Presiden Filipina: ASEAN Kesulitan Atasi Konflik Myanmar 

Bongbong sebut ASEAN sudah bersatu soal isu ini

Jakarta, IDN Times - Presiden Filipina Ferdinand ‘Bongbong’ Marcos mengatakan. konflik Myanmar menjadi salah satu masalah yang cukup sulit diatasi oleh ASEAN. Menurut Bongbong, hanya sedikit kemajuan yang bisa dicapai terkait konflik ini.

“Ada komitmen dari ASEAN, namun masalahnya rumit, termasuk dampak kemanusiaannya. PBB mengatakan lebih dari 1 juta orang telah mengungsi sejak militer Myanmar melakukan kudeta pada 2021,” kata Bongbong, berbicara di forum di Hawaii, dikutip dari Channel News Asia, Selasa (21/11/2023).

“Ada banyak dorongan bagi ASEAN untuk menyelesaikan masalah ini. Tapi masalah Myanmar ini sangat-sangat sulit,” ungkap dia.

1. Filipina akan jadi ketua ASEAN 2026 gantikan Myanmar

Presiden Filipina: ASEAN Kesulitan Atasi Konflik Myanmar Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. (Twitter.com/Bongbong Marcos)

Sementara itu, Filipina sudah menyanggupi untuk menjadi ketua ASEAN 2026 menggantikan Myanmar.

“Keketuaan ASEAN 2026 akan dipegang oleh Filipina dan ASEAN berkomitmen untuk melanjutkan bantuan kemanusiaan ke Myanmar,” kata Retno, ketika ditemui awak media di KTT ke-43 ASEAN, di Jakarta, September lalu.

Sesuai urutan alfabet, seharusnya Myanmar memang memegang keketuaan ASEAN pada 2026. Keketuaan ASEAN pada 2024 akan dipegang Laos dan Malaysia memegang keketuaan pada 2025.

Baca Juga: Kata Kemlu RI soal 100 Rohingnya yang Mendarat di Aceh

2. Ratusan Rohingya mendarat di Aceh sejak pekan lalu

Presiden Filipina: ASEAN Kesulitan Atasi Konflik Myanmar Ilustrasi pengungsi etnis Rohingya berada di Pulau Idaman, pesisir Pantai Kuala Simpang Ulim, Aceh Timur, Aceh, Sabtu (5/6/2021). Sebanyak 81 orang pengungsi etnis Rohingya dengan tujuan Malaysia yang terdampar di Aceh pada 4 Juni 2021. (ANTARA FOTO/Irwansyah)

Badan PBB untuk Pengungsi (UNHCR) menanggapi 341 pengungsi Rohingya dari Myanmar yang baru saja mendarat di Pidie, Aceh, beberapa hari lalu. UNHCR mengapresiasi Indonesia, sebagai pihak yang tidak meneken Konvensi Pengungsi, tetapi mau dan mengizinkan para pengungsi untuk masuk.

“Dengan mengizinkan pendaratan aman kepada sekitar 341 pengungsi Rohingya, yang tiba dengan dua perahu terpisah antara tanggal 14 dan 15 November, Indonesia telah menunjukkan solidaritas dan jiwa kemanusiaan yang kuat,” sebut pernyataan dari UNHCR, Sabtu (18/11/2023).

“UNHCR meminta agar kepedulian dan keramahan diberikan secara berkelanjutan untuk mendukung pendaratan perahu lain yang mungkin akan datang, termasuk perahu ketiga yang saat ini terombang ambing di lepas pantai Aceh,” lanjut pernyataan itu.

3. Indonesia bukan pihak yang meneken Konvensi Pengungsi 1951

Presiden Filipina: ASEAN Kesulitan Atasi Konflik Myanmar Juru bicara Kementerian Luar Negeri RI, Lalu Muhamad Iqbal (kiri) (IDN Times/Sonya Michaella)

Juru bicara Kementerian Luar Negeri RI, Lalu Muhamad Iqbal, menyatakan bahwa Indonesia bukan pihak yang meneken Konvensi Pengungsi 1951. Maka dari itu, Indonesia tidak memiliki kewajiban dan kapasitas untuk menampung pengungsi, apalagi memberi solusi permanen bagi mereka.

"Penampungan yang selama ini diberikan semata-mata karena alasan kemanusiaan. Ironisnya banyak negara pihak pada konvensi justru menutup pintu dan bahkan menerapkan kebijakan push back terhadap para pengungsi itu,” kata Iqbal.

Iqbal menambahkan, penanganan sementara yang dilakukan oleh Indonesia terhadap etnis Rohingnya malah dimanfaatkan oleh jaringan penyelundupan manusia.

“Mereka malah mencari keuntungan finansial dari para pengungsi tanpa peduli risiko tinggi yang dihadapi oleh mereka, khususnya kelompok rentan seperti perempuan dan anak-anak. Bahkan banyak di antara mereka teridentifikasi korban TPPO,” ucap Iqbal.

Baca Juga: MER-C: Israel Serang RS Indonesia di Jalur Gaza dari Darat dan Udara 

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya