Pamsimas sebagai Langkah Nyata Dukung Penurunan Stunting Indonesia
Pamsimas berkomitmen mendukung program nasional
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Indonesia sedang berupaya mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045, yaitu mewujudkan tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia yang lebih baik dan merata dengan kualitas manusia yang lebih tinggi, ekonomi Indonesia yang meningkat menjadi negara maju dan menjadi salah satu dari 5 kekuatan ekonomi terbesar dunia, serta pemerataan yang berkeadilan di semua bidang pembangunan, dalam bingkai NKRI yang berdaulat dan demokratis.
Untuk pencapaian Visi Indonesia Emas 2045 tersebut diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas dan unggul. Salah satunya dengan berinvestasi pada intervensi gizi generasi bangsa sebagai kunci dalam penurunan risiko stunting, karena menurut studi Bank Dunia, kerugian akibat stunting berdampak pada pengurangan sedikitnya 3% Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara.
Wakil Presiden, K.H Ma’ruf Amin selaku Ketua Pengarah Percepatan Penurunan Stunting menyampaikan bahwa percepatan penurunan stunting pada balita adalah program prioritas pemerintah sebagaimana termaktub dalam RPJMN 2020-2024, dengan target nasional pada 2024, prevalensi stunting turun hingga 14 persen, dan tahun 2030 adalah 0 persen, yaitu sudah tidak ada lagi stunting di Indonesia.
Stunting adalah kondisi masalah gizi kronis akibat kekurangan asupan gizi dalam jangka waktu panjang yang mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada anak yang dapat mengancam kualitas manusia di masa depan karena merusak fisik dan mental secara permanen. Hal ini sangat krusial bagi kelangsungan bangsa dan negara, karena bayi yang lahir saat ini merupakan generasi pemimpin di masa mendatang yang harus disiapkan baik dari aspek kesehatan fisik, mentalitas maupun spiritualitasnya.
Oleh karena itu, pemerintah Indonesia sangat serius dalam upaya percepatan penurunan stunting, dengan telah ditandatanganinya Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021, dengan substansi mengadopsi Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting 2018-2024 pada Agustus 2021. Perpres ini menjadi dasar hukum seluruh kementerian dan lembaga dalam melakukan penguatan kerangka substansi intervensi, pendanaan, pemantauan dan evaluasi berbagai upaya penurunan stunting.
Kondisi Indonesia saat ini, berdasarkan sumber data SGGI Tahun 2021, menyebutkan prevalensi stunting nasional adalah 24,4 persen, artinya masih diperlukan kerja keras seluruh elemen dalam menurunkan 10,4 persen hingga 2024 dan 24,4 persen hingga 2030. Arahan Wakil Presiden dalam mewujudkan hal tersebut, adalah dengan meminta seluruh pemangku kepentingan berkomitmen dalam percepatan penurunan stunting dengan menempatkan stunting sebagai prioritas utama pembangunan dari pusat hingga ke desa, mengoptimalkan mobilisasi sumber daya, menguatkan koordinasi kolaborasi serta pemantauan evaluasi program secara berkelanjutan, serta intervensi harus menjangkau secara langsung kelompok sasaran, yaitu remaja, calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui dan anak balita. Intervensi yang dimaksudkan adalah memutus faktor penyebab stunting.
Melansir World Health Organization (WHO), Penyebab stunting adalah gizi buruk, infeksi berulang dan kurangnya stimulus psikososial yang terjadi secara simultan dan terus-menerus selama 1000 hari pertama hidup bayi. Bagaimana bisa terjadi Gizi Buruk dan Infeksi berulang? Salah satu faktor terbesar yang memengaruhi adalah kondisi lingkungan, yaitu terkait ketersediaan akses air bersih dan sanitasi.
Baca Juga: Kementerian PUPR Inspeksi Aspek Keselamatan Stadion Jakabaring
Air minum, pengaruhnya dalam stunting
Berbagai studi yang dilakukan oleh WHO, UNICEF, Bank Dunia dan berbagai kalangan akademisi menemukan ketersediaan akses air minum dan sanitasi yang aman merupakan kunci mencegah penyakit berbasis lingkungan yang mengakibatkan kejadian infeksi berulang pada anak yang rentan menimbulkan stunting. Hal itu diperkuat Study Lancet Tahun 2008 yang menyebutkan kontribusi terbesar intervensi penurunan stunting adalah intervensi sensitif (nonkesehatan) sebanyak 70 persen, salah satunya terkait ketersediaan sarana akses air minum dan sanitasi.
Di Indonesia saat ini, akses terhadap air minum layak telah menjangkau 90 persen penduduk tetapi capaian air minum aman baru sekitar 11 persen. Sedangkan untuk akses sanitasi, 80 persen penduduk sudah mempunyai akses sanitasi layak, sedangkan sanitasi aman baru dinikmati oleh sekitar 7 persen penduduk di Indonesia. Padahal, sesuai data WHO, penyediaan air minum dan sanitasi aman sangat menentukan kualitas hidup manusia, dengan penurunan indeks penyakit sebesar 0,39 persen. Tanpa air minum dan sanitasi aman, anak anak rentan terhadap stunting.
Baca Juga: Anti-Jaim, 9 Meme Lucu Buatan Kementerian PUPR yang Bikin Ngakak