Uni Eropa Optimistis Mencapai Herd Immunity pada Juli 2021

Eropa hadapi krisis vaksin hingga gerakan anti-lockdown

Jakarta, IDN Times - Komisioner Uni Eropa (UE) untuk pasar internal, Thierry Breton, optimistis Benua Biru bisa mencapai kekebalan komunitas (herd immunity) terhadap COVID-19 pada Juli 2021. Pernyataan itu dilontarkan karena Breton meyakini vaksin dalam jumlah besar akan datang ke Eropa.

Saat ini, AstraZeneca baru mengirim 30 persen dari 90 juta dosis yang dijanjikan kepada UE selama kuartal satu 2021. Namun, berdasarkan kalkulasi Breton, sekitar 300-350 juta dosis vaksin diperkirakan tiba antara akhir Maret hingga Juni. Bukan tanpa alasan, perhitungan itu muncul setelah 55 pabrik mulai menggalakkan produksi vaksin di Eropa.

“Mari kita ambil tanggal simbolis, yaitu 14 Juli kita memiliki kemungkinan untuk mencapai kekebalan (komunitas) di seluruh dunia. Kami tahu untuk mengatasi pandemik ini hanya ada satu solusi, vaksinasi. Vaksin akan segera datang,” kata Breton dilansir dari RTE, Senin (22/3/2021).

Baca Juga: Pakar Tiongkok: Dunia Capai Herd Immunity dalam Dua hingga Tiga Tahun

1. Eropa mengalami krisis pandemik

Uni Eropa Optimistis Mencapai Herd Immunity pada Juli 2021Ilustrasi vaksinasi COVID-19. ANTARA FOTO/Jojon

Situasi pandemik di Eropa semakin mengkhawatirkan sepanjang 2021. Gelombang demonstrasi yang menolak kebijakan pembatasan sosial mulai bermunculan, seperti di Belanda, Bulgari, dan Swiss.

Kepercayaan terhadap vaksin semakin berkurang setelah kematian perempuan Denmark pasca diinokulasi AstraZeneca. Di saat yang sama, tantangan mutasi virus SARS-CoV-2 juga berada di depan mata, terlebih mutasi B117 varian Inggris yang diketahui memiliki daya penularan tinggi.

Pakar kesehatan dari London School of Hygiene and Tropical Medicine, Martin McKee, angkat bicara mengenai dinamika pandemik yang sedang dihadapi Eropa. Menurut dia, strategi pembatasan sosial yang selama ini sudah diterapkan tidak efektif untuk menghadapi varian baru, salah satunya varian asal Afrika Selatan.

McKee menambahkan, jalan untuk mencapai kekebalan komunitas masih sangat panjang. Dia menyarankan supaya pemerintah mengadopsi strategi pembatasan baru, supaya seluruh negara Eropa tidak menghadapi gelombang pandemik keempat.

2. Jerman membatalkan rencana pembukaan aktivitas ekonomi

Uni Eropa Optimistis Mencapai Herd Immunity pada Juli 2021Ilustrasi bendera Jerman dan Uni Eropa di depan gedung kedutaan (www.twitter.com/@KedubesJerman)

Pertemuan antara Kanselir Angela Merkel dengan pemimpin 16 negara bagian, pada awalnya, berencana untuk membahas relaksasi pembatasan demi menstimulus aktivitas ekonomi.

Namun, agenda tersebut harus mengalami perubahan drastis akibat melonjaknya kasus positif harian. Alih-alih memutuskan untuk mengizinkan kembali aktivitas budaya, sosial, dan ekonomi, Jerman justru berencana untuk memberlakukan penutupan total terhadap daerah zona merah.

"Tanpa pembatasan yang signifikan, jumlah infeksi baru akan meningkat ke titik di mana sistem kesehatan berisiko kewalahan pada bulan April,” demikian tertulis dalam rancanagan dokumen terkait kebijakan penanganan pandemik yang akan Merkel sosialisasikan.

Dilansir dari Worldometers, Jerman saat ini menempati peringkat ke-10 sebagai negara dengan akumulasi kasus corona terbanyak, yaitu 2,6 juta kasus positif, dengan 75 ribu kematian.

Baca Juga: Waspada! Gelombang Virus Corona Ketiga telah Dimulai di Eropa 

3. Pesta publik mengabaikan protokol kesehatan di Prancis

Uni Eropa Optimistis Mencapai Herd Immunity pada Juli 2021Ilustrasi Suasana Pandemik COVID-19 di Paris (ANTARA FOTO/Christophe Ena/Pool via REUTERS)

Tidak kalah meresahkan, saat Prancis mulai kelimpungan menghadapi corona, lebih dari enam ribu orang justru bergabung dalam pesta jalanan yang diselenggarakan secara ilegal di Marseille. Mereka berkerumun tanpa mengenakan masker.

Acara sejenis karnaval yang didominasi oleh anak muda itu merupakan luapan frustasi, sekaligus ekspresi penolakan, terhadap penutupan bar dan klub malam selama pandemik. Acara tersebut berujung penangkapan sembilan orang dan belasan lainnya didenda.

"Ini benar-benar tidak dapat diterima, pada saat kita semua melakukan upaya untuk beradaptasi dan mengatur diri kita sendiri, untuk menghormati aturan yang berbeda untuk memerangi pandemi," kata juru bicara Kementerian Dalam Negeri Prancis Camille Chaize.

Wali Kota Marseille Benoit Payan menambahkan, “tidak ada pembenaran atas upaya kolektif yang berusaha untuk menjaga virus ini tetap ada.”

Pemerintah Prancis memberlakukan penguncian terbatas sejak Sabtu (20/3/2021) untuk sekitar sepertiga dari populasi, dengan menutup semua toko yang tidak esensial. Tetapi, sekolah tetap buka dan orang-orang masih diizinkan meninggalkan rumah mereka sesuka hati. 

Baca Juga: Jerman dan Italia Desak Uni Eropa Tutup Wisata Ski di Eropa

Topik:

  • Anata Siregar
  • Jumawan Syahrudin

Berita Terkini Lainnya