Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Suriname Pilih Presiden Perempuan Pertama di Tengah Krisis

bendera Suriname. (pexels.com/aboodi vesakaran)

Jakarta, IDN Times - Parlemen Suriname pada Minggu (6/7/2025) memilih Jennifer Geerlings-Simons sebagai presiden perempuan pertama dalam sejarah negara itu. Ia merupakan seorang dokter dan mantan ketua parlemen yang kini telah berusia 71 tahun.

Simons, yang memimpin National Democratic Party (NDP), dijadwalkan akan dilantik secara resmi pada 16 Juli 2025. Kemenangannya dipastikan setelah partainya berhasil membentuk koalisi mayoritas di parlemen setelah pemilu legislatif Mei lalu.

1. Menang tipis dari petahana

Dalam pemilihan Mei lalu, NDP berhasil meraih 18 dari 51 kursi parlemen. Perolehan tersebut mengungguli tipis perolehan partai VHP pimpinan Presiden petahana Chan Santokhi yang hanya mendapatkan 17 kursi.

Setelah pemilu, NDP berhasil membentuk aliansi strategis dengan lima partai lain untuk mengamankan total 34 kursi di parlemen. Koalisi ini memberikan mereka mayoritas dua pertiga suara yang diperlukan untuk menunjuk presiden secara tidak langsung melalui Majelis Nasional.

Pihak Chan Santokhi akhirnya memutuskan untuk tidak mengajukan kandidat tandingan dalam pemilihan presiden di parlemen. NDP sendiri merupakan partai yang didirikan oleh mantan pemimpin kontroversial Suriname, Desi Bouterse, yang meninggal sebagai buronan tahun lalu.

"Saya sangat menyadari tanggung jawab yang kini berada di pundak kami. Tanggung jawab ini menjadi lebih besar bagi saya karena saya adalah perempuan pertama yang memegang jabatan ini," ujar Simons, dilansir dari France24.

2. Simons akan berhadapan dengan krisis ekonomi Suriname

Simons akan menghadapi kondisi Suriname yang tengah dilanda krisis ekonomi parah dan ketidakpuasan publik. Situasi ini merupakan dampak dari kebijakan penghematan ketat pemerintahan sebelumnya yang memicu serangkaian protes massa.

Pemerintahan Santokhi sebelumnya memang berhasil merestrukturisasi utang dengan bantuan Dana Moneter Internasional (IMF). Namun, langkah tersebut disertai dengan pengurangan subsidi secara signifikan yang dinilai sangat memberatkan warga, dilansir ABC News.

Suriname juga harus membayar utang yang jumlahnya mencapai 400 juta dolar AS (sekitar Rp6,5 triliun) setiap tahunnya. Angka ini menjadi beban berat bagi Suriname yang sekitar 20 persen populasinya hidup di bawah garis kemiskinan.

"Suriname tidak punya cukup uang untuk membayarnya. Pemerintahan sebelumnya memang menjadwal ulang utang, tapi itu hanyalah sebuah penundaan," kata Winston Ramautarsingh, mantan ketua Asosiasi Ekonom Suriname, dikutip dari Al Jazeera.

3. Suriname sambut pendapatan baru dari cadangan minyak

Di tengah kesulitan ekonomi, harapan besar Suriname kini tertumpu pada penemuan cadangan minyak lepas pantai yang melimpah. Produksi pertama dari proyek yang dipimpin oleh perusahaan energi TotalEnergies tersebut dijadwalkan akan dimulai pada tahun 2028.

Simons berjanji kekayaan Suriname akan dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat.

"Saya akan menggunakan semua pengetahuan, kekuatan, dan wawasan saya untuk membuat kekayaan kita dirasakan seluruh warga negara kita. Perhatian khusus akan diberikan kepada kaum muda dan mereka yang selama ini belum memiliki kesempatan untuk berkembang," tutur Simons, dilansir Strait Times.

Simons menyatakan bahwa prioritas utamanya adalah menstabilkan keuangan negara secepat mungkin. Salah satu rencananya adalah meningkatkan pendapatan melalui pengetatan pungutan pajak, termasuk dari sektor penambangan emas skala kecil.

Di sisi lain, Suriname juga dinilai semakin mesra dengan China sebagai mitra politik dan dagangnya. Negara ini telah bergabung dalam Belt and Road Initiative yang digagas China sejak tahun 2019.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rama
EditorRama
Follow Us