Hilirisasi SDA Berkelanjutan, Warisan Bagi Generasi Masa Depan

Manfaatnya banyak banget!

Beberapa tahun belakangan ini tengah ramai berita mengenai gugatan Uni Eropa, atas kebijakan larangan ekspor bijih nikel yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia sejak awal tahun 2020. Pihak Uni Eropa memandang kebijakan tersebut tidak adil, karena melanggar sejumlah aturan perdagangan internasional dan berpotensi merugikan persaingan industri baja nirkarat. Uni Eropa pun lantas mendesak World Trade Organization (WTO) untuk membentuk panel guna menangani persoalan ini. Meskipun Indonesia sempat dinyatakan kalah dalam putusan panel WTO Oktober 2022 lalu, pemerintah kita tidak tinggal diam dan segera mengajukan banding atas hasil putusan tersebut.

“Ini akan menjadi lompatan besar peradaban negara. Meski digugat di Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO, Pemerintah Indonesia tetap berani maju dalam menghadapi gugatan tersebut. Kita harus berani seperti itu, kita tidak boleh mundur, kita tidak boleh takut karena kekayaan alam itu ada di Indonesia. Ini kedaulatan kita dan kita ingin, semua itu dinikmati oleh rakyat kita, dinikmati oleh masyarakat kita,” ujar Presiden Joko Widodo seperti yang dikutip pada situs indonesia.go.id (21/01/2023)

Tapi kenapa sih pemerintah kita tampak bersikeras mempertahankan kebijakan larangan ekspor bijih nikel ini?

Usut punya usut, kebijakan tersebut adalah upaya strategis yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia dalam rangka meningkatkan nilai tambah sumber daya alam (SDA) dalam negeri. Upaya ini, atau yang sering disebut sebagai hilirisasi SDA, merupakan sebuah proses produktif untuk mengolah bahan mentah (raw material) menjadi produk setengah jadi (intermediate good) atau produk jadi (final good). Mengutip dari booklet Peluang Investasi Nikel Indonesia yang dirilis oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun 2020, Indonesia sendiri memiliki cadangan nikel sebesar 72 juta ton Ni (termasuk limonite), yang berarti setara dengan 52% dari cadangan nikel dunia. Seperti yang kita ketahui, nikel adalah salah satu bahan baku baterai kendaraan listrik (electric vehicle), yang mana tengah digalakkan sebagai solusi untuk menekan emisi karbon. Melalui hilirisasi, nikel ini tidak lagi diekspor dalam bentuk mentah, melainkan diolah terlebih dahulu menjadi produk setengah jadi atau jadi. Hal ini tentunya dapat meningkatkan nilai jual nikel tersebut dan berpotensi mendongkrak penerimaan negara.

#KementerianInvestasi/BKPM telah menyatakan bahwa fokus hilirisasi SDA ini akan dijalankan pada 8 sektor ekonomi, mencakup mineral, batu bara, minyak, gas bumi, perkebunan, kehutanan, perikanan, dan kelautan. Nah, nikel hanyalah salah satu contoh dari 21 komoditas yang diprioritaskan untuk upaya hilirisasi SDA tersebut. Komoditas lainnya adalah batu bara, bauksit, tembaga, timah, besi baja, emas perak, aspal buton, minyak bumi, gas bumi, kelapa sawit, kelapa, karet, biofuel, kayu log, getah pinus, udang, perikanan, rajungan, rumput laut, dan garam.

Wah, cukup menantang juga ya untuk melakukan hilirisasi pada 21 komoditas tadi? Namun, jangan berkecil hati dulu. Hilirisasi SDA ini jika dijalankan secara konsisten, mampu mendorong percepatan menuju transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, lho. Inklusif dalam konteks ini berarti bahwa manfaatnya dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Sedangkan berkelanjutan, mengacu pada aspek penting agar transformasi tersebut tidak hanya berdampak pada sektor ekonomi semata, tetapi juga berdampak positif pada lingkungan dan sosial masyarakat secara luas.

Staf Khusus Kementerian Investasi/BKPM, Tina Talisa, menjelaskan bahwa hilirisasi SDA ini juga dapat mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs). Beberapa poin yang ia singgung adalah bagaimana hilirisasi SDA ini mampu memenuhi sebagian agenda SDGs, seperti menekan angka kemiskinan, mengurangi kesenjangan, meningkatkan kolaborasi kemitraan, dan sebagainya. Hilirisasi SDA ini memiliki berbagai manfaat karena menimbulkan efek pengganda (multiplier effect) bagi perekonomian. Sebagai contoh, dengan adanya hilirisasi nikel, investor akan semakin banyak berdatangan, pembangunan smelter pun juga semakin meningkat, yang tentunya membutuhkan jumlah tenaga kerja yang tidak sedikit pula. Hal ini kemudian dapat memicu para pengusaha lokal ataupun pemilik usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk ikut mengembangkan bisnis di wilayah tersebut. Sehingga nantinya akan mampu membuka peluang lapangan pekerjaan yang lebih luas.

Indonesia kini telah memasuki tahap yang tidak dapat dihindari lagi dalam pelaksanaan hilirisasi SDA ini. Hasilnya mungkin memang tidak dapat kita nikmati secara instan saat ini, dan prosesnya bisa saja memakan waktu yang panjang. Namun kita harus optimis, bahwa keberlanjutan #HilirisasiUntukNegeri ini akan menjadi warisan terbaik yang berguna bagi generasi bangsa di masa depan.

Baca Juga: Pentingnya Hilirisasi SDA untuk Percepatan Transformasi Ekonomi

Dinar Chandra Photo Verified Writer Dinar Chandra

Your friend

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya