[OPINI] Berbanggalah Wibu: Reformasi Kita dikawal Jepang

Ketika negara lain kabur, Jepang mendampingi Indonesia

Berbanggalah wahai para wibu, tak banyak yang tahu reformasi di Indonesia yang dimulai dengan pengunduran diri Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 bisa kita lalui dengan mulus hingga hari ini tak bisa lepas dari peran Jepang.

Setidaknya tak hanya saya yang menyatakan demikian, Ginandjar Kartasasmita, mantan Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan dan Industri (Ekuin) di masa Mbah Soeharto menyatakan ketika negara lain meninggalkan Indonesia di saat krisis, hanya Jepang yang memilih bertahan.

Mungkin tak banyak yang ingat dengan kunjungan kenegaraan Perdana Menteri Ryutaro Hashimoto pada 8 Januari 1997 ke Jakarta. Kunjungan Ryutaro saat itu adalah rangkaian lawatannya ke negara Asia Tenggara menjelang krisis ekonomi di Asia.

Lalu apa yang dilakukan Jepang pasca kunjungan PM Ryutaro?

Bikin tandingan IMF

Tidak banyak yang ingat, sejak krisis melanda Asia pada semeter kedua 1997, Jepang yang diwakili Menteri Keuangan Hiroshi Mitsuzuka dan Wakil Menteri Keuangan Eisuke Sakakibara dalam pertemuan G-7 di Hong Kong pada September 1997 mengajukan proposal Asian Monetary Fund (AMF).

AMF adalah bentuk kerjasama negara-negara Asia yang menyediakan bantuan keuangan jangka pendek bagi negara yang mengalami permasalahan finansial. AMF diharapkan menciptakan stabilitas finansial di kawasan Asia dan mencegah datangnya ancaman krisis finansial di masa mendatang. Namanya mirip IMF, karena memang ditujukan untuk melengkapi IMF.

Serupa halnya Bank Pembangunan Asia (ADB) yang merupakan lembaga keuangan antar negara, AMF dirancang bersifat multilateral. Jepang bertindak sebagai penyedia dana utama sebesar US$100 miliar, sementara dana patungan dikumpulkan dari beberapa negara a.l Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, China, Hong Kong, Korea, dan Australia.

Dana AMF yang terkumpul akan digunakan untuk pembiayaan perdagangan dan dukungan neraca pembayaran bagi negara yang sedang mengalami kesulitan keuangan. Usulan MF termasuk revolusioner karena selain syarat pengucuran yang relatif sangat mudah, sejak kalah Perang Dunia II, Jepang di bawah ketiak Amerika Serikat.

Miyazawa Initiative

Sayangnya, sejak diperkenalkan, kehadiran AMF oleh Amerika dilihat untuk mengimbangi peran IMF sebagai pemain tunggal. Alhasil, Amerika tak hanya menolak usulan AMF, Amerika bahkan mendorong China untuk menolak proposal tersebut.

China, yang saat itu diambang pengembalian Hong Kong dari Inggris dan negosiasi bergabung ke World Trade Organization (WTO) jelas membutuhkan dukungan dari Amerika. Penolakan China, membuat proposal AMF resmi dibatalkan Jepang pada November 19987, krisis pun benar-benar melanda Asia.

Batalnya AMF, tidak membuat Jepang lantas menyerah dan mengulurkan bantuan finansial melalui Miyazawa Initiative yang sifatnya bilateral. Nama Miyazawa diambil dari nama Perdana Menteri Kiichi Wiyazawa.

Sejumlah negara Asia mendapat bantuan tersebut termasuk Korea Selatan sebagai penerima terbesar. Jadi para KPopers, mestinya juga berterima kasih pada Jepang ya!

Dana Miyazawa Initiative berasal dari perusahaan, institusi finansial dan pemerintah Jepang. Pinjaman bersifat tak mengikat, pengembalian pun dilakukan setelah perusahaan dan lembaga keuangan di negara penerima berhasil menyelesaikan kredit-kredit macet dan melakukan restrukturisasi.

Mendukung reformasi

Untuk Indonesia, paket bantuan Jepang tidak saja untuk program sektoral namun terdapat kucuran bagi pembangunan sektor kesehatan, gizi serta pinjaman untuk jaring pengaman sosial khususnya bagi kelompok miskin yang rentan terhadap krisis.

Jepang berkepentingan dengan kebangkitan negara-negara Asia, terutama Indonesia karena berimbas secara langsung pada perekonomian Jepang. Hal tersebut terjadi karena perbankan Jepang memiliki sekitar 40 persen utang luar negeri Indonesia.

Di luar bantuan keuangan untuk ekonomi, reformasi politik di Indonesia membuat Jepang terlibat dalam proses demokratisasi yang hasilnya kita nikmati hingga saat ini seperti bantuan senilai US$35 juta atau sepertiga total kebutuhan pada Pemilu 1999 untuk pengiriman tim pemantau dan tenaga ahli.

Selain itu, dalam hal demokratisasi setelah Pemilu 1999, Jepang paling konsisten mendampingi melalui program bersifat jangka panjang seperti penyediaan infrastruktur pemilu hingga mendorong terbentuknya lembaga survei opini publik.

Tak banyak yang mengingat, Lembaga Survei Indonesia (LSI) berdiri atas inisiatif Jepang melalui Program Kemitraan JICA. Berkat LSI, kini bertebaran lembaga survei politik.

Di luar bantuan demokratisasi politik, Jepang juga terlibat dalam proses reformasi polisi yang baru dipisahkan dari militer. Proses yang cukup sulit karena karakter dan citra militer terlanjur melekat, namun dalam tempo 20 tahun, bisa dilihat kini wajah polisi kita telah jauh berbeda.

Salah satu alasan Jepang mendampingi polisi Indonesia sebagai upaya menjaga reformasi politik kita agar tetap berada pada jalur yang benar. Tanpa polisi yang profesional, akan sulit mengharapkan proses demokratisasi dikawal dengan baik.

Jadi berbanggalah jadi Wibu!

Baca Juga: [OPINI] Pemilu 2019: Tahun Suram Kebebasan Berpendapat?

Algooth Putranto Magenda Photo Writer Algooth Putranto Magenda

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya