelola dan kewenangan dari mulai proses perekrutan hingga penempatan juga masih belum jelas. 

"Persoalan tata kelola ABK yang carut marut itu disebabkan tidak adanya kejelasan dan ketegasan dalam pengaturan pembagian kewenangan tata kelola penempatan dan pelindungan ABK baik antara lembaga pemerintah maupun pihak-pihak lainnya yang berhak melakukan penempatan," ungkap Benny ketika berbicara di forum diskusi yang digagas Indonesia Ocean Justice Initiative pada 14 Mei 2020 lalu. 

Salah satu contoh karut-marut yakni banyak pihak yang bisa mengeluarkan surat izin penempatan ABK mulai dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Ketenagakerjaan dan Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI). Belum lagi antarlembaga pemerintah belum memiliki data terpadu yang terintegrasi terkait penempatan ABK di luar negeri. 

Kekisruhan inilah yang menambah kesulitan bagi Pemerintah Indonesia saat menangani kasus yang menimpa ABK dan nelayan RI di luar negeri. 

Baca Juga: Polri Tetapkan Satu Warga Tiongkok Jadi Tersangka Dalam Kasus ABK WNI

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya