Warga Kashmir Kesal di Tengah Konflik: Kami Tak Ingin Perang!

Jakarta, IDN Times – Warga Kashmir tak henti-hentinya menyuarakan kecaman di tengah konflik Pakistan-India. Altaf Amin, warga Chandak di Poonch, Kashmir, mengaku tersiksa dengan kondisi saat ini. Ia dengan lantang menyuarakan penolakan atas perang.
“Kami tidak menginginkan perang,” kata Amin, dilansir dari Al Jazeera, Jumat (9/5/2025).
Kekesalan warga Kashmir semakin memuncak lantaran tak adanya upaya evakuasi dari pemerintah setempat. Di Kashmir yang dikuasai India, masyarakat tampaknya mulai panik dengan situasi terbaru.
“Warga Poonch marah karena tidak ada upaya untuk mengevakuasi mereka,” kata Zafar Choudhary, analis politik dan jurnalis kawakan yang tinggal di wilayah Jammu.
Choudhary menambahkan bahwa serangan pihak Pakistan harus diantisipasi oleh pemerintah India. Warga seharusnya dievakuasi untuk menghindari jatuhnya korban.
"Namun, semua itu tidak terjadi, yang membuat orang-orang marah. Ada perasaan bahwa setiap kali masalah antara kedua negara yang bertikai itu meletus di masa lalu, orang-orang di daerah perbukitan inilah yang menanggung bebannya," katanya.
Ketegangan terbaru terjadi setelah insiden penembakan wisatawan di Pahalgam, Kashmir, pada 22 April lalu. India menuduh Pakistan berada di balik serangan itu, namun Islamabad membantah terlibat.
1. Malam yang penuh teror

Rameez Choudhary, seorang warga Poonch, mengatakan serangan yang terjadi pada Rabu malam menjadi yang paling mematikan dalam 40 tahun terakhir. Para pejabat mengatakan, ada 11 orang yang tewas dalam serangan itu, termasuk seorang anak berusia 7 tahun.
“Ini adalah malam yang penuh teror,” kata Rameez.
Desa-desa yang paling parah terdampak di distrik Poonch adalah Shahpur, Mankote dan Krishna Ghati. Sementara, penembakan juga meningkat di daerah Laam, Manjakote, dan Gambhir Brahmana di distrik Rajouri.
Pesawat tempur India terus beterbangan di atas langit Kashmir yang dikuasai Pakistan pada Rabu dini hari. Pesawat menembakkan rudal dan amunisi lainnya ke negara tetangga Pakistan. India mengatakan mereka menargetkan sedikitnya sembilan lokasi di Pakistan.
2. Perang yang dipaksakan

Tara Kartha, Direktur Centre for Land Warfare Studies (CLAWS), lembaga pemikir yang berbasis di New Delhi sekaligus mantan pejabat di Sekretariat Dewan Keamanan Nasional India, mengatakan bahwa perang yang terjadi saat ini sifatnya dipaksakan.
“Perang ini dipaksakan kepada kami. Serangan Pahalgam ditujukan untuk memprovokasi situasi di mana kami tidak punya pilihan selain menyerang balik,” katanya.
Kartha menambahkan, situasi saat ini jauh lebih buruk dari ketegangan pada 2019. Ia sepenuhnya menyalahkan Pakistan atas perang kali ini.
“Kedua pihak mengelola tahun 2019 dengan hati-hati. Semuanya dibatasi pada batas tertentu. Namun kali ini, situasinya brutal. India telah bersikap sangat dewasa,” tambahnya.
3. Pakistan bakal membalas serangan India

Beberapa pakar menilai bahwa serangan India terhadap Pakistan pada Rabu tak akan didiamkan begitu saja. Ajay Bisaria, mantan komisaris tinggi India untuk Pakistan, mengatakan kemungkinan besar Islamabad bakal melancarkan serangan dalam waktu dekat.
"Respons Pakistan pasti akan datang. Tantangannya adalah mengelola eskalasi tingkat berikutnya. Di sinilah diplomasi krisis akan menjadi penting," kata Bisaria dilansir BBC.
Pakistan sebelumnya telah menyatakan bersiap menanggapi serangan jika India bertindak agresif. Perdana Menteri Pakistan, Shehbaz Sharif, mengutuk serangan rudal India pada Rabu dan menyatakan siap membalas, dilansir dari CBS News.
Ejaz Hussain, analis politik dan militer yang bermarkas di Lahore Pakistan, mengatakan bahwa pembalasan tinggal menunggu waktu saja.
“Mengingat retorika media militer Pakistan dan tekad yang dinyatakan untuk menyelesaikan masalah, tindakan pembalasan, mungkin dalam bentuk serangan bedah melintasi perbatasan, tampaknya mungkin terjadi dalam beberapa hari mendatang," katanya.