Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Dari Kudeta ke Kekuasaan, Negara-Negara yang Pernah Dikuasai Militer

Para tentara di lapangan saat pagi hari (unsplash.com/_menglong)

Sepanjang sejarah, militer telah memainkan peran signifikan dalam dinamika politik berbagai negara. Kudeta militer, yaitu penggulingan pemerintahan yang sah oleh angkatan bersenjata, sering kali terjadi dengan dalih mengatasi krisis nasional atau menjaga stabilitas. Fenomena ini tidak hanya terjadi di negara berkembang, tetapi juga di negara dengan sistem politik yang mapan, meninggalkan dampak mendalam pada struktur pemerintahan dan kehidupan masyarakat.​

Di Indonesia, peran militer dalam ranah sipil kembali menjadi sorotan seiring dengan pengesahan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) pada Maret 2025. Revisi ini memperluas peran TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP) dan menambah jumlah jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit militer aktif. Pengesahan revisi UU TNI ini menuai protes dari berbagai elemen masyarakat sipil yang menilai proses pembahasannya terburu-buru dan minim partisipasi publik. Berbagai pihak khawatir bahwa peran militer dalam ranah sipil dapat mengancam prinsip supremasi sipil dalam demokrasi dan membuka peluang bagi kembalinya otoritarianisme militer.

Dengan latar belakang tersebut, artikel berjudul "Dari Kudeta ke Kekuasaan: Negara-Negara yang Pernah Diperintah oleh Militer" ini disusun untuk memberikan wawasan mengenai bagaimana militer mengambil alih pemerintahan melalui kudeta di berbagai negara, faktor-faktor yang melatarbelakanginya, serta dampaknya terhadap tatanan politik dan sosial. Pembahasan ini diharapkan dapat memberikan perspektif historis dan komparatif dalam memahami dinamika hubungan sipil-militer, khususnya dalam konteks Indonesia saat ini, di mana revisi UU TNI menjadi isu yang hangat diperbincangkan

1. Filipina

Ferdinand Marcos beserta keluarganya melakukan ucapan sumpah menjadi presiden FIlipina pada tanggal 30 Desember 1965 (Wikipedia)

Filipina pernah berada di bawah pemerintahan militer selama rezim Ferdinand Marcos, yang berkuasa dari tahun 1965 hingga 1986. Ferdinand Marcos pertama kali terpilih sebagai Presiden Filipina pada 1965 dan memenangkan pemilu kembali pada 1969. Namun, menjelang akhir masa jabatannya, ketidakpuasan publik meningkat akibat korupsi, krisis ekonomi, dan pemberontakan komunis. Pada 21 September 1972, Marcos mendeklarasikan darurat militer (Martial Law) melalui Proklamasi No. 1081, dengan alasan menjaga stabilitas nasional dari ancaman komunis dan separatis. Langkah ini mengubah Filipina menjadi negara yang dikendalikan oleh militer. Dilansir dari media berita The New York Times, Marcos menggunakan ancaman kelompok pemberontak sebagai alasan untuk memperpanjang kekuasaannya secara tidak sah. 

2. Korea Selatan

Korea Selatan pernah berada di bawah pemerintahan militer dalam beberapa periode, terutama selama paruh kedua abad ke-20. Kudeta militer dan kepemimpinan yang otoriter mendominasi negara tersebut sebelum akhirnya bertransisi menjadi negara demokratis. Setelah Perang Korea berakhir pada tahun 1953, Korea Selatan mengalami serangkaian kudeta militer.

Pada tahun 1961, Jenderal Park Chung Hee memimpin aksi kudeta dan berkuasa selama hampir dua dekade. Presiden Park sering kali memberlakukan darurat militer untuk menekan oposisi yang berani mengusik hidupnya. Dilansir media berita The Guardian, Setelah pembunuhan presiden Park pada tahun 1979, Jenderal Chun Doo Hwan mengambil alih kekuasaan melalui kudeta lainnya dan memerintah hingga tahun 1988.

3. Myanmar

Militer Myanmar, yang dikenal sebagai Tatmadaw, memiliki peran dominan dalam politik negara tersebut selama beberapa dekade. Meskipun konstitusi memberikan militer 25% kursi di parlemen dan kendali atas beberapa kementerian penting, mereka tetap melakukan kudeta pada Februari 2021, menahan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi dan mengambil alih pemerintahan.

Myanmar telah mengalami pemerintahan militer selama lebih dari enam dekade, dengan dampak besar terhadap kebebasan sipil, ekonomi, dan stabilitas politik negara tersebut. Meskipun ada upaya demokratisasi, militer tetap menjadi kekuatan dominan yang sulit dihilangkan. Kudeta 2021 menunjukkan bahwa transisi demokrasi Myanmar masih jauh dari selesai, dan perjuangan rakyat untuk kebebasan terus berlangsung. Dilansir dari BBC, dari tahun 2021 hingga 2022, lebih dari 1.500 warga sipil tewas akibat tindakan keras militer Myanmar.

4. Mesir

Jenderal El-Sisi menjabat sebagai Menteri Pertahanan Mesir pada tahun 2013 sebelum menjabat sebagai Presiden (Wikipedia)

Mesir memiliki sejarah panjang di bawah pemerintahan militer sejak kudeta pertama yang terjadi pada tahun 1952. Sejak saat itu, militer memainkan peran dominan dalam politik Mesir, dengan sebagian besar presidennya berasal dari kalangan militer. Awal pemerintahan militer di negara Mesir terjadi pada tahun 1952, ketika kelompok perwira militer yang dikenal sebagai Free Officers Movement menggulingkan Raja Farouk I dalam sebuah kudeta yang dipimpin oleh Jenderal Muhammad Naguib dan Kolonel Gamal Abdel Nasser. Kudeta ini mengakhiri sistem monarki dan mendirikan Republik Mesir dengan militer sebagai penguasa utama. 

Setelah kejatuhan Presiden Hosni Mubarak, Mesir mengadakan pemilu bebas pertama yang dimenangkan oleh Mohamed Morsi dari Ikhwanul Muslimin pada 2012 namun, pemerintahan sipil ini tidak bertahan lama. Pada tahun 2013, Jenderal Abdel Fattah El-Sisi memimpin kudeta militer yang menggulingkan Presiden Mohammed Morsi, yang sebelumnya terpilih secara demokratis. Kudeta ini terjadi setelah protes massal terhadap pemerintahan Morsi. El-Sisi kemudian ditetapkan sebagai presiden dan tetap berkuasa hingga sampai saat ini.

5. Indonesia

Pelantikan Presiden Soeharto (Wikipedia)

Pada tahun 1965, Indonesia mengalami peristiwa yang dikenal sebagai Gerakan 30 September (G30S), yang menewaskan enam jenderal tinggi Angkatan Darat. Situasi ini memicu ketegangan antara militer dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Dilansir media Al Jazeera, Jenderal Soeharto kemudian mengambil alih kekuasaan dari presiden Soekarno pada tahun 1967 dan memimpin Indonesia selama 32 tahun hingga mengundurkan diri pada tahun 1998 akibat tekanan demo dari masyarakat dan mahasiswa Indonesia.

Selama masa pemerintahan Orde Baru, militer memiliki peran ganda dalam sektor pemerintahan yang dikenal sebagai Dwifungsi ABRI. Konsep ini memberi militer kewenangan tidak hanya dalam bidang pertahanan tetapi juga dalam politik dan pemerintahan sipil. Banyak perwira militer menduduki posisi penting di pemerintahan, termasuk sebagai gubernur, bupati, dan menteri.

Kudeta militer dan pemerintahan yang dihasilkan darinya telah meninggalkan jejak mendalam dalam sejarah banyak negara. Meskipun sering kali dilakukan dengan dalih menyelamatkan negara dari krisis, pemerintahan militer cenderung membawa dampak negatif yang berkepanjangan bagi masyarakat dan institusi demokratis. Memahami sejarah ini penting untuk mencegah terulangnya peristiwa serupa di masa depan dan untuk mempromosikan nilai-nilai demokrasi serta supremasi hukum.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Kirana Mulya
EditorKirana Mulya
Follow Us