Geram Dikeroyok Negara G7, Tiongkok: Kelompok Kecil Jangan Sok Ngatur!
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Tiongkok memperingatkan para pemimpin Kelompok Tujuh (G7) bahwa hari-hari di mana segelintir negara menentukan nasib dunia telah berakhir. Pernyataan itu disampaikan pascapertemuan para pemimpin G7 di Inggris dengan komunike yang menyudutkan Tiongkok, seperti kecaman atas hak asasi manusia hingga inisiatif tas proyek tandingan Belt and Road Initiative alias One Belt One Road (OBOR).
"Hari-hari ketika keputusan global didikte oleh sekelompok kecil negara sudah lama berlalu. Kami selalu percaya bahwa negara, besar atau kecil, kuat atau lemah, miskin atau kaya, adalah sama, dan bahwa urusan dunia harus ditangani melalui konsultasi oleh semua negara," kata juru bicara kedutaan besar Tiongkok di London, dikutip dari Channel News Asia.
Baca Juga: 3 Fakta Soal Proyek OBOR Tiongkok yang Ancam Kesepakatan Iklim Paris
1. Tiongkok menuduh G7 lakukan manipulasi politik
Selain perkara hak asasi manusia di Xinjiang, pernyataan bersama turut menyasar agresivitas Beijing di Selat Taiwan dan isu Hong Kong. Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menyerukan agar Tiongkok bertindak lebih bertanggung jawab dalam hal norma-norma internasional.
Kedutaan Tiongkok menuding G7 telah melakukan rekayasa politik.
"G7 mengambil keuntungan dari isu-isu terkait Xinjiang untuk terlibat dalam manipulasi politik dan mencampuri urusan dalam negeri China, yang dengan tegas kami tolak. Itu adalah kebohongan, rumor, dan tuduhan takberdasar," tambah juru bicara.
2. Tiongkok juga disudutkan soal sumber corona
Editor’s picks
Biden juga mengungkit kembali isu seputar sumber corona. Penerus Donald Trump itu mengatakan, Negeri Tirai Bambu belum sepenuhnya transparan dalam memberi akses laboratorium untuk menelusuri genealogi virus.
"Kami belum memiliki akses ke laboratorium untuk menentukan apakah, saya belum mencapai kesimpulan karena komunitas intelijen kami belum yakin, apakah ini (corona) dari pasar kelelawar yang berinteraksi dengan hewan atau apakah itu eksperiman di laboratorium,” ujar dia.
"Penting untuk mengetahui jawabannya," kata Biden kepada wartawan pada akhir pertemuan puncak para pemimpin Kelompok Tujuh di Inggris.
Baca Juga: Joe Biden Luncurkan Inisiatif untuk Saingi OBOR Tiongkok
3. Tiongkok terbitkan Undang-Undang Antisanksi Asing
Sebagai upaya melawan tekanan negara-negara Barat, Tiongkok belum lama ini merilis Undang-Undang (UU) Antisanksi Asing.
UU ini mengizinkan untuk penolakan visa, deportasi, dan penyitaan aset terhadap siapa saja yang memformulasikan atau mendukung sanksi dari Barat. Regulasi ini juga memberi kekuasaan terhadap pemerintah, tidak hanya menargetkan individu atau pelaku bisnis langsung, tapi juga sekelompok orang yang terikat, seperti anggota keluarga.
“Cakupan luas dari kerangka kerja ini berarti bahwa banyak orang, seperti sarjana, pakar, think tank, dapat dikenai sanksi karena mendukung sanksi terhadap China,” kata Julian Ku, pakar hukum internasional di Universitas Hofstra.
Beleid yang dibahas dengan singkat dan melompati prosedur sosialisasi publik ini akan memaksa perusahaan multinasional untuk patuh dengan Tiongkok, seperti melarang mereka untuk mengikuti sanksi yang dijatuhkan pemerintah asing. Artinya, perusahaan multinasional asal AS dilarang untuk mematuhi kebijakan atau sanksi yang dijatuhkan Biden atas Beijing.
Baca Juga: Dubes Tiongkok Sampaikan Kemajuan Kerja Sama dalam Kerangka OBOR