Tanpa Solusi Jelas Nasib Ukraina, Negara-Negara Baltik Merasa Terancam

Latvia, Lithuania, dan Filandia dalam bahaya dicaplok Rusia

Apakah ini memang nasib negara-negara kecil yang selalu menjadi bulan-bulanan dikuasai
yang besar? Mau tidak mau pikiran semacam ini timbul melihat keadaan dewasa ini. Pada waktu Ukraina terdesak serangan balik Rusia, negara-negara Baltik, termasuk Latvia, Lithuania, dan Finlandia dalam bahaya dicaplok Rusia, sebagaimana terjadi dengan Crimea di tahun 2013 lalu.

Negara-negara ini semua anggota NATO, dan semuanya telah memenuhi persyaratan mengeluarkan lebih dari tiga persen anggaran mereka untuk pertahanan. Diberitakan bahwa ketiga negara ini telah memperkuat pertahanan mereka, seperti menempatkan kawat berduri dan membangun bungker di sepanjang perbatasan mereka dengan Rusia. Ini seperti mimpi buruk, tetapi memang kenyataan karena telah diberitakan secara meluas. Hal ini tentu dilihat oleh AS dan negara-negara sekutunya sebagai suatu bahaya yang bisa meluas menjadi perang Dunia Ketiga, karena itu tidak bisa dilihat sebelah mata.

Skenario di atas masih lebih mengkhawatirkan lagi dengan adanya kemungkinan betapa pun kecilnya, mantan Presiden Donald Trump bisa saja kembali berkuasa di AS dan mendudukui White House. Sebagaimana diketahui, mantan President Trump dalam pernyataannya di berbagai kesempatan selalu mengatakan bahwa AS di bawah
pemerintahannya tidak akan campur tangan kalau ada salah satu anggota NATO diserang
oleh Rusia.

AS tidak akan membantu negara yang diserang tersebut dan membiarkannya dicaplok  Rusia. Kalau Rusia dapat mencaplok Crimea dan mungkin Ukraina, tentu lebih mudah lagi dengan negara-negara Baltik tersebut. Ini jelas merupakan tantangan nyata buat negara anggota NATO yang besar seperti AS, Jerman, Perancis, dan Italia. Kita hanya bisa berharap semoga saja pemilih AS lebih rasional dan menempatkan kembali kandidat
yang lebih berumur, tetapi mempunyai pemikiran yang lebih stabil dan sehat buat keamanan dunia, Presiden Joe Biden.

Sementara itu pertumbuhan ekonomi China yang mencapai 5,3 persen dengan peningkatan ekspor barang-barang manufaktur yang murah kepada negara-negara mitra dagang China, tentu akan berdampak ikut menahan laju inflasi di negara-negara tersebut yang akan disambut baik, yang akan membantu pertumbuhan ekonomi mereka serta kestabilannya.

Apakah saya sedang bermimpi di sini? Ya, bagaimana pun mimpi yang baik masih lebih
menyenangkan dari pada nightmare, benar? Sebagaimana diuraikan Professor Graham Allison dari JFK School of Government, Universitas Harvard dalam bukunya “Destine to War; Could the US and China avoid Thucydides Trap?”. Dalam studi beliau selama 500
tahun pengalaman sejarah, dari 12Thucydides traps, 8 berakhir dengan perang dan empat tidak. Kalau terjadi perang tentu sebagaimana digambarkan Thucydides dalam Peloponnesian War antara Sparta dan Greek, berakhir dengan kedua negara lenyap tidak ada yang terselamatkan.

Kita boleh memilih antara mengatakan bahwa prediksi Professor Graham Alison itu keliru, atau ya tidak terjadi perang sama sekali. Saya tentu saja memilih yang terakhir, selaku akademisi rasanya studi Prof Allison sangat sahih sehingga tampaknya prediksinya tidak keliru. Tapi juga mungkin tidak realistis, sebab serangan Rusia sejak 2021 terus maju, mundur sebentar tetapi kemudian berbalik lagi. Syukur bahwa Kongres AS telah berhasil menghasilkan anggaran yang termasuk bantuan militer buat Ukrain. Dan, Presiden Biden langsung menjanjikan kepada Presiden Zelensky bahwa bantuan militer AS akan segera datang. Semoga bisa menghalau tantara Rusia untuk ke luar dari Ukraina.

Sementara itu saling serang dengan misil dan drone antara Iran dan Israel terus
berlangsung, dan herannya Israel tetap saja menyerang konvoi bantuan kemanusiaan untuk orang-orang Palestina di Gaza melalui Rafa. Dalam pada itu tidak bisa diremehkan oleh Israel serangan-serangan suku Houthi, Yemen, dan Hezbollah yang didukung Iran yang bisa mendatangkan kerusakan sebagaimana telah terlihat di laut Merah, di  mana aliran perdagangan harus dibelokkan sehingga menambah jarak 5.000 mile yang meningkatkan biaya shipping.

Sebagai orang Indonesia kita masih boleh berharap, setelah terselesaikannya sengketa
dengan gugatan Paslon 1 dan 3 di Mahkamah Konstitusi, di mana semua gugatannya telah ditolak dengan Keputusan MK yang final. Semoga presiden baru dan wapres baru nanti bisa menyumbangkan jasa baiknya untuk ikut menengahi pertikaian di Timur Tengah.

Dengan tekad baru dan goodwill baru siapa tahu mungkin saja presiden baru nanti dalam
langkah diplomasinya dapat merintis jalan menuju perdamaian, yang bisa menjadi bekal buat penduduk Palestina dan Israel bisa hidup berdampingan secara damai. Dan, bisa
mulai membangun negara dan masyarakat yang rusak oleh perang dan Tuhan akan menganugerahkan Rahmat kerahimannya kepada mereka semua. Semoga. (Dradjad, 25/04/2024).

Guru Besar Ekonomi Emeritus, FEBUI, Jakarta, dan Guru Besar Tamu, S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS), Nanyang Technological University (NTU), Singapore.

Topik:

  • Umi Kalsum

Berita Terkini Lainnya