[OPINI] E-voting Jadi Alternatif Saat COVID-19

Indonesia siap gak ya?

Pada 9 Desember 2020, Indonesia telah merayakan suatu pesta demokrasi melalui penyelenggaraan Pilkada secara serentak di beberapa daerah. Pilkada ini menjadi yang pertama kali diselenggarakan di masa pandemi Covid-19, dimana perlu penyesuaian yang besar dalam aturan maupun sistem perencanaan, pelaksanaan, maupun ketika proses perhitungannya. Pandemi Covid-19 yang masih belum dapat diatasi secara efektif akan menjadi tantangan dalam pelaksanaan Pilkada. Dalam situasi itu pula, pemerintah berupaya menetapkan prosedur pemungutan suara yang sesuai dengan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Covid-19. Adanya perkembangan teknologi dan informasi dalam demokrasi melalui e-voting, dirasa sesuai menjadi cara alternatif dalam pilkada di tengah pandemi saat ini. Pemanfaatan teknologi informasi dapat mengurangi massa yang berkumpul di TPS sehingga dapat mengurangi cluster baru. Meskipun demikian, penerapan e-voting di Indonesia masih memerlukan kajian luas dan mendalam yang mencakup berbagai pihak.

Penerapan e-voting di Indonesia bukan lah suatu hal yang mustahil sehingga dapat menjadi pertimbangan untuk menyelesaikan kekurangan pemilu/pilkada dalam waktu kedepan (Seno Hartono, 2017). Kualitas pemilihan umum di Indonesia dinilai sudah mengalami peningkatan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Di tahun 2014, pemerintah sudah memanfaatkan teknologi dalam pemilu, khususnya pada sistem pendaftaran untuk mempermudah dan mempersingkat proses. Selain itu, daftar pemilih Indonesia juga sudah berbasis data yang terkomputerisasi, terpusat, dan mudah diakses oleh berbagai pihak. E-voting, sebagai alternatif pemilihan yang membutuhkan jaringan internet, menjadi hal yang tidak mustahil dalam pemilu/pilkada di Indonesia karena Indonesia merupakan negara keenam dengan pengguna internet terbanyak di dunia (Supratman, 2018). Hal ini dapat menjadi potensi yang baik, dimana banyak rakyat Indonesia yang sudah mengenal internet dan tahu bagaimana menggunakannya.

Namun, penerapan e-voting di Indonesia juga akan menghadapi berbagai masalah, dimana Indonesia merupakan negara demokrasi yang memiliki populasi yang sangat besar, keberagaman masyarakat, status fasilitas yang belum merata, tenaga ahli yang harus dibekali pengetahuan baru tentang e-voting dan sebagainya (Hardjaloka dan Simarmata, 2016). Selain itu, penerapannya juga rentan menimbulkan berbagai masalah baru, seperti upaya mengacaukan hasil Pemilu/Pilkada yang berujung pada pengulangan proses Pemilu/Pilkada sehingga dapat menyebabkan pembengkakan biaya demokrasi. Kegagalan ini juga berpotensi mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah (Hapsara, 2014). Untuk itu dapat dijabarkan hal-hal yang menjadi dampak positif dan negatif, kekuatan dan kelemahan, serta peluang dan ancaman dalam implementasi e-voting di Indonesia.

Kekuatan dan Peluang Pelaksanaan E-Voting di Indonesia

Indonesia sebagai negara hukum menjadi kekuatan yang dimiliki dalam mengimplementasikan sistem e-voting. Dengan status ini, Indonesia dapat menetapkan undang-undang dan ketentuan lain tentang skema pelaksanaan e-voting pada pemilu/pilkada dengan menyesuaikan pada kondisi masyarakat, sistem, fasilitas dan hal-hal lainnya. Undang-undang yang mengatur pelaksanaan pemilu/pilkada di Indonesia juga dapat ditindaklanjuti dengan berfokus pada peraturan yang mendetail tentang implementasi e-voting yang dapat menjadi dasar dalam pelaksanaannya.

Dengan e-voting, pemerintah dapat menghemat biaya pengadaan kertas surat suara karena e-voting tidak perlu mencetaknya, yang mendukung program green technology. Pemberian suara juga mudah dilakukan dan tidak perlu menggunakan tinta sebagai bukti telah mengikuti pemilu/pilkada, karena sistem teknologi yang telah terintegrasi dan dirancang dengan lebih sederhana. Indonesia sudah memiliki peluang dan modal yang baik, seperti masyarakat yang menggunakan internet berjumlah besar sehingga dapat memudahkan sosialisasi dan ketika proses e-voting berlangsung. 

Kelemahan dan Ancaman pelaksanaan E-Voting di Indonesia

Kelemahan dalam penerapan sistem e-voting di Indonesia adalah jaringan internet yang belum optimal dan akses yang belum merata di seluruh Indonesia. Melalui data yang diperoleh dari Worldwide Broadband Speed League 2020, yang melihat negara dengan koneksi internet tercepat, Indonesia hanya berada berada di urutan ke-127 dari total 222 negara yang diriset. Belum lagi akses internet yang belum merata dan juga masih ada beberapa daerah di Indonesia yang sama sekali tidak bisa mengakses jaringan internet. Meskipun Indonesia merupakan salah satu pengguna internet terbanyak di dunia, harus disadari juga bahwa masih banyak penduduk yang buta terhadap penggunaan jaringan internet ini, khususnya masyarakat lanjut usia dan mereka yang tinggal jauh dari pusat kota. Sehingga perlu adanya upaya ekstra dari pemerintah maupun badan terkait untuk memfasilitasi dan memberikan sosialisasi yang jelas apabila e-voting diterapkan di Indonesia.

Sistem e-voting yang mengandalkan jaringan internet dan kemajuan teknologi juga dapat memberikan ancaman-ancaman yang membahayakan kondisi politik maupun demokrasi di Indonesia. Menurut Manik Hapsara, Dosen TI Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, serangan sangat mungkin terjadi dalam pelaksanaan e-voting seperti virus, denial of service, serta ancaman oleh hacker dan bug yang dapat mengganggu kerja sistem.

Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan e-voting sebagai alternatif dalam pemilu/pilkada di masa pandemi dinilai dapat membawa demokrasi menjadi lebih efektif dan efisien, namun dengan kajian dan kesiapan yang baik yang dilakukan secara menyeluruh ke berbagai daerah dan lapisan di Indonesia. Menurut Kepala BPPT, Marzan A Iskandar, dalam menerapkan sistem e-voting, Indonesia perlu mempersiapkan grand design, standardisasi penilaian, kesiapan SDM, dialog nasional, serta kesiapan industri dalam negeri yang akan menjadi pendukung dari terselenggaranya pemilu/pilkada tersebut. Bentuk kesiapan lain yang harus dilakukan adalah dengan memastikan penerapan asas LUBERJURDIL dapat terpenuhi dengan baik. Pemerintah juga perlu menuntaskan pembuatan e-KTP untuk seluruh masyarakat Indonesia dalam mendukung kesediaan data yang baik dan lengkap serta mempersiapkan fasilitas, seperti jaringan internet yang memadai, perangkat digital yang baik, dan kesiapan dana bagi seluruh daerah.

Selain itu, Indonesia juga membutuhkan kematangan dan sinergi dari pemimpin dan pemangku kepentingan dalam digitalisasi pemilu/pilkada, mekanisme sistem e-voting yang digunakan harus dipublikasi dan disosialisasi, serta mekanisme yang transparan sehingga dapat diobservasi dan dinilai oleh publik. Sistem e-voting juga perlu dirancang sesederhana mungkin namun tidak mengurangi kualitasnya. Kesulitan yang dihadapi di masa pandemi sebaiknya tidak ditambah dengan sistem yang berbelit dan tumpang-tindih. Kerumitan sistem akan menyulitkan masyarakat melakukan pengujian dan penilaian, sehingga dapat mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat. 

Baca Juga: Masyarakat Suarakan Opini Vaksin COVID-19, Terima atau Tolak?

Nadira Maharani Photo Member Nadira Maharani

Mahasiswa S1 Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya