Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Universitas Columbia Sepakati Denda Antisemitisme Senilai Rp3 Triliun

ilustrasi tulisan Columbia University (pexels.com/Charlotte May)
Intinya sih...
  • Trump desak reformasi kampusPemerintahan Trump memutus aliran dana ke Columbia karena menilai universitas tersebut gagal menekan antisemitisme, terutama sejak meletusnya perang Israel–Gaza pada Oktober 2023. Kesepakatan yang diteken pada Rabu (23/7/2025) itu mengikat Columbia untuk menjalankan reformasi secara menyeluruh.
  • Columbia ubah kebijakan internal dan jatuhkan sanksi berat ke mahasiswaDi bawah tekanan Gedung Putih, Columbia mengubah berbagai aturan kampus, termasuk merestrukturisasi Departemen Studi Timur Tengah serta merekrut petugas khusus untuk mengawasi demonstrasi. Universitas pun mengadopsi definisi antisemitisme dari International Holocaust Remembrance Alliance (IH

Jakarta, IDN Times – Universitas Columbia sepakat membayar 221 juta dolar AS (sekitar Rp3,5 triliun) kepada pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, atas tuduhan gagal melindungi mahasiswa Yahudi.

Dana itu mencakup 200 juta dolar AS (sekitar Rp3,2 triliun) untuk pemerintah federal dan 21 juta dolar AS (sekitar Rp341 miliar) lainnya guna menyelesaikan penyelidikan dari Komisi Kesempatan Kerja Setara Amerika Serikat (EEOC). Pembayaran akan dilakukan dalam kurun waktu tiga tahun ke depan.

Kesepakatan mencakup reformasi besar di lingkungan kampus Columbia, seperti penambahan petugas keamanan serta revisi prosedur disipliner. Reformasi ini sebenarnya telah diumumkan sejak Maret lalu.

“Perjanjian ini menandai langkah maju yang penting setelah periode pengawasan federal yang berkelanjutan dan ketidakpastian institusional,” kata Presiden Sementara Columbia, Claire Shipman, dikutip dari The Guardian.

1. Trump desak reformasi kampus

ilustrasi dolar (pexels.com/Pixabay)
ilustrasi dolar (pexels.com/Pixabay)

Pemerintahan Trump memutus aliran dana ke Columbia karena menilai universitas tersebut gagal menekan antisemitisme, terutama sejak meletusnya perang Israel–Gaza pada Oktober 2023.

Columbia lantas menyetujui sejumlah tuntutan pemerintah, seperti mendefinisikan ulang antisemitisme dan memperbarui aturan disiplin mahasiswa. Kesepakatan yang diteken pada Rabu (23/7/2025) itu mengikat Columbia untuk menjalankan reformasi secara menyeluruh.

Kesepakatan ini menjadi yang pertama antara pemerintah federal dan universitas di tengah kampanye Trump yang menyebut kampus sebagai musuh. Pemerintah bahkan dilaporkan menahan miliaran dolar dalam bentuk hibah dan kontrak demi memaksa kampus menjalankan kebijakan tertentu. Columbia juga diminta mempertahankan sistem penerimaan berbasis prestasi dan mencabut program yang dianggap menerapkan kuota rasial atau target keberagaman.

Dalam surat kepada alumni pada Juni lalu, Shipman mengungkapkan bahwa reputasi riset universitas tengah menghadapi tekanan besar. Columbia juga terancam kehilangan pendanaan tambahan hingga 1,2 miliar dolar AS (sekitar Rp19,5 triliun) dari National Institutes of Health (NIH), lembaga federal yang membiayai riset kesehatan. Kekhawatiran inilah yang mendorong universitas untuk menerima kesepakatan dengan pemerintah.

2. Columbia ubah kebijakan internal dan jatuhkan sanksi berat ke mahasiswa

ilustrasi gaza (pexels.com/TIMO)
ilustrasi gaza (pexels.com/TIMO)

Di bawah tekanan Gedung Putih, Columbia mengubah berbagai aturan kampus, termasuk merestrukturisasi Departemen Studi Timur Tengah serta merekrut petugas khusus untuk mengawasi demonstrasi. Aturan baru mencakup larangan memakai masker saat unjuk rasa, kewajiban membawa kartu identitas kampus, dan pengawasan ketat terhadap kelompok mahasiswa.

Tim pengawas ini juga diberi kewenangan menjatuhkan sanksi hingga pengeluaran terhadap mahasiswa yang dianggap melanggar.

Universitas pun mengadopsi definisi antisemitisme dari International Holocaust Remembrance Alliance (IHRA), meski definisi tersebut sempat memicu kontroversi. Kebijakan itu disertai pelatihan tambahan untuk seluruh civitas akademik Columbia.

Kritik terhadap universitas meningkat sejak dua tahun terakhir, terutama terkait tuduhan pembiaran terhadap demonstrasi pro-Palestina yang dianggap sebagai tindakan antisemit.

Pada Selasa (22/7/2025), Dewan Yudisial Universitas Columbia menyatakan telah menyelesaikan proses disipliner terhadap mahasiswa yang terlibat dalam demonstrasi besar. Aksi tersebut termasuk protes di perpustakaan dan perkemahan bertajuk Revolt for Rafah.

Menurut kelompok mahasiswa Columbia University Apartheid Divest (CUAD), hampir 80 mahasiswa dikenai sanksi berupa skors satu hingga tiga tahun atau dikeluarkan. CUAD menyebut keputusan ini tidak adil dan mengecam kesepakatan sebagai bentuk suap politik.

“Bayangkan menjual mahasiswa Anda hanya agar Anda bisa membayar Trump 221 juta dolar dan terus mendanai genosida,” tulis CUAD di platform X.

3. Universitas elite lain ikut terancam

logo Harvard (pexels.com/Matthis Volquardsen)
logo Harvard (pexels.com/Matthis Volquardsen)

Langkah Columbia terjadi di tengah tekanan serupa terhadap kampus elite lainnya, termasuk Universitas Harvard yang kini menggugat pemerintah atas hilangnya dana sebesar 2,6 miliar dolar AS (sekitar Rp42 triliun).

Pada April lalu, Universitas Brown juga diancam akan kehilangan 510 juta dolar AS (sekitar Rp8,3 triliun), sementara universitas lain seperti Cornell, Northwestern, Pennsylvania, dan Princeton ikut masuk dalam daftar target pemerintah.

Dilansir dari BBC, pemerintah AS sedang meninjau lebih dari 4 ribu hibah di 600 universitas dengan total nilai sekitar 8 miliar dolar AS (sekitar Rp130 triliun). Menteri Pendidikan AS, Linda McMahon, menilai bahwa kesepakatan dengan Columbia merupakan perubahan besar dalam cara pemerintah mengawasi institusi pendidikan tinggi. Ia juga menyampaikan bahwa reformasi di Columbia dapat menjadi acuan bagi universitas-universitas yang ingin memulihkan kepercayaan publik Amerika.

Trump menyambut penyelesaian ini dengan pujian dalam unggahannya di platform Truth Social. Ia menyebut Columbia sebagai contoh bagi kampus lain yang dinilai telah menyalahgunakan dana pemerintah.

“Banyak institusi pendidikan tinggi lainnya yang telah menyakiti banyak orang, dan sangat tidak adil serta tidak jujur, dan telah menghabiskan uang federal dengan salah, banyak di antaranya dari pemerintah kami, akan segera menyusul,” tulis Trump, dikutip dari Al Jazeera.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rama
EditorRama
Follow Us