Suhu Capai 40 Derajat Celcius, Shanghai Keluarkan Peringatan Tertinggi

Jakarta, IDN Times - Biro Meteorologi Shanghai mengeluarkan peringatan gelombang panas tertinggi untuk kedua kalinya dalam pekan ini pada Sabtu (3/8/2024). Peringatan cuaca bencana terbaru itu merujuk pada perkiraan suhu di beberapa bagian distrik Pudong yang melebihi 40 derajat celcius.
Menurut biro cuaca, peringatan pertama dikeluarkan oleh kota berpenduduk sekitar 25 juta jiwa itu adalah pada 1 Agustus, setelah suhu di pusat kota Shanghai mencapai 40 derajat celcius, dilansir The Straits Times.
1. Upaya Shanghai menghemat energi untuk menjamin pasokan listrik
Dilaporkan, suhu tertinggi yang pernah terjadi di Shanghai adalah 40,9 derajat celcius, yang tercatat pada 1873 dan terulang kembali pada dua tahun yang lalu.
Pihak berwenang telah mendesak para pelaku bisnis dan warga untuk mengambil tindakan pencegahan. Ini termasuk pencegahan kebakaran.
Di tengah permintaan pendingin ruangan yang meningkat, pemerintah Shanghai telah memerintahkan lampu lanskap di kota besar itu untuk dimatikan satu jam lebih awal. Ini sebagai bagian dari upaya untuk memastikan pasokan listrik terjamin.
2. China sedang menghadapi kondisi cuaca ekstrem
Sebagian besar wilayah China, khususnya China bagian utara dan timur, dilanda gelombang panas terik selama musim panas ini, dengan suhu di beberapa daerah mencapai rekor tertinggi.
Sementara itu, pemerintah Negeri Tirai Bambu telah meningkatkan upaya bantuan bencana setelah hujan lebat dan tanah longsor, yang melanda wilayah tengah dan selatan negara itu dalam beberapa minggu terakhir. Imbas bencana alam tersebut, ribuan orang mengungsi, infrastruktur rusak, serta produksi industri dan pertanian terancam.
Hal ini diyakini karena perubahan iklim. China merupakan penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia yang menurut para ilmuwan menyebabkan pemanasan global dan membuat cuaca ekstrem lebih sering terjadi dan lebih intens.
3. Upaya China menurunkan emisi karbon

China telah berjanji untuk menurunkan emisi karbon dioksida pada 2030 dan menjadi nol bersih pada 2060. Akan tetapi, negara ini menolak seruan untuk melakukan pengurangan yang lebih berani.
China telah lama bergantung pada tenaga batu bara yang sangat berpolusi, guna mendorong perekonomiannya yang besar. Namun, hal ini dibarengi dengan kemunculannya sebagai pemimpin energi terbarukan dalam beberapa tahun terakhir.
"China akan mempercepat pengembangan sistem kontrol emisi karbon untuk membantunya mencapai target, mencapai puncak emisi gas penyebab pemanasan iklim pada 2030," kata kabinet pada 2 Agustus, dikutip dari Reuters.
Di bawah rencana kerja yang diumumkan oleh Dewan Negara, sistem 'kontrol ganda' akan mulai berlaku selama periode rencana lima tahun 2026-2030. Selama periode tersebut, intensitas akan tetap menjadi ukuran utama, namun kontrol emisi total akan melengkapi hal tersebut, dan fokusnya akan bergeser ke kontrol emisi setelahnya.
Rencana itu juga menyerukan perbaikan dalam sistem statistik dan penghitungan emisi karbon pada 2025, dengan fokus pada industri-industri utama seperti listrik, baja, logam, bahan bangunan, dan petrokimia.