Rayakan Hari Kemenangan, Rusia Tak Berencana Akhiri Invasi di Ukraina
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan perayaan Hari Kemenangan Rusia yang jatuh pada 9 Mei mendatang tidak akan mempengaruhi operasi Rusia di Ukraina.
Sejak invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina pada 24 Februari lalu, belum ada tanda-tanda perang tersebut akan berakhir. Ribuan warga sipil telah tewas dan jutaan warga Ukraina telah mengungsi akibat invasi Rusia tersebut.
Baca Juga: Menlu Rusia: Kami Tak Berniat Gulingkan Posisi Zelenskyy di Ukraina
1. Tak ada rencana akhiri invasi di Ukraina
Lavrov menegaskan, tidak ada gencatan senjata meski Rusia memperingati Hari Kemenangan.
“Militer kami tidak akan secara artifisial menghentikan tindakan mereka pada tanggal berapa pun, termasuk Hari Kemenangan,” kata Lavrov, dikutip dari Al Jazeera, Senin (2/5/2022).
“Laju operasi di Ukraina meminimalkan risiko bagi penduduk sipil dan personel militer Rusia,” lanjutnya. Rusia biasanya memperingati Hari Kemenangan dengan parade militer besar-besaran di pusat kota Moskow dan Presiden Vladimir Putin akan berpidato.
Baca Juga: Inggris Tuduh Rusia Gunakan Tim Buzzer untuk Pengaruhi Opini Publik
2. Hari Kemenangan Rusia
Lavrov menambahkan, perayaan 9 Mei mendatang adalah perayaan yang seperti biasa Rusia lakukan untuk memperingati pembebasan Rusia dari Nazi.
“Kami akan merayakan 9 Mei dengan khidmat, seperti yang selalu kami lakukan. Mengingat mereka yang gugur untuk membebaskan Rusia dan republik-republik lain bekas Uni Soviet, dari Nazi,” ucap Lavrov lagi.
Ia berujar, Rusia berkomitmen untuk bekerja mencegah perang nuklir muncul kembali.
Baca Juga: Museum Digempur, Ukraina Tuding Pasukan Rusia Jarah Ribuan Artefak
3. Rusia kembali desak AS dan sekutu berhenti bantu senjata ke Ukraina
AS dan sekutu memiliki komitmen untuk membantu pemerintah Kiev. Negara-negara Barat terus membantu Ukraina dengan mengirimkan senjata pertahanan, termasuk senjata berat yang lebih ofensif.
Presiden AS, Joe Biden, baru-baru ini bahkan mengusulkan anggaran bantuan baru untuk Ukraina senilai 33 miliar dolar atau sekitar Rp479,3 triliun. Anggaran tersebut termasuk paket bantuan militer untuk pasukan Ukraina.