Rakyat Kita Masih Susah, Pantaskah Dana Partai Politik Naik?

Disaat rakyat masih dalam kondisi terpuruk, pantaskah dana partai politik naik?

Bantuan keuangan kepada partai politik sejatinya sudah diatur dalam peraturan pemerintah nomor 5 tahun 2009. Perlu diketahui bahwa besaran dana yang didapat tak tanggung-tanggung yaitu sebesar Rp 6.400,00- dikali jumlah suara yang didapat. Tentu jumlah tersebut sangat fantastis. Maka muncullah kecaman dari berbagai elemen masyarakat. Bagaimana tidak, sampai detik ini masih dapat kita lihat banyak rakyat kecil yang masih belum sejahtera.

Tak hanya itu, harga kebutuhan pokok masih melambung di pasaran. Sementara lowongan pekerjaan juga minim. Mungkin bagi para politikus kabar ini merupakan kabar yang menggembirakan, namun bagi rakyat hal ini tentu membuat mereka semakin menderita dan tercekik.       

Kenaikan tersebut bahkan dinilai masih wajar. Ketua komisi dua, Rambe mengatakan bahwa idealnya dana parpol naik antara sepuluh hingga duapuluh kali lipat. Katanya, apabila duapuluh kali lipat belum bisa dipenuhi, sepuluh kali lipat pun tak masalah. Berapapun itu, hal seperti ini tentunya perlu diperhatikan dan dikaji kembali.

Sedikit kita menegok kondisi perekonomian kita. Nilai rupiah terhadap dollar yang masih 12.900, kemudian harga sembako yang masih tinggi, angka pengangguran yang masih tinggi, tingkat kemiskinan dari tahun ke tahun yang tak kunjung turun. Menengok  dua tahun ke belakang, survei yang dilakukan oleh Political Communication Institute pada 20 Januari 2014 hingga 3 Februari 2014 silam, mayoritas masyarakat tidak percaya dengan dalih segelintir oknum politikusnya yang korupsi. Hasil survei tersebut berbicara bahwa publik yang tidak percaya  terhadap partai politik sebesar 58.2%. Kemudian yang percaya 26.3%, serta yang mengatakan tidak tahu sebesar 15.5%.

Tidak sepakatnya masyarakat dengan kenaikan dana partai politik tentu beralasan. Bagaimana tidak, banyak kader partai politik yang korupsi, adanya konflik dari dalam tubuh partai itu sendiri hingga terdengar sampai ke telinga masyarakat, adanya pelanggaran etika dari kader-kader partai politik, misalnya saja kabar terdahulu tentang kasus papa minta saham.

Tak ingin terus menerus sterotip terhadap partai politik, saya membenarkan bahwa sumbangan untuk partai politik memang berasal dari sumbangan institusi, bantuan dari pemerintah, iuran dari anggota dan simpatisan. Tentu benar hal tersebut harus digenjot agar partai tetap eksis.

Setidaknya jika memang ingin dinaikkan harus ada alasan yang jelas. Jadi tidak semata-mata ingin dana segar dari pemerintah dengan jumlah sekian dan harus mampu dipenuhi. Terdengar konyol jika naik tanpa alasan. Setidaknya bertahap sehingga pemerintah tidak “keteteran”. Misalnya saja dinaikkan 5% terlebih dahulu, kemudian 5% lagi di tahun berikutnya. Jadi terdengar lebih realistis. Jika asal tunjuk ini dan itu tentu akan menyulitkan pemerintah. Padahal pemerintah sedang bagus-bagusnya dengan program menggenjot perekonomian saat ini melalui program Tax Amnesty.

Toh ICW juga sepakat bahwa kenaikan dana partai politik boleh-boleh saja menggunakan dana anggaran negara dengan catatan tidak langsung dalam jumlah besar dengan nilai 1 Triliun rupiah pertahun untuk setiap partainya. Lihat saja kondisi kinerja partai dan anggota DPR yang sampai saat ini belum memuaskan. Apalagi dengan tenangnya meminta kenaikan sebesar itu. Terkesan jumping nantinya antara hak dan kewajiban. Sungguh ironis nantinya jika pemerintah sedang gencar terhadap pemotongan subsidi untuk rakyat, sementara para politikus disana meminta kucuran dana untuk partai politik dalam jumlah besar.

Sembari menunggu dan merefleksikan diri, cobalah para kader politik menunjukkan hasil kerjanya terlebih dahulu, seperti laporan pertanggung jawaban bantuan keuangan partai politik, laporan penggunaan bantuan keuangan partai politik dan pengeluaran provinsi, serta laporan penggunaan bantuan keuangan yang bersumber dari APBN/APBD. Jadi jelas bahwa dana-dana tersebut digunakan untuk kegiatan apa saja. Sehingga sedikitnya ada secuil rasa percaya publik terhadap partai. Sekali lagi bukan bermaksud menyindir atau melontarkan ungkapan yang tidak setuju, hanya saja sebagai refleksi bersama untuk kita dan untuk negeri ini.

Terlepas dari itu semua baik dari segi negatif maupun positif, partai politik harus bersifat independen, dalam arti partai politik tersebut tidak harus didominasi oleh mereka-mereka yang berduit. Secara implisit saya tegaskan bahwa partai politik harus bisa mengubah diri atau makna kerennya instropeksi diri, jika belum paham saya tegaskan bahwa partai politik harus berbenah. Sehingga masyarakat dapat kembali percaya kepada partai politik. Namun entah disengaja atau tidak, disat masyarakat sedang berusaha percaya kepada partai politik beserta kadernya, masyarakat kembali dikecewakan oleh kasus anggota dewan yang kembali korupsi.

Nah jika sudah begini, tentu masyarakat akan berfikir kembali. Pantaskah dana partai politik tersebut dinaikkan jika kinerjanya masih sedemikian rupa. Masyarakat sekarang juga sudah semakin pintar. Mereka tak sepakat dengan dagelan—dagelan negeri ini. Saya rasa kenaikan dana partai tersebut perlu dikaji kembali, toh nyatanya masih banyak yang korupsi.

VEGA MA'ARIJIL ULA Photo Writer VEGA MA'ARIJIL ULA

ALUMNI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG. MENYUKAI DUNIA JURNALISTIK DAN MENULIS ARTIKEL. vegaensiklopedia10.blogspot.co.id

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ernia Karina

Berita Terkini Lainnya