25 Juta Warga Myanmar Diprediksi Jatuh Miskin Pada 2022  

Akibat krisis kesehatan karena COVID-19 dan politik kudeta

Jakarta, IDN Times - United Nations Development Programme (UNDP) mewanti-wanti setengah dari populasi atau sekitar 25 juta warga Myanmar, akan jatuh miskin pada 2022 akibat pandemik COVID-19 dan krisis politik usai kudeta.
 
Melalui laporan yang dirilis pada Jumat (30/4/2021), UNDP juga menyayangkan sederet pencapaian pembangunan yang telah diraih Myanmar selama satu dekade terakhir telah runtuh hanya dalam waktu beberapa bulan.
 
“COVID-19 dan krisis politik yang berlangsung menambah guncangan dan mendorong mereka yang paling rentan semakin (terperangkap) dalam kemiskinan. Pencapaian satu dekade transisi demokrasi, betapa pun tidak sempurnanya, akan terhapus dalam hitungan bulan,” kata Asisten Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Direktur Regional UNDP untuk Asia dan Pasifik, Kanni Wignaraja, kepada Reuters.  

Baca Juga: Kudeta Myanmar: ASEAN Problem Solver atau Hanya Event Organizer?

1. Separuh populasi terjebak dalam kemiskinan

25 Juta Warga Myanmar Diprediksi Jatuh Miskin Pada 2022  Ilustrasi kemiskinan (IDN Times/Arief Rahmat)

Lebih lanjut, laporan UNDP menunjukkan, akhir tahun lalu sekitar 83 persen rumah tangga melaporkan pendapatannya telah dipotong karena krisis ekonomi imbas pandemik corona.
 
Jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan diperkirakan meningkat 11 persen karena efek sosio-ekonomi pandemik. Situasi keamanan yang memburuk serta ancaman terhadap hak asasi manusia dan pembangunan, dapat meningkatkan tingkat kemiskinan hingga 12 persen pada awal 2022.
 
Wignaraja khawatir situasi ekonomi-sosial-politik Myanmar akan kembali seperti 2005, ketika hampir separuh penduduk jatuh miskin karena rezim dikuasai militer.
 
"Separuh dari semua anak di Myanmar bisa hidup dalam kemiskinan dalam satu tahun," ujar Wignaraja. Dia menambahkan bahwa pengungsi internal yang sudah rentan juga menghadapi lebih banyak tekanan.

2. Perempuan dan anak-anak menanggung beban paling berat

25 Juta Warga Myanmar Diprediksi Jatuh Miskin Pada 2022  Pengunjuk rasa menggelar aksi protes terhadap kudeta militer di Kota Yangon, Myanmar, Sabtu (6/2/2021). Mereka menuntut pembebasan pemimpin terpilih Myanmar Aung San Suu Kyi. ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/wsj.

Kaum urban diprediksi akan menyumbang angka kemiskinan terbesar dengan peningkatan hingga tiga kali lipat. Hal itu disebabkan ketidakstabilan domestik mengganggu rantai pasokan dan menghambat pergerakan orang, jasa, serta komoditas, termasuk barang-barang pertanian.
 
Secara lebih spesifik, UNDP menyebut perempuan dan anak-anak sebagai kelompok yang akan menanggung beban terberat dari krisis.
 
Tekanan pada mata uang Myanmar, Kyat, juga telah meningkatkan harga impor dan energi. Kondisinya diperburuk karena sistem perbankan yang lumpuh.
 
Untuk mencegah skenario terburuk, Wignaraja meminta komunitas internasional untuk melakukan intervensi yang terpadu. “Seperti pernyataan Sekjen PBB, skala krisis (di Myanmar) membutuhkan tanggapan internasional yang mendesak,” tutup dia.

3. Lebih dari 750 orang meninggal dunia

25 Juta Warga Myanmar Diprediksi Jatuh Miskin Pada 2022  Kepala junta Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing, yang menggulingkan pemerintah terpilih dalam kudeta pada 1 Februari, memimpin parade militer pada Hari Angkatan Bersenjata di Naypyitaw, Myanmar, Sabtu (27/3/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik melaporkan, sedikitnya 750 warga sipil yang turun aksi dalam gerakan anti-kudeta meninggal dunia akibat bentrokan dengan aparat. Lebih dari 3.100 pengunjuk rasa juga ditetapkan sebagai tahanan politik.
 
Data PBB memperkirakan, sejak junta yang dipimpin oleh Jenderal Min Aung Hlaing melancarkan kudea pada 1 Februari 2021, setidaknya 250 ribu orang harus mengungsi. Sebagian dari mereka melarikan diri ke luar negeri, seperti Thailand dan India. Kebanyakan dari para pengungsi adalah petani, yang tentu akan berdampak terhadap pasokan beras di negara tersebut.
 
Dilansir dari Myanmar Now, di bawah kekuasaan militer, aparat bersenjata semakin menyalahgunakan wewenangnya. Berdasarkan laporan masyarakat, polisi dan militer menodongkan senjata untuk memeras dan menjarah properti warga.
 
Pada tataran birokrasi, korupsi di Myanmar semakin mengganas. Sementara, di lapangan, aparat mengambil paksa barang apapun yang dimiliki warga, mulai dari ponsel hingga ayam goreng. Media lokal juga melaporkan aparat yang mulai menggunakan mortir darat dan pasukan udara untuk melumpuhkan pasukan pemberontak yang menolak kudeta.

Baca Juga: Deretan Bukti Kejahatan Junta Myanmar Bak Sindikat Penjahat Bersenjata

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya