Virus Corona, Momentum Reformasi Prioritas Anggaran

Pandemik membuktikan bahwa infrastruktur kesehatan itu kunci

Jakarta, IDN Times – Bagaimana dengan puasa Ramadan yang memasuki hari ke-2 ini?  Semoga selalu sehat ya pembaca sekalian, yang millennials mau pun kolonial 😉 .

Tahun ini kita menjalankan puasa #ramadandirumah. Bagi yang beruntung tinggal bersama keluarga, tentu ini saat yang tidak ternilai. Keharusan berada di rumah gara-gara pandemik virus corona membuat banyak yang melakukan work from home atau kerja dari rumah. Hikmahnya, sambil bekerja kita bisa bersama keluarga.

Bahkan bagi yang diakibatkan jarak dan PSBB serta penghentian transportasi publik antar-kota, sehingga tidak bisa berkumpul dengan keluarga, Ramadan tahun ini tidak melelahkan seperti tahun sebelumnya. Secara fisik mungkin, ya. Biasanya jam kantor buka lebih pagi, dan satu jam lebih cepat juga saat Ramadan. Praktis, mulai pukul 16.30 WIB, kita yang bekerja di kawasan Jabodetabek sudah memenuhi jalanan menuju pulang.  Macetnya gak ketulungan. Lelah.

Banyak yang memilih membatalkan puasa dengan berbuka di kantor dan pulang sesudahnya, berharap jalanan mulai kosong. Menu gorengan menjadi andalan, sangat populer. Murah meriah, meski pun tidak sehat. Keseruan rebutan gorengan itu adalah memori yang melekat sepanjang masa, di setiap Ramadan. Bikin kangen.

Tahun-tahun sebelumnya, kami di media, setiap hari harus memenuhi undangan buka puasa bersama di berbagai instansi dan perusahaan. Ada 2-3, bahkan bisa 4 undangan buka bersama.  Jadwalnya bareng, di saat semua orang sedang pulang kantor.  Bayangkan kemacetan yang harus dijalani untuk menghargai pengundang. Penyedia jasa boga alias catering, hotel dan restoran panen besar selama bulan Ramadan, menjadi tempat dan memenuhi order menyediakan makanan buka puasa bersama.

Tahun ini, keriuhan itu tidak ada. Pandemik COVID-19 menyebabkan bisnis hotel merana. Banyak yang tutup. Ketua Umum Perhimpunan  Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani, menyebutkan bahwa ada 698 hotel tutup sementara per 30 Maret 2020. 

“Di luar itu banyak yang belum  lapor, “ kata Hariyadi, kepada IDN Times (2/4).

Bagaimana dengan bisnis jasa boga? Data Asosiasi Perusahaan Jasa Boga Indonesia (APJI) menunjukkan bisnis ini omzetnya turun 40 persen.

Banyak order acara buka puasa datang dari kalangan instansi pemerintah. Pos pengeluaran bukber ini rutin dialokasikan dan praktiknya hampir setiap hari berbagai kementerian dan lembaga ini mengadakan acara buka bersama dengan undangan kelompok yang berbeda-beda. Kecenderungan yang sama dilakukan pemerintah daerah maupun kalangan swasta.

Selain itu, pandemik COVID-19 memaksa realokasi anggaran. Apalagi bagi yang bisnisnya terdampak, tidak terkecuali kegiatan pemerintah.

Kamis malam (23/4) kemarin, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menggelar pertemuan virtual dengan pemimpin redaksi. Dia memaparkan dampak dari COVID-19 terhadap keuangan negara.

Salah satunya adalah penghematan, realokasi, refocusing anggaran. Hal ini merujuk kepada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2020 yang mengatur mengenai perubahan postur APBN 2020. Tujuannya percepatan penanganan COVID-19.

“Belanja perjalanan dinas, belanja barang yang bisa Rp45 triliun, hampir semua dipotong habis. Semua diminta menyisir belanja modal, barang yang tidak prioritas. Work from home ini kan menurunkan biaya office pemerintah, dari langganan air, listrik, anggaran pertemuan seminar, semua tidak ada. Sudah kita kunci. Kita pakai space untuk yang berhubungan dengan COVID-19, yaitu kesehatan, sosial, dan ekonomi,” kata Sri Mulyani, yang melakukan pertemuan ini dari rumahnya.

Dalam paparannya, ada dua pokok yang dilakukan pemerintah untuk menjalankan Perpres 54/2020. Yang pertama penghematan lanjutan belanja K/L. Sebagaimana disinggung oleh Menkeu, poin pertama, belanja barang perjalanan dinas, biaya rapat, honorarium, dan belanja non-operasional, belanja barang diserahkan ke Pemda/masyarakat yang tidak terkait dengan penanggulangan COVID-19, atau tidak sesuai dengan tugas dan fungsi kementerian dan lembaga. 

Poin kedua, belanja modal untuk proyek dan kegiatan yang dapat ditunda ke tahun berikutny atau diperpanjang waktu penyelesaiannya (dari single year menjadi multi-year dan yang proyek multi-year diperpanjang ke tahun berikutnya).

Untuk refocusing anggaran, ditujukan untuk pengadaan hand sanitizer, masker, dan bahan lain pencegah COVID-19 (dengan jumlah dan harga yang dapat dipertanggungjawabkan) seperti Alat Pelindung Diri (APD) berstandar yang akan dipakai tenaga kesehatan yang tangani pasien COVID-19. Lalu ada juga pemberian bantuan ke masyarakat (tidak duplikasi dengan K/L lain), tidak untuk menambah pendapatan (take home pay) aparatur kecuali sudah diatur atau diizinkan Menteri Keuangan, sampai memperkuat penanganan COVID-19 pada fasilitas kesehatan yang dikelola K/L.

Yang dialami dan dilakukan pemerintah, tentunya dialami dan perlu dilakukan semua pihak termasuk swasta. Karena tidak ada yang tahu persis kapan pandemik ini berakhir.

Presiden Joko “Jokowi” Widodo menyampaikan, “Saya meyakini ini hanya sampai akhir tahun. Tahun depan terjadi booming di bidang pariwisata,” kata Jokowi, saat memberi arahan dalam rapat terbatas Mitigasi Dampak COVID-19 terhadap Sektor Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kamis (16/4).

Kita berharap optimisme Jokowi terbukti, meski pun kita tidak melihat upaya yang cukup cepat untuk memutus mata rantai penularan virus di Indonesia. Lagi pula, mengutip kalimat Anthony Fauci, ilmuwan paling top di AS yang berpengalaman menangani pandemik, "You don't make the timeline, the virus makes the timeline."

Tapi, kalau kita mau mengambil hikmah dari pandemik ini, adalah pentingnya mindset baru dalam memastikan efektivitas anggaran dan bekerja. Reformasi prioritas anggaran.

Pandemik virus corona memaksa banyak orang di berbagai profesi dan pekerjaan untuk melakukan bekerja dari rumah. WFH, menggarisbawahi ucapan Menkeu, ternyata bisa dilakukan dan menimbulkan penghematan. Bagi organisasi yang bisa membangun mekanisme dan standar prosedur operasional yang baik, WFH tidak menurunkan efektivitas, bahkan produktivitas kerja. WFH memaksa untuk lebih kreatif dalam menciptakan produk layanan di berbagai bidang.

WFH mempercepat digitalisasi dan membuka mata bahwa membangun infrastruktur digital yang mumpuni ke seluruh pelosok negeri, tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan membangun infrastruktur fisik.

Pandemik virus corona juga membuka mata akan rapuhnya infrastruktur kesehatan kita.

“Kalau untuk tahun ini dan tahun depan, mestinya lebih dari 5 persen yang dianggarkan, karena kita alokasikan ke kesehatan,” kata Sri Mulyani, menjawab pertanyaan saya.

Realokasi dan refocusing saja tidak cukup. Perlu untuk kembali mempertanyakan, mana yang lebih penting, membangun infrastruktur kesehatan yang prima sampai ke pelosok negeri, sehingga dapat mencegah kematian saat pandemik atau membangun ibu kota negara yang baru?

Baca Juga: Pandemik Virus Corona, Baca Surat Pakar Virus untuk Anak-anaknya

Baca Juga: Virus Corona: Robohnya Infrastruktur Kesehatan di Negeri Kita

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya