Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Usai Ditangkap, Eks Menhan Korsel Mencoba Bunuh Diri di Tahanan

Mantan Menteri Pertahanan Korea Selatan, Kim Yong-hyun. (U.S. Secretary of Defense, Public domain, via Wikimedia Commons)

Jakarta, IDN Times - Komisaris Jenderal Lembaga Pemasyarakatan Korea Selatan (Korsel), Shin Yong Hae, mengatakan bahwa mantan Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun mencoba bunuh diri di sebuah pusat penahanan di Seoul. Upaya bunuh diri berhasil digagalkan dan kini mantan pejabat itu berada dalam pengawasan. 

Kim ditangkap pada Rabu (11/12/2024) setelah pengadilan Seoul menyetujui surat perintah penangkapannya atas tuduhan memainkan peran kunci dalam pemberontakan dan melakukan penyalahgunaan kekuasaan. Kim menjadi orang pertama yang secara resmi ditangkap terkait keputusan darurat militer Presiden Yoon Suk Yeol pada 3 Desember lalu. 

Kim dituduh merekomendasikan darurat militer kepada presiden dan mengirim pasukan ke Majelis Nasional untuk menghalangi anggota parlemen memberikan suara mengenai hal tersebut. Namun, upaya tersebut gagal usai parlemen dengan suara bulat menolak keputusan Yoon, mengutip Associated Press.

1. Keputusan darurat militer dinilai inkonstitusional

Komisaris Jenderal Badan Kepolisian Nasional, Cho Ji Ho, dan kepala badan kepolisian metropolitan Seoul, Kim Bong-sik, turut ditahan atas tindakan selama darurat militer. Keduanya diselidiki karena mengerahkan polisi ke Majelis Nasional saat anggota parlemen hendak memberikan suara untuk mencabut darurat militer Yoon. 

Institusi penegak hukum di Negeri Ginseng kini fokus untuk menyelidiki apakah Yoon, Kim, dan pihak lain yang terlibat dalam penerapan darurat militer itu melakukan kejahatan pemberontakan. Semuanya berisiko divonis hukuman mati. 

Partai oposisi dan banyak pakar mengatakan bahwa keputusan darurat militer inkonstitusional. Presiden secara hukum diperbolehkan untuk mengumumkan darurat militer hanya pada masa perang, situasi seperti perang atau keadaan darurat nasional lainnya. Menurutnya, Korsel tidak berada dalam situasi seperti itu.

Mereka berargumentasi, pengerahan pasukan untuk menutup Majelis Nasional dan menghentikan kegiatan politiknya sama dengan pemberontakan. Konstitusi Korsel tidak memperbolehkan presiden menggunakan militer untuk membubarkan parlemen dalam situasi apa pun.

2. Polisi geledah kantor Presiden Yoon

Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol. (U.S. Secretary of Defense, CC BY 2.0, via Wikimedia Commons)

Polisi Korsel mengirim petugas untuk menggeledah kantor Yoon untuk mencari bukti terkait pemberlakuan darurat militer pada Rabu. Yoon kini menjadi subjek penyelidikan kriminal atas tuduhan pemberontakan dan dilarang meninggalkan negara tersebut, dilansir dari Reuters. 

Beberapa pengamat mengatakan, Dinas Keamanan Kepresidenan kemungkinan besar tidak akan mengizinkan penggeledahan di kantor Yoon. Sebab, undang-undang melarang penggeledahan di situs-situs rahasia negara tanpa persetujuan dari mereka yang bertanggung jawab di wilayah tersebut.

Seruan penangkapan Yoon meningkat setelah para pejabat tinggi militer mengatakan pemimpin itu telah memerintahkan pasukan untuk memasuki parlemen dan menghentikan anggota parlemen untuk memberikan suara menolak darurat militer. Seorang perwira militer juga menuduh Kim mengeluarkan perintah yang sama.

3. Partai oposisi bakal ajukan mosi baru untuk memakzulkan Yoon

ilustrasi bendera Korea Selatan (pexels.com/byunghyun lee)

Dilansir dari CNN, partai oposisi liberal utama, Partai Demokrat, berencana mengajukan mosi baru untuk memakzulkan Yoon atas deklarasi darurat militer pada Sabtu mendatang. Sebelumnya, Yoon selamat dari upaya pemakzulan pada Sabtu lalu ketika partai yang berkuasa memboikot pemungutan suara tersebut.

Setelah mosi pemakzulan minggu lalu gagal, pemimpin partai konservatif yang mengusung Yoon berjanji mengatur keluarnya pemimpin itu secara stabil. Pihaknya mengatakan akan berkoordinasi dengan anggota Kabinet mengenai urusan negara dan bahwa Yoon akan dikesampingkan dari tugas-tugasnya selama transisi menuju pemilihan umum awal.

Meski begitu, rencana itu banyak dikritik karena tidak realistis dan inkonstitusional. Konstitusi secara eksplisit menyatakan bahwa pemakzulan adalah satu-satunya metode untuk menangguhkan kekuasaan presiden dan wewenang untuk memimpin militer sepenuhnya berada di tangan presiden.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rama
EditorRama
Follow Us