Meski Aku Takut dan Bahkan Ingin Membunuh Masa Depan, 6 Hal Ini Layak untuk Direnungkan!

Cukup untuk direnungkan!

Artikel WorthyStory IDNtimes.com


 

Kalau saja mesin waktu sungguh ada dan dijual secara online, pasti kubeli seperangkat untuk kugunakan saat datang rasa rindu akan masa lalu dan benci masa kini. Aku hanya tertarik dengan dua masa dan takut untuk sekadar mengintip masa depan.

Memang, hal yang identik dengan masa depan adalah harapan, yang selalu menyenangkan untuk sebatas dibayangkan. Namun, ketakutan-ketakutan berkonspirasi lebih hebat guna menciutkan kerja keras yang sepenuh hati dilakoni, pengorbanan yang segenap dikerahkan, dan kasih sayang yang ruah diikhlaskan, demi menyongsong masa depan. Hingga masa depan datang tak sesuai harapan.

Meski aku takut dan bahkan ingin membunuh masa depan, kali ini aku memberanikan diri untuk sedikit menerawang masa depan, sebab masa depan belumlah menjadi kenyataan. Cukup untuk direnungkan.

1. Perubahan.

Meski Aku Takut dan Bahkan Ingin Membunuh Masa Depan, 6 Hal Ini Layak untuk Direnungkan!justmytype.ca

Aku cemas dengan perubahan. Padahal perubahan adalah keniscayaan yang mesti terjadi kemudian. Meski belum berusia lanjut, sejak SMP hitam rambutku perlahan memutih akibat reaksi kimiawi dari minyak rambut sisa pagi tanpa terbilas keramas pada sore hari karena malas. Kalaupun aku keramas, senyawa minyak rambut tentu akan bertengkar dengan senyawa likuid sampo.

Hasilnya sama saja, hanya jangka waktu rambutku beruban mungkin sedikit lebih lama, seperti terjadi pada Ibu yang baru mulai beruban pada usia 40. Sementara sejak 14 tahun, teman-teman sudah memanggilku Pak Anzai, mengacu pada kemiripan wujudku dengan sosok pelatih tambun berambut putih dari tim basket khayali Shohoku itu.

Perubahan bukan cuma warna rambut. Pertanyaan dari kerabat dan sanak keluarga pun berubah. Dahulu kerap mereka bertanya “Rangking berapa?” dan “Lanjut kuliah apa kerja?” Pada masa kini, pertanyaan mereka kepadaku mendadak berubah menjadi: “Sudah sarjana, kok masih nganggur?”, “Kapan nikah?”, “Gak baik menunda-nunda pernikahan, numpuk-numpuk dosa!” Betul, yang terakhir bukanlah pertanyaan, lebih semacam perintah. Entah pertanyaan apa lagi yang mengambang di pucuk telingaku pada masa mendatang. Kuharap bukan “Kapan kamu mati?”

Perubahan pula yang menyulut pertikaian. Taksi konvensional versus taksi sistem kekinian yang menggemaskan untuk kusimak apa lagi kurenungkan. Reklamasi yang bertujuan mulia demi perubahan besar, dengan mengorbankan nasib dan rezeki orang-orang kecil di sekitar. Bengkaknya angka pengangguran melahirkan jutaan pedagang-pedagang online, hingga aku bingung siapa yang mau ikhlas berperan sebagai pembeli jika semua orang berdagang.

Acara-acara televisi yang sengitnya separah sampah dengan alasan era media yang sudah berubah. Surat kabar alias koran yang konon sudah di ambang senjakala akibat media online yang mudah diakses di udara tanpa media kertas dan jasa loper. Tanpa gagasan perubahan yang terlampau progresif, sudah pasti dunia akan damai. Setidaknya, lebih damai dari hari ini. Barangkali.

2. Waktu.

Meski Aku Takut dan Bahkan Ingin Membunuh Masa Depan, 6 Hal Ini Layak untuk Direnungkan!4tololo.ru

Semakin dewasa, aku merasa waktu bergulir lebih cepat dari semestinya. Pagi-pagi sebangun tidur, di gelombang linimasa Twitter tahu-tahu sudah muncul tagar #TGIF padahal rasanya baru kemarin aku membaca status Path teman perihal hari Senin penuh kebencian.

Waktu terasa lebih cepat berlalu. Padahal, untuk menghemat waktu, sudah ditemukan kendaraan bermotor yang dapat berlari berlipat-lipat lebih cepat dari kuda. Tapi mengapa sekarang kita hendak berangkat bekerja saja terpaksa harus merayap seperti kura-kura?

Semakin cepatnya waktu tidak sepadan dengan penghargaan akannya. Toleransi waktu adalah ameliorasi dari jam karet. Dan itu sudah menjadi kebiasaan. Tak peduli di kota, di desa, di dunia maya. Keterlambatan anggota dewan pada acara sidang bukan peristiwa yang aneh hingga jurnalis pun bosan mewartakan. Keabsenan pun adalah hal yang dapat ditoleransi, apa lagi sebatas keterlambatan.

Yang menyedihkan adalah pematuh waktu mesti menoleransi penggemar keterlambatan. Jika tidak, tentu didaulat tak solider dan dicap solitaire. Sialnya, aku termasuk ke dalam golongan ini. Mungkinkah aku seseorang dari masa depan yang tersesat pada masa kini?

Aku membayangkan pada masa depan, orang-orang akan memanfaatkan waktu sehemat-hematnya demi tercipta kehidupan bahagia secara efektif. Time Planner akan menjadi profesi yang menjanjikan. Deskripsi pekerjaannya sederhana: menginvestasikan detik demi detik milik klien pada “Bank Waktu” untuk kemudian ditabungkan atau didepositokan hingga melahirkan bunga; bunga waktu. Sehingga seseorang dapat menikmati hidup lebih lama berkat bunga waktu yang dipetik dari waktu-waktu yang telah diinvestasikan. Atau sesekali mengajukan kredit waktu manakala seseorang mengalami kerugian waktu.

Bila dipikirkan sekarang mungkin absurd. Entahlah nanti. Jika terjadi, mungkin ini adalah efek putaran bumi yang semakin cepat menyongsong kiamat, atau tuntutan hidup manusia yang semakin meningkat, menyeimbangkan ketatnya persaingan untuk menggapai kebahagiaan yang diperjuangkan dengan berkuyup keringat.

3. Ulang Tahun.

Meski Aku Takut dan Bahkan Ingin Membunuh Masa Depan, 6 Hal Ini Layak untuk Direnungkan!tumblrimages.com

Dulu aku selalu berharap agar ulang tahunku dirayakan seperti teman-temanku: mengundang kami ke rumahnya untuk melihatnya meniup lilin dengan komando badut pesta. Sepulang dari sana, masing-masing kami menjinjing bingkisan berisi nasi kuning dalam mika, ciki-cikian, agar-agar, wafer cokelat.

Aku ingin sekali ulang tahunku dirayakan seperti itu hingga terdengar oleh Ibu. Namun Ibu rupanya tidak bisa seperti ibu teman-temanku. Ia hanya dapat menaruh lilin ulang tahun di atas agar-agar yang dibentuk layaknya black forest. Tanpa mengundang teman-teman. Tanpa badut pesta. Tanpa bingkisan untuk dibagikan. Meski demikian, aku senang sekali hari itu.

Tahun ini aku akan memasuki periode yang kata orang adalah quarter life crisis. Konsekuensi-konsekuensi yang telah kuperbuat pada masa lalu langsung dapat kucicipi hari ini tanpa boleh kuminta dan kunegosiasi. Entah itu asin, manis, atau pahit, begitu kentara tercecap.

Ternyata hidup bukan semata kebahagiaan melainkan hujan ujian yang menderas tak kenal letih. Aku tak lagi dapat menyandarkan harapan pada orang lain, melainkan mesti bekerja keras untuk mencapai cita-cita yang hanya aku sendiri yang tahu dan paham jalan keluar menuju ke sana.

Sesungguhnya aku takut dengan usia seperempat abad ini. Rasanya aku takkan pernah siap untuk dewasa serta mulai menyadari aku sudah harus bertanggungjawab pada diriku sendiri. Aku takkan lagi mengharap agar ulang tahunku dirayakan oleh teman-teman dan keluarga. Ulang tahunku pada tahun ini dan tahun-tahun mendatang seharusnya kurayakan berdua bersama air mata.

Bagaimanapun merekalah yang membawaku ke sini. Mereka adalah perpaduan antara waktu, angan, dan keputusan masa lalu. Untuk menghadapi mereka aku harus menggunakan komitmen dan kesabaran. Namun dua hal ini yang paling sulit dilakukan.

4. Pencapaian.

Meski Aku Takut dan Bahkan Ingin Membunuh Masa Depan, 6 Hal Ini Layak untuk Direnungkan!lifehack.org

Jika yang mayoritas perempuan khawatirkan pada masa depan adalah depresiasi kecantikan. Kekhawatiranku selanjutnya terhadap masa depan adalah pencapaian. Pencapaian ini sulit untuk dipetakan ke dalam standar baku. Selalu relatif. Masing-masing orang punya standar dan batas-batas tersendiri perihal pencapaian hidup.

Apakah mereka cukup bahagia dengan menjadi pengendara ojek, atau bergelimang harta dan wanita berkat diam-diam menyisihkan pajak-pajak rakyat, atau ingin tetap berperilaku sederhana meski sudah menjabat presiden. Itu adalah pilihan yang mustahil kuteladani mentah-mentah, sebab mungkin aku meluputkan lika-liku perjalanan hidup mereka yang belum tentu dapat sinkron dengan hidupku.

Semasa kuliah, banyak sekali catatan keinginan yang hendak aku capai di masa depan. Mulai dari asmara hingga karier. Mulai dari menyenangkan diri sendiri sampai membahagiakan orangtua. Pencapaian-pencapaian datang sporadis bagai tak sabar untuk segera kucoba dan kulakoni.

Selulus kuliah, aku mulai mencoret satu per satu pencapaian yang ingin kurengkuh erat-erat. Menyisakan pencapaian-pencapaian yang realistis dapat kucapai. Aku percaya pada Tuhan, pencapaian apapun yang berhasil kugapai melalui kerja keras dan doa adalah kehendak-Nya.

Aku cukup percaya pada-Nya dan diriku sendiri, aku tinggal fokus mengerjakannya segenap rasa. Namun satu pencapaian yang sungguh kudamba adalah kewarasan hidup. Sudah terlalu banyak orang gila di dunia ini.

5. Pernikahan.

Meski Aku Takut dan Bahkan Ingin Membunuh Masa Depan, 6 Hal Ini Layak untuk Direnungkan!lifeandhumanrelations.com

Kekhawatiran yang paling sering mengganggu adalah pernikahan. Selain karena teror pertanyaan “Kapan kawin?” pada ajang silaturahmi lebaran, juga lantaran sebagian besar teman-temanku sudah menikah beberapa tahun lalu. Sudah punya anak-anak lucu yang tawa dan mata genitnya terpamerkan melalui Instagram.

 

Tren pernikahan pada usia muda ini cukup menyiksaku. Menjelang quarter life crisis ini, sama sekali belum terpikirkan dalam benakku untuk menikah. Masih timbul keraguan dalam diri yang tentu tak baik apabila dipaksakan. Kuharap pada masa depan, orang-orang menghelat pernikahan tanpa memandang sedang ngetren atau tidak. Cukuplah karena cinta.

Aku merasa belum siap untuk hidup berdua saja mulai dari bangun tidur berselaput belek pada pagi hari hingga malamnya aku mengempaskan tubuh ke kasur dengan masih berselimut keringat sisa lelah bekerja pada siang harinya. Belum terbayang bagaimana cara untuk mengalah pada istriku apabila sedang terjadi situasi sepanas neraka di dalam rumah. Cara-cara menghentikan tangis bayi pada dini hari. Dan menghadapi mertua yang belum tentu memahami tabiat burukku seperti orangtua kandungku — meski aku tahu mereka pun sudah jengah dengan kelakuanku.

Namun ketakutan ini pasti akan menjelma kebahagiaan. Ketakutan yang perlahan melamur sepertinya baru akan terjadi nanti, setelah aku bertemu dengan perempuan yang ingin kuajak hidup dan mati bersamanya.

6. Kebahagiaan.

Meski Aku Takut dan Bahkan Ingin Membunuh Masa Depan, 6 Hal Ini Layak untuk Direnungkan!swelnus.com

Memang kebahagiaan tidaklah sesederhana tagar #BahagiaItuSederhana. Semula aku takut dengan hakikat kebahagiaan dari orang tersohor yang seringkali fana dan tak relevan dengan diriku.

Namun pada masa depan, aku percaya bahwa kebahagiaan akan timbul sendirinya dari hati. Tanpa mesti mendandani hidup dengan gaya seglamor-glamornya. Merombak wajah secara sintetis hingga luput mereparasi hati. Sebab kepolosan dan kesucian hati adalah hulu menuju muara kebahagiaan.

 

#WorthyStory

Topik:

Berita Terkini Lainnya