TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

[OPINI] Pemilu 2019: Tahun Suram Kebebasan Berpendapat?

Jurnalis terancam, narasumber pun dikriminalisasi

Diskusi Kedutaan Australia

Akhir tahun lalu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) merilis ‘Catatan Akhir Tahun 2018’ yang berisi hal tidak menyenangkan bagi profesi jurnalis. Bidang Advokasi AJI Indonesia mencatat sedikitnya terdapat 64 kasus kekerasan terhadap jurnalis.

Peristiwa yang dikategorikan sebagai kekerasan itu meliputi pengusiran, kekerasan fisik, hingga pemidanaan. Kekerasan fisik pada jurnalis terdapat 12 kasus, pengusiran (11 kasus), ancaman teror (11 kasus), perusakan alat dan atau hasil liputan (10 kasus) dan pemidanaan (8 kasus).

Ketua AJI Abdul Manan menyatakan catatan kasus kekerasan yang dirilis AJI Indonesia tidak sekadar mencatat kasus yang menimpa jurnalis yang tergabung dengan AJI saja, namun seluruh kasus yang menyangkut jurnalis dan karya jurnalistik.

Meski demikian Abdul Manan mengakui satu kasus yakni kematian Muhammad Yusuf (43) wartawan yang meninggal di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kotabaru, Kalimantan Selatan pada Minggu, 10 Juni 2018, tidak masuk dalam catatan AJI Indonesia.

Untuk mengingatkan, M. Yusuf meninggal dengan status tahanan titipan Pengadilan Negeri Kotabaru karena kasus pemberitaan konflik tanah antara masyarakat dengan PT Multi Agro Sarana Mandiri (MSAM) di Pulau Laut, Kalimantan Selatan.

Diketahui M. Yusuf adalah wartawan untuk sejumlah media yakni Kemajuan Rakyat, Sinar Pagi Baru dan Berantasnews.com. Kasus kematian M. Yusuf cukup rumit karena Dewan Pers belakangan digugat Sinar Pagi Baru dan sejumlah media massa yang kemudian membentuk Majelis Pers.

Saya sependapat dengan Abdul Manan tentang rumitnya kasus M. Yusuf, setidaknya jika kita mendasarkan pada pernyataan Leo Batu Bara (kini almarhum) yang menjelaskan Dewan Pers sudah memberikan masukan pada pihak kepolisian untuk tidak mengkriminalisasi M. Yusuf jika terkait karya jurnalistik.

Namun, pada kenyataanya sarana yang digunakan dalam kasus ini yaitu media sosial bukanlah lagi ranah dan tanggungjawab Dewan Pers. “Dalam kasus itu [M. Yusuf] AJI lebih menyesalkan soal polisi yang memakai UU ITE,” tutur Abdul Manan melalui pesan Whastapp (3/1).

Jerat Undang Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) memang tak hanya menjerat M. Yusuf, AJI Indonesia mencatat pada 2018 dua jurnalis dijerat dengan UU ITE yakni Pemimpin Redaksi serat.id Zakki Amali, Jurnalis Tirto.id Mawa Kresna.

Zakki dilaporkan ke ke Polda Jawa Tengah oleh Rektor Universitas Negeri Semarang (Unnes) pada 21 Juli 2018 akibat laporan investigasi dugaan plagiat Rektor Unnes dalam empat laporan yang terbit pada 30 Juni 2018.

Atas laporan ini, Polda Jawa Tengah sudah melakukan pemanggilan untuk kedua kalinya kepada Zakki pada 13 November 2018. Hingga berita ini ditulis, diketahui Ombudsman Republik Indonesia (ORI) telah menindaklanjuti kasus ini.

Sayangnya, tak berbeda dengan Dewan Pers, posisi ORI merupakan lembaga ‘mediator publik’ sehingga produk keputusan mereja adalah berupa rekomendasi, bukan putusan apalagi vonis. Sekali lagi, bukan menjadi penentu sengketa Zakki vs Unnes.

Hal yang sama menimpa Jurnalis tirto.id Mawa Kresna terkait laporan mendalam soal sindikat jual-beli ijazah dan modus kuliah fiktif dengan pelapor Staf Khusus Menteri Ristekdikti Abdul Wahid Maktub melalui kuasa hukum dari Law Firm Sholeh, Adnan & Associates (SA&A).

Ahmad Djauhar, Anggota Dewan Pers dari unsur pemimpin perusahaan pers mengakui dalam lima tahun terakhir sengketa pers justru mengalami peningkatan, dengan dominasi berasal dari pengaduan masyarakat terhadap pemberitaan.

Jumlah ini sangat tinggi jika dibandingkan tren di banyak negara, terutama di Eropa yang dalam setahun paling hanya terdapat dua atau tiga pengaduan. Bandingkan dengan di Indonesia, yang dalam setahun bisa mencapai sekitar 600-an aduan, apalagi di masa pilkada atau pemilu, sengketa pemberitaan bisa sampai 800-an.

Jurnalis senior cum peneliti di Human Rights Watch, Andreas Harsono saat ditemui di acara ‘Media and Politics: An Exercise in Democracy’ yang diselenggarakan Kedutaan Australia, Desember lalu menilai tren peningkatan gugatan terhadap jurnalis akan semakin tinggi di masa Pemilu 2019.

Dengan adanya kasus jurnalis UU ITE yang menjerat jurnalis, Andreas menilai sudah pasti bakal semakin banyak. “Sudah pasti itu, apalagi ada sejumlah sengketa pemberitaan yang diselesaikan menggunakan UU ITE.”   

Bagi saya kondisi ini mengkhawatirkan karena sejumlah sengketa pemberitaan yang diselesaikan melalui proses ajudikasi Dewan Pers rupanya beberapa berlanjut ke ke pengadilan umum atau proses KUHP dan KUHAP karena pihak yang diberitakan merasa keberatan meskipun sudah diterbitkan PPN oleh Dewan Pers.

Namun yang lebih merepotkan, jerat hukum tak hanya menimpa jurnalis. Tahun 2018 juga mencatatkan kasus unik yaitu kriminalisasi narasumber yang menimpa Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi terhadap penyelenggaraan turnamen tenis yang digelar Persatuan Tenis Warga Pengadilan (PTWP) Mahkamah Agung.

Gara-gara menanggapi pertanyaan jurnalis Harian Kompas yang kemudian menjadi artikel "Hakim di Daerah Keluhkan Iuran" pada 12 September 2018, Farid dilaporkan 64 hakim MA ke kepolisian dengan dugaan kasus pencemaran nama baik.

Ruwetnya kasus yang menimpa jurnalis hingga narasumber pemberitaan di Indonesia memperkuat temuan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) yang dirilis Agustus 2018 bahwa secara keseluruhan, indeks demokrasi meningkat, namun variabel kebebasan berpendapat serta kebebasan berkumpul dan berserikat justru menurun.

BPS dalam IDI menyatakan sejumlah indikator yang dinilai memerlukan perhatian khusus antara lain adalah masih ditemukan ancaman atau penggunaan kekerasan oleh masyarakat yang menghambat kebebasan berpendapat.

Hmmm kok makin ngeri ya? 

Baca Juga: Ini Daftar Dana Kampanye Partai Politik Peserta Pemilu 2019

Writer

Algooth Putranto Magenda

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya