Tolak Marcos, 400 Orang Demo Quick Count Pilpres Filipina 

Mereka tak ingin Bongbong Marcos jadi presiden

Jakarta, IDN Times - Ferdinand Marcos Jr atau biasa disapa Bongbong Marcos unggul telak dalam penghitungan sementara pemilihan presiden Filipina. Bongbong adalah anak dari diktator Filipina, Ferdinand Marcos Sr.

Hitung cepat pemilu Filipina menunjukkan Bongbong telah mendapatkan lebih dari 30 juta suara. Dia bersama wakilnya, Sara Duterte, yang merupakan anak dari Presiden Rodrigo Duterte, dipastikan akan menjadi presiden serta wakil presiden selanjutnya.

Penghitungan suara resmi sendiri sudah dimulai sejak kemarin dan diprediksi akan selesai dalam beberapa pekan ke depan.

1. Protes karena Bongbong menang

Tolak Marcos, 400 Orang Demo Quick Count Pilpres Filipina KPU Filipina mengeluarkan petisi untuk menolak pencalonannya terhadap Ferdinand Marcos Jr. pada Senin, 17 Januari 2021, waktu setempat. (Instagram.com/bongbongmarcos)

Sekitar 400 orang, yang sebagian besar adalah mahasiswa, melakukan protes di luar gedung KPU Filipina. Mereka bahkan menyebut ada kecurangan dalam pilpres kali ini.

Dilansir dari Thai PBS World, Rabu (11/5/2022), muncul juga petisi yang berisi pengajuan banding atas keputusan penghitungan cepat tersebut.

Kelompok HAM juga meminta warga Filipina agar menolak jika Marcos memang benar menang dalam pilpres tahun ini.

“Kemenangan dia dibangun di atas kebohongan dan disinformasi untuk membersihkan nama Marcos Sr,” ujar kelompok HAM Karapatan.

Baca Juga: Ferdinand Marcos dan Sara Duterte Lanjutkan Politik Keluarga 

2. Bakal ikuti jejak Duterte

Tolak Marcos, 400 Orang Demo Quick Count Pilpres Filipina Presiden Filipina, Rodrigo Duterte (ANTARA FOTO/ICom/AM IMF-WBG/Wisnu Widiantoro)

Ketika berkampanye, Marcos tak mengumumkan banyak soal kebijakannya. Namun, diperkirakan kebijakannya tak akan jauh dari kebijakan Rodrigo Duterte.

Ia juga sempat memuji ayahnya sebagai seorang yang jenius dan negarawan. Meski ia tampak kesal saat ada yang bertanya soal darurat militer yang diberlakukan ayahnya 36 tahun silam, ketika menjadi presiden.

Keluarganya menjarah miliaran dolar dari negara dan ayahnya menerapkan darurat militer pada 1972 silam menandai salah satu periode tergelap dalam sejarah politik Filipina.

Keluarganya terpaksa keluar dari Istana Malacanang dan pergi ke pengasingan. Di pengasingan inilah, Marcos Sr meninggal dunia.

Pada 1990-an, keluarga Marcos diizinkan untuk kembali ke Filipina. Bongbong akhirnya terjun ke politik seperti ayahnya. Ia terpilih sebagai gubernur Ilocos Norte, lalu anggota kongres dan senator.

3. Pemungutan suara diwarnai insiden penembakan

Tolak Marcos, 400 Orang Demo Quick Count Pilpres Filipina Ilustrasi Penembakan (IDN Times/Mardya Shakti)

Proses pemungutan suara sebagian besar berlangsung dengan aman dan damai meski diwarnai dengan sedikit insiden mematikan.

Dilansir Al Jazeera, pihak berwenang Filipina melaporkan ada dua penembakan mematikan di tempat pemungutan suara di pulau Mindanao yang bergejolak. Dilaporkan enam orang tewas dan tiga orang lainnya mengalami luka-luka.

Selanjutnya, serangan granat menyusul pada hari Minggu yang melukai sembilan orang. Ada dua kota yang mendapatkan serangan tersebut dengan lima granat tangan.

Baca Juga: Bongbong Marcos Belum Mau Rayakan Kemenangannya di Pilpres Filipina

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya