Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Pengunjuk rasa meneriakkan slogan saat reli pro-Palestina, di tengah gejolak kekerasan Israel-Palestina, di Boston, Massachusetts, Amerika Serikat, Selasa (18/5/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Brian Snyder.
Pengunjuk rasa meneriakkan slogan saat reli pro-Palestina, di tengah gejolak kekerasan Israel-Palestina, di Boston, Massachusetts, Amerika Serikat, Selasa (18/5/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Brian Snyder.

Intinya sih...

  • Perjanjian Oslo 1993: harapan perdamaian.

  • Inisiatif internasional dan tantangan solusi dua negara.

  • Rencana perdamaian baru dan tantangan masa kini.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Konflik antara Israel dan Palestina menjadi salah satu pertikaian paling panjang dalam sejarah modern. Perselisihan ini telah berlangsung lebih dari satu abad, berakar pada perebutan tanah, identitas nasional, dan hak atas wilayah suci Yerusalem.

Dikutip dari BBC, konflik ini telah memicu perang berulang antara Israel dan negara-negara Arab, serta perlawanan warga Palestina melalui intifada. “Konflik ini tidak hanya soal politik, tetapi juga tentang sejarah dan hak untuk hidup di tanah yang sama,” ujar analis Timur Tengah, Dr. Leila Hassan.

Meskipun berbagai upaya damai telah dilakukan, konflik masih berlanjut hingga kini. Perang antara Israel dan Hamas di Gaza menjadi bukti betapa rapuhnya proses perdamaian di kawasan tersebut. Perbedaan pandangan soal batas wilayah dan status Yerusalem terus menjadi hambatan utama dalam mencapai solusi dua negara.

1. Perjanjian Oslo 1993: harapan perdamaian

potret Perdana Menteri Yitzhak Rabin (laizquierdadiario.com)

Upaya perdamaian besar pertama antara Israel dan Palestina terjadi melalui Perjanjian Oslo pada tahun 1993. Kesepakatan ini ditandatangani oleh Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin dan Pemimpin Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Yasser Arafat.

Perjanjian ini memberikan dasar bagi pembentukan Otoritas Palestina dan diharapkan membuka jalan menuju solusi dua negara. Oslo juga menandai pengakuan resmi antara kedua belah pihak setelah puluhan tahun konflik.

Namun, proses perdamaian ini tidak bertahan lama. Serangkaian aksi kekerasan, termasuk pembunuhan Rabin pada 1995, membuat kepercayaan kedua pihak runtuh. Konflik dan pendudukan terus berlanjut, sementara pembicaraan damai mengalami kebuntuan.

2. Inisiatif internasional dan tantangan solusi dua negara

Mahkamah Internasional (ICJ). (twitter.com/CIJ_ICJ)

Setelah kegagalan Oslo, berbagai negara berupaya menengahi perdamaian. Amerika Serikat, Uni Eropa, dan PBB menawarkan “Peta Jalan Menuju Perdamaian” pada 2003, yang menekankan pentingnya solusi dua negara dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina. Namun, pembangunan permukiman Israel di Tepi Barat menjadi penghalang utama. Banyak negara, termasuk Prancis dan Inggris, menilai perluasan pemukiman tersebut melanggar hukum internasional dan mempersempit peluang perdamaian.

Pada Juli 2024, Mahkamah Internasional (ICJ) menyatakan bahwa keberadaan Israel di wilayah Palestina yang diduduki adalah ilegal. Pernyataan ini memperkuat tekanan dunia agar Israel menghentikan pendudukan dan membuka ruang bagi negosiasi damai yang adil.

3. Rencana perdamaian baru dan tantangan masa kini

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu (DedaSasha, CC BY-SA 4.0 , via Wikimedia Commons)

Pada Oktober 2025, Israel menyetujui tahap pertama rencana perdamaian yang dimediasi Amerika Serikat, mencakup gencatan senjata di Gaza, pembebasan sandera, serta penarikan pasukan. Rencana ini disambut positif oleh beberapa negara Barat yang berharap menjadi awal baru menuju stabilitas regional.

Namun, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak solusi dua negara, menyebutnya sebagai ancaman bagi keamanan Israel. Di sisi lain, Otoritas Palestina menegaskan bahwa perdamaian sejati hanya dapat dicapai melalui pengakuan penuh terhadap negara Palestina.

Menurut diplomat PBB Richard Coleman, “Perdamaian sejati di Timur Tengah tidak akan tercapai tanpa keadilan bagi Palestina dan jaminan keamanan bagi Israel.” Meski jalan masih panjang, pengakuan internasional terhadap negara Palestina yang semakin meluas menunjukkan bahwa harapan perdamaian belum sepenuhnya padam.

Editorial Team