[OPINI] Radikalisme Agama, Seberapa Berbahaya Bagi Kita?

Kelompok Radikal tak hanya menjadi virus dalam Islam tapi juga Kristen, Yahudi, Hindu dan Buddha. Tak percaya? Baca saja ini

Radikal, sebuah kata yang pasti sudah tak asing lagi di telinga kita. Lebih lagi dewasa ini betapa sering kita mendengar istilah gerakan radikal di negeri ini. Dan yang paling santer terdengar tentu gerakan radikal yang berkaitan erat dengan kelompok militan Islam.

Sebelum membahas lebih lanjut, ada baiknya bila kita mengetahui dulu apa makna radikal itu sendiri. Menurut KBBI, ‘Radikal’ memiliki makna amat keras menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan); dan maju dalam berpikir atau bertindak. Sementara itu ‘Radikalisme’ menurut KBBI adalah paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis; dan sikap ekstrem dalam aliran politik.

Sementara itu bila menurut ahli seperti Sarlito Wirawan yang ditulis dalam bukunya Terorisme di Indonesia: Dalam Tinjauan Psikologi (2012), mengatakan bahwa ‘Radikal’ adalah bentuk afeksi atau perasaan yang positif terhadap segala sesuatu yang bersifat ekstrem sampai ke akar-akarnya. Sikap radikal akan mendorong perilaku individu untuk membela secara mati-matian mengenai suatu kepercayaan, keyakinan, agama atau ideologi yang dianutnya.

Menilik makna dan arti radikal menurut dua referensi di atas tidaklah terlampau berbeda. Namun Sarlito menuturkan lebih mengerucut pada pengertian radikal yang dimaksudkan. Dan hal itu memang sejalan pada apa yang terjadi belakangan ini, yakni radikal kontemporer yang bukan hanya bergerak berdasarkan urusan politik, tapi juga keyakinan dan agamanya. Inilah cikal-bakal lahirnya Radikalisme Agama.

Radikalisme agama sendiri sejatinya sudah ada sejak abad 16-19 M. Dua agama yang paling utama mengakarinya ialah antara Islam dan Kristen yang saling berebut kejayaan di masa itu. Perang Salib hanyalah secuil buah dari radikalisme agama yang disemai kala itu.

Namun fenomena radikalisme agama tak hanya menjalar pada Islam atau Kristen saja. Sebagaimana yang ditulis oleh Karen Amstrong dalam bukunya The Battle for God (2000), radikalisme juga ada dalam Hindu dan Yahudi. Bahkan fakta terbaru memperlihatkan adanya radikalisme dalam pengikut Buddha.

Kelompok Rakidal Dalam Islam.

[OPINI] Radikalisme Agama, Seberapa Berbahaya Bagi Kita?express.co.uk

Meski pilu, tapi harus diakui bahwa agama yang paling berhasil dirusak oleh radikalisme ialah Islam. Sebab bukan hal yang muskil bila saat ini banyak orang yang menyangka bila radikalisme adalah bagian dari ajaran Islam. Padahal nyatanya tidak demikian.

Perspektif itu muncul jelas bukan tanpa sebab. Sebagaimana sebuah iklan yang mengandung unsur propaganda bermunculan di berbagai media, maka lambat laun akan memengaruhi pola pikir masyarakat juga. Itulah yang terjadi pada Islam. Gerakan kelompok-kelompok radikal Islam selalu diwartakan berbagai media di dunia tanpa celah. Bahkan tak jarang akan menjadi berita utama.

Kelompok radikal Islam di Indonesia sendiri yang pertama kali menyita perhatian ialah komplotan Abu Bakar Ba’asyir yang bertanggung jawab pada Bom Bali I dan II. Sementara untuk kelompok radikal Islam di dunia yang tengah menjadi sorotan ialah militan ISIS. Bahkan kini ISIS telah tersebar sampai ke penjuru dunia dan berhasil menguasai satu kota negara tetangga, yakni kota Marawi, Fillipina. Tak heran bila kemudian masyarakat Indonesia, bahkan dunia mempersepsikan bahwa radikalisme telah menjadi bagian dalam Islam.

Padahal, sebagaimana yang sudah ditekankan sebelumnya, radikalisme bukan hanya merambat dan menyebabkan perpecahan di tubuh Islam, tapi juga di agama lain. Tapi, sayangnya, peran media begitu berhasil memunculkan persepsi masyarakat bahwa Islam begitu dekat dengan radikalisme.

Kelompok Radikal Dalam Kristen.

[OPINI] Radikalisme Agama, Seberapa Berbahaya Bagi Kita?telegraph.co.uk

Bila ada yang menganggap kelompok radikal tak pernah ada dalam tubuh Kristen, maka anggapan itu salah. Sebab nyatanya ada pembantaian umat Muslim yang pernah dilakukan oleh kelompok radikal Kristen di Republik Afrika Tengah (Center Africa Republic) pada 2014 silam. Namun sayangnya, minimnya pemberitaan terkait peristiwa tersebut tak membuat kelompok radikal Kristen itu mendapatkan sorotan dunia.

Sebagaimana yang diulas oleh TheDailyBeast.com, militan anti-Muslim di Republik Afrika Tengah tak mendapatkan sorotan yang sama layaknya kelompok militan ISIS yang sudah eksis sejak 2013.

Dalam ulasannya, TheDailyBeast.com juga menuliskan:

Masih ada sembilan orang Kristen di sini. Kami akan menangkap mereka. Kita akan membunuh mereka. Ketika kita selesai di sini, kita akan pergi ke desa berikutnya dan membunuh orang-orang Kristen di sana juga.

Jika seorang pemimpin ISIS membuat pernyataan seperti itu secara terbuka, maka Fox News mungkin akan segera memotong program acara mereka dan langsung memberikan laporan khusus tentang "perang agama" yang dilakukan umat Islam terhadap orang Kristen. Media arus utama yang lain pun kemungkinan besar ikut mengulas juga.

Dan pernyataan itu memang diucapkan pada tahun 2014. Kecuali ada satu perbedaan kata sederhana, yakni kata "Kristen" diganti dengan "Muslim".

Ya, kalimat di atas sebenarnya dikatakan oleh seorang teroris Kristen tentang rencana milisinya untuk memusnahkan sembilan Muslim yang tersisa di sebuah desa di Republik Afrika Tengah.

Atau apakah kamu pernah mendengar berita bagaimana militan Kristen yang secara terbuka memenggal seorang pria Muslim di jalanan ibukota di Republik Afrika Tengah pada 2014 lalu? Bahkan sebenarnya peristiwa itu diwartakan oleh media Amerika, hanya saja dalam paragraf Associated Press singkat yang tak terlampau mencolok seperti di surat kabar seperti New York Times. Dan andaikan pemenggalan itu dilakukan oleh seorang teroris Muslim terhadap seorang Kristen di lapangan umum, maka bisa saja hal itu akan menjadi berita utama di A.S.

Penulis sendiri menganggap apa yang diungkap oleh TheDailyBeast.com memang benar. Nyatanya, satu media luar, yakni BBC.com mewartakan ikhwal tersebut dengan judul yang terkesan netral. Central African Republic convoy of terror, tulis BBC.com pada Februari 2014. Bedakan dengan judul satu lagi saat terduga pelaku teroris muslim menyerang New York. BBC.com menulis dengan judul, New York axe attack ‘terrorist act by Muslim convert. Pada judul yang ditulis Oktober 2014 ini jelas terlihat bagaimana BBC.com dengan gamblangnya menyatakan pelaku penyerangan itu merupakan seorang muslim meski kala itu barulah rumor yang masih belum bisa dipastikan.

Dari sini saja kita tahu bagaimana media ikut berperan dalam propraganda dan membentuk perspektif masyarakat dunia tentang kelompok radikal pada penganut agama.

Kelompok Radikal Dalam Hindu.

[OPINI] Radikalisme Agama, Seberapa Berbahaya Bagi Kita?asianews.it

Barangkali di Indonesia sama sekali tak terdengar bahwa agama Hindu memiliki kelompok radikal. Itu wajar sebab di Bali saja yang mayoritas pemeluk agama Hindu terlihat dapat hidup begitu rukun, tentram dan damai berdampingan dengan pemeluk agama lain. Namun bagaimanapun kita harus bisa menerima kenyataan bila setiap agama memiliki pengikut yang sudah terkontaminasi paham radikal.

Mari kita melemparkan perhatian cukup jauh ke negara India. Kenapa India? Sebab gerakan radikal Hindu sendiri sering terjadi di India. Sebagaimana yang kita tahu bahwa India merupakan negara yang mayoritas penduduknya adalah pemeluk Hindu. Perseteruan agama di negeri Mahabarata itu pun sebetulnya telah terjadi sejak lama. Dua agama yang berseteru ialah Hindu dan Islam. Sebab itu Pakistan yang mayoritas penduduknya beragama Islam akhirnya memutuskan memisahkan diri dari India.

Namun faktanya pemisahan dua negara tersebut belum juga mengurangi tingkat ketegangan agama di sana. BBC.com pernah menulis berita dengan judul India ‘beef’ lynching: Local groups fanning anti-Muslim violance? pada Oktober 2015.

Dalam berita tersebut dikatakan seorang pria Muslim berusia 50 tahun di sebuah desa India utara dibunuh oleh sebuah kelompok pada Senin malam karena rumor bahwa keluarganya telah menyimpan dan mengonsumsi daging sapi di rumah. Salman Ravi dari BBC, yang pergi ke Dadri di negara bagian Uttar Pradesh mengatakan bahwa dua kelompok Hindu setempat dipersalahkan setelah meningkatnya ketegangan agama di daerah tersebut.

Sedikitnya dua kelompok yang kurang dikenal, yakni Rashtravadi Pratap Sena dan Samadhan Sena yang didirikan sekitar enam bulan yang lalu, disalahkan secara luas karena ledakan tiba-tiba dalam insiden ketegangan agama di daerah Dadri, yang jaraknya hampir 50km dari ibukota India, Delhi.

Kekerasan yang mengatasnamakan agama di India bahkan masih belum surut hingga saat ini. Seperti yang diwartakan oleh CNN.com #NotInMyName: Indians protest against rise in mob violance pada Juni 2017 lalu di New Delhi, India, ribuan orang turun ke jalan pada Rabu malam dalam rangka memprotes pemerintah sebab meningkatnya kekerasan massal yang ditujukan pada kelompok minoritas.

Gelombang protes tersebut menamakan diri mereka  #NotInMyName. Demonstrasi tersebut terkoordinasi dan diadakan di lebih dari 12 kota besar di India, termasuk Delhi, Mumbai dan Kolkata. Protes tersebut menyusul pembunuhan seorang remaja Muslim dalam serangan yang diduga dilakukan kelompok Islamfobia di negara bagian Haryana, India utara, Jumat.

Perlu diketahui bila data sensus di India menunjukkan Hindu adalah agama dominan dengan 828 juta pengikut atau 80,5% populasi. Sementara sisanya adalah Muslim dengan 13% dan Kristen 2,3%.

Sebagaimana dikatakan, gelombang protes tersebut sebagai bentuk responsif masyarakat di India yang merasa tak lagi memiliki ketenangan sebab meningkatnya kekerasan massal yang ditujukan pada kelompok minoritas. Seperti pada bulan Maret, penduduk Muslim di sebuah desa di Gujarat dilaporkan menghadapi serangan oleh massa yang marah dari sebuah desa tetangga. Pada bulan April, seorang petani Muslim di Rajasthan dipukuli sampai mati oleh massa setelah dia membeli seekor sapi untuk susu, menurut laporan. Pada bulan Mei, dua pemuda Muslim di Assam dibunuh dengan tuduhan curiga bahwa mereka mencuri sapi.

Kekerasan di India sejatinya tak hanya mengarah kepada kaum Muslim, tapi juga kaum Kristiani yang merupakan bagian dari kelompok minoritas di sana. Dan jelas kelompok-kelompok massal yang harus bertanggung jawab pada kekerasan berlandaskan agama di India adalah kelompok radikal atau ekstremis Hindu di India.

Tempo.co bahkan pernah menulis berita dengan judul Wikileaks: Di India, Ekstrimis Hindu Lebih Bahaya dari Muslim pada Desember 2010. Judul tersebut tak serta-merta ditulis tanpa sumber jelas. Sebab di dalam beritanya, dikatakan bahwa Putra Mahkota India, Rahul Gandhi mengatakan kepada Duta Besar AS untuk India Timothy Roemer soal ancaman garis keras. Bahkan Rahul menilai bahwa kelompok garis keras Hindu lebih bahaya ketimbang militan Muslim.

Atas apa yang sudah terjadi di India, kita dapat memetik pelajaran bahwa radikalisme agama dapat muncul pada kelompok mayoritas yang merasa dapat memerintah kelompok minoritas agar mengikuti aturannya, termasuk mengikuti keyakinan. Sementara itu kelompok minoritas bagaimanapun  berusaha bertahan pada keyakinannya dan tak mau ditindas. Apalagi dipaksa mengikuti aturan yang belum tentu sejalan pada keyakinan agamanya. Sehingga hal tersebut juga dapat memicu munculnya gerakan separatis dan radikal yang akan disebut sebagai ‘pemberontak’ oleh kelompok mayoritas.

Barangkali itu juga yang akan terjadi di Indonesia.

Kelompok Radikal Dalam Buddha.

[OPINI] Radikalisme Agama, Seberapa Berbahaya Bagi Kita?netz.id

Bila sering mengikuti berita, pasti kamu sudah mendengar bagaimana penderitaan warga Muslim Rohingya di Rakhine, Myanmar terjadi saat ini. Warga Rakhine yang mayoritas Muslim tak hanya diusir dari tempat tinggalnya, tapi juga dipersekusi oleh kelompok radikal Buddha yang dipimpin oleh seorang biksu bernama Ashin Wirathu. Kelompok tersebut menamai dirinya 696.

ForeignAffairsReview.co.uk sempat menulis artikel berjudul The Rise of Buddhist Radicalism pada Desember 2014. Artikel tersebut menuliskan bila gerakan ‘Burma’ telah dikecam oleh para pemimpin Buddhis di luar negeri. Lebih lagi apa yang terjadi di Myanmar sama sekali tak mendapatkan dukungan dari umat Buddha di berbagai negara.

Namun pengecualian untuk sebuah kelompok Buddha di Sri Lanka, Bodu Bala Sena (BBS). Pada Konferensi Kekuatan Budha, 28 September di Kolombo, Sri Lanka, 696 dan BBS membuat sebuah aliansi dengan tujuan untuk 'melindungi Buddhisme di seluruh dunia' dari bangkitnya fundamentalisme Islam. Bhikkhu Ashin Wirathu, pemimpin 696, diizinkan untuk ambil bagian dalam acara tersebut meskipun ada seruan dari kelompok Muslim dan Kristen di Sri Lanka yang meminta pemerintah untuk membatalkan visanya. Aliansi inilah menandai dimulainya gerakan transnasional Buddhis yang radikal.

Kelompok Radikal Dalam Yahudi.

[OPINI] Radikalisme Agama, Seberapa Berbahaya Bagi Kita?islamicinvitationturkey.com

Perihal fakta ini tak perlu dijabarkan panjang lebar. Pasalnya, seluruh dunia sudah tahu bagaimana Israel yang merupakan negara Yahudi sudah menginvasi Palestina sejak lama. Pencaplokan wilayah Palestina hingga ketegangan di jalur Gaza. Bahkan penutupan kawasan Masjidil Aqsa yang beberapa waktu lalu terjadi jelas merupakan bentuk tindak radikalisme yang dilakukan oleh Israel. Bisa dikatakan Israel adalah cerminan besar bagaimana gerakan radikal dalam tubuh Yahudi benar terjadi.

“Tak perlu menjadi Muslim untuk membela Palestina, cukup kau menjadi manusia”

- Recep Tayyip Erdogan -

Radikalisme Agama Mengancam Kedamaian dan Ketentraman.

[OPINI] Radikalisme Agama, Seberapa Berbahaya Bagi Kita?cilisos.my

Radikalisme bukan hanya ada di tubuh pemeluk agama Islam, tapi juga di tubuh pemeluk agama lain. Inilah poin pertama yang harus disadari oleh seluruh manusia di dunia. Sebab pandangan militan dan radikal pada masa kini telah kadung lebih mengarah hanya kepada umat Islam. Namun lebih dari itu, lewat catatan ini penulis berharap bahwa para pembaca dapat menyadari betapa berbahayanya paham radikal itu dianut. Bahkan apabila sampai dianut oleh orang tak beragama sekalipun.

Apalagi dalam buku sejarah negeri ini telah banyak catatan-catatan masa kelam yang terjadi. Konflik-konflik di berbagai daerah yang mengatasnamakan suku dan agama. Seperti konflik yang pernah terjadi di Kalimantan antara suku Dayak dan Madura, juga yang terjadi di Poso antara Islam dan Kristen, agaknya dapat menjadi pembelajaran bahwa siapa pun tak ingin hidup di tengah ketegangan semacam itu.

Darah menggenang di mana-mana. Jerit dan tangis menggelegar menyayat nurani. Mayat-mayat tertelungkup berkalang tanah. Orang-orang berlarian mencari suaka tanpa arah. Anak-anak tak lagi memegang pensil dan buku melainkan senjata dan bom melotop. Setiap menit hanya ketakutan yang menyelimuti mereka.

Bukankah sangat tidak menyenangkan bila membayangkan semua itu akan terjadi lagi bahkan menimpa diri dan keluarga kita?

Penulis yakin tak akan ada di antara pembaca yang mau seperti itu. Sederhananya, setiap insan mengagungkan kedamaian, lantas untuk apa memantik pertikaian?

Artikel ini hanya segelintir peringatan bahwa paham radikal atau radikalisme agama begitu mengancam bahkan bagi keutuhan negeri tercinta ini. Saudara-saudara kita yang ada di Irak, Palestina, Rakhine, Marawi dan di negara-negara lain yang dilanda konflik saja betapa rindu dapat hidup tenang dan damai layaknya kita saat ini. Lantas apakah kita justru ingin hidup di tengah konflik layaknya mereka?

Pilihan ada pada diri kamu.

Rahardian Shandy Photo Verified Writer Rahardian Shandy

Rutin menulis sejak 2011. Beberapa cerpennya telah dibukukan dan dimuat di media online. Ia juga sudah menulis 4 buah buku non-fiksi bertema bisnis. Sementara buku fiksi pertamanya terbit pada 2016 lalu berjudul Mariana (Indie Book Corner).

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya