Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
anak-anak di Gaza mengantre untuk makanan. (UNRWA, CC BY 4.0 , via Wikimedia Commons)
anak-anak di Gaza mengantre untuk makanan. (UNRWA, CC BY 4.0 , via Wikimedia Commons)

Intinya sih...

  • IPC mencatat adanya penurunan signifikan jumlah warga yang berada dalam kondisi bencana kelaparan atau fase 5.

  • Sekitar 100 ribu orang pada bulan lalu masih berada dalam kategori bencana, tapi angka ini diproyeksikan turun menjadi 1.900 orang pada April 2026.

  • Malnutrisi akut masih menjadi ancaman serius bagi kelompok rentan, khususnya anak-anak dan perempuan di Gaza. Laporan memprediksi hampir 101 ribu anak berusia enam hingga 59 bulan akan menderita malnutrisi akut hingga Oktober 2026.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Laporan terbaru Integrated Food Security Phase Classification (IPC) menyatakan kondisi kelaparan di Jalur Gaza mulai mereda pascagencatan senjata. Penurunan ini terjadi berkat peningkatan akses bantuan kemanusiaan serta masuknya pengiriman komersial ke wilayah tersebut sejak Oktober.

Meski status bencana kelaparan (famine) telah dicabut, PBB memperingatkan situasi pangan di Gaza masih sangat kritis dan jauh dari stabil. Sebanyak 1,6 juta orang atau sekitar 77 persen populasi masih menghadapi kerawanan pangan akut.

1. Warga Gaza masih mengalami kerawanan pangan

ilustrasi perbatasan Gaza. (unsplash.com/Emad El Byed)

IPC mencatat adanya penurunan signifikan jumlah warga yang berada dalam kondisi bencana kelaparan atau fase 5. Sekitar 100 ribu orang pada bulan lalu masih berada dalam kategori bencana, tapi angka ini diproyeksikan turun menjadi 1.900 orang pada April 2026.

Walaupun angka kelaparan ekstremtelah turun, hampir seluruh wilayah Gaza masih diklasifikasikan dalam status darurat atau fase 4. Fase ini ditandai dengan tingginya malnutrisi akut dan risiko kematian akibat kekurangan pangan. Laporan tersebut juga memperingatkan mengenai potensi kembalinya status kelaparan jika konflik pecah lagi.

"Dalam skenario terburuk, seperti permusuhan baru dan terhentinya arus masuk kemanusiaan dan komersial, seluruh Jalur Gaza berisiko mengalami Kelaparan hingga pertengahan April 2026. Hal ini menunjukkan krisis kemanusiaan parah yang masih berlanjut" tulis IPC pada Jumat (19/12/2025), dilansir Anadolu Agency.

2. Anak-anak dan ibu di Gaza terancam malnutrisi akut

pemandangan Jalur Gaza (unsplash.com/Mohammed Ibrahim)

Malnutrisi akut masih menjadi ancaman serius bagi kelompok rentan, khususnya anak-anak dan perempuan di Gaza. Laporan memprediksi hampir 101 ribu anak berusia enam hingga 59 bulan akan menderita malnutrisi akut hingga Oktober 2026. Angka ini mencakup lebih dari 31 ribu kasus gizi buruk parah yang memerlukan penanganan medis segera.

Selain anak-anak, ribuan ibu hamil dan menyusui juga menghadapi risiko kesehatan fatal akibat kurangnya asupan nutrisi. Diperkirakan 37 ribu perempuan dalam kategori ini akan mengalami malnutrisi akut selama periode yang sama. Kondisi fisik mereka yang lemah diperparah oleh rusaknya fasilitas kesehatan dan sanitasi.

Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, menilai situasi masih sangat rapuh dan mendesak perlunya gencatan senjata yang benar-benar tahan lama. Menurutnya, bantuan yang ada saat ini baru sebatas memenuhi kebutuhan dasar untuk bertahan hidup.

"Kelaparan telah berhasil dikurangi dan sekarang lebih banyak orang dapat mengakses makanan yang mereka butuhkan untuk bertahan hidup. Namun, kemajuan ini masih sangat rapuh," ujar Guterres, dilansir UN News.

3. Israel sempat bantah ada kelaparan di Gaza

Sebelumnya, pemerintah Israel melalui badan militernya, COGAT, membantah temuan laporan IPC yang menyebut adanya bencana kelaparan di Gaza. Mereka mengklaim jumlah truk bantuan yang masuk ke Gaza sudah jauh melebihi kebutuhan yang ditetapkan PBB. Menurut data COGAT, antara 600 hingga 800 truk bantuan memasuki Gaza setiap hari sejak gencatan senjata.

"Laporan tersebut bergantung pada kesenjangan data yang parah dan sumber-sumber yang tidak mencerminkan cakupan penuh bantuan kemanusiaan. Oleh karena itu, laporan ini menyesatkan komunitas internasional, memicu disinformasi, dan menyajikan gambaran palsu tentang kenyataan di lapangan," ujar COGAT, dilansir The New Arab.

Namun, lembaga bantuan internasional mengungkap masih ada hambatan birokrasi oleh Israel yang memperlambat distribusi bantuan. Sementara itu, PBB memperingatkan layanan pendukung seperti air bersih dan kesehatan masih hancur total.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team